Jakarta: Industri pertelevisian nasional menuntut keadilan terkait pengetatan iklan dan promosi rokok di media penyiaran dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang merupakan aturan turunan Undang-Undang (UU) Kesehatan. Pemerintah, khsusunya Kementerian Kesehatan harus lebih bijaksana menyusun aturan terkait produk tembakau karena berdampak negatif secara luas.
Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Syafril Nasution, mengatakan pihaknya belum dilibatkan dalam pembahasan RPP UU Kesehatan. Termasuk menyangkut rencana pengetatan jam tayang iklan produk tembakau yang menjadi lebih sempit, yaitu mulai pukul 23.00-03.00 WIB.
Sementara itu, peraturan jam tayang iklan produk tembakau yang saat ini berlaku adalah mulai pukul 21.30-05.00 WIB.
”Itu enggak fair (tidak adil). Kenapa enggak fair? Pertama, kami tidak pernah tahu tentang public hearing (yang digelar Kemenkes untuk membahas isi RPP UU Kesehatan) tersebut dan tidak diundang sebagai (perwakilan) media TV,” kata Syafril kepada wartawan, Jakarta, Rabu, 4 Oktober 2023.
Syafril mengatakan rencana pengetatan tersebut tidak efektif. Dia juga meyakini hanya akan berdampak negatif kepada industri kreatif dan media, termasuk TV.
”Harusnya diriset dulu, apakah dengan melarang iklan (produk tembakau) ini orang jadi tidak akan merokok atau malah tidak ada perubahan?” ujar dia.
Menurut dia, semua pihak, terutama pemerintah, seharusnya memperhatikan keberlangsungan mata rantai dari industri tembakau, yang di dalamnya terdapat banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada industri tersebut.
Dalam kesempatan berbeda, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Airlangga (UNAIR), Gitadi Tegas, mengatakan kehadiran peraturan pemerintah memang sebuah keharusan untuk menjalankan UU Kesehatan.
“Meski begitu, kalau peta dari instrumen kebijakan yang dibutuhkan belum clear, maka aturannya tidak akan efektif,” terang dia.
Gitadi menyarankan Kementerian Kesehatan, sebagai leading sector dari RPP UU Kesehatan, tidak memaksakan waktu untuk terburu-buru menyelesaikan aturan bagi produk tembakau dan perumusannya harus bijaksana, serta melibatkan pihak terdampak.
Jakarta: Industri pertelevisian nasional menuntut keadilan terkait pengetatan iklan dan promosi
rokok di media penyiaran dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang merupakan aturan turunan Undang-Undang (UU)
Kesehatan. Pemerintah, khsusunya
Kementerian Kesehatan harus lebih bijaksana menyusun aturan terkait produk tembakau karena berdampak negatif secara luas.
Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Syafril Nasution, mengatakan pihaknya belum dilibatkan dalam pembahasan RPP UU Kesehatan. Termasuk menyangkut rencana pengetatan jam tayang iklan produk tembakau yang menjadi lebih sempit, yaitu mulai pukul 23.00-03.00 WIB.
Sementara itu, peraturan jam tayang iklan produk tembakau yang saat ini berlaku adalah mulai pukul 21.30-05.00 WIB.
”Itu enggak
fair (tidak adil). Kenapa enggak
fair? Pertama, kami tidak pernah tahu tentang
public hearing (yang digelar Kemenkes untuk membahas isi RPP UU Kesehatan) tersebut dan tidak diundang sebagai (perwakilan) media TV,” kata Syafril kepada wartawan, Jakarta, Rabu, 4 Oktober 2023.
Syafril mengatakan rencana pengetatan tersebut tidak efektif. Dia juga meyakini hanya akan berdampak negatif kepada industri kreatif dan media, termasuk TV.
”Harusnya diriset dulu, apakah dengan melarang iklan (produk tembakau) ini orang jadi tidak akan merokok atau malah tidak ada perubahan?” ujar dia.
Menurut dia, semua pihak, terutama pemerintah, seharusnya memperhatikan keberlangsungan mata rantai dari industri tembakau, yang di dalamnya terdapat banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada industri tersebut.
Dalam kesempatan berbeda, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Airlangga (UNAIR), Gitadi Tegas, mengatakan kehadiran peraturan pemerintah memang sebuah keharusan untuk menjalankan UU Kesehatan.
“Meski begitu, kalau peta dari instrumen kebijakan yang dibutuhkan belum
clear, maka aturannya tidak akan efektif,” terang dia.
Gitadi menyarankan Kementerian Kesehatan, sebagai
leading sector dari RPP UU Kesehatan, tidak memaksakan waktu untuk terburu-buru menyelesaikan aturan bagi produk tembakau dan perumusannya harus bijaksana, serta melibatkan pihak terdampak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)