Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut tsunami di kawasan Anyer, Banten dan Lampung tak lazim. Sebab, tsunami tidak didahului dengan gempa tektonik.
"Sebentulnya ini tidak lazim. Umumnya kalau tsunami 90 persen itu didahului dengan gempa tektonik. Maka itu kami diberi tugas untuk mengamati itu (gempa)," kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati dalam program Breaking News di Metro TV, Jakarta, Minggu 23 Desember 2018.
Dwikorita menyebut, gelombang tsunami disebabkan oleh longsornya dinding anak Gunung Krakatau. Ia menyebut, hanya dengan masa batuan 0,28 kilometer persegi saja sudah dapat menimbulkan tsunami.
"Namun, saya tidak mau menimbulkan spekulasi. Saya harus turun ke lapangan untuk mengecek langsung," ungkap dia.
Baca: Indonesia Belum Miliki Alat Pendetaksi Longsor Bawah Laut
Sementara itu, Dwikorita menegaskan bahwa erupsi bukan dampak langsung dari erupsi anak Gunung Krakatau. Pasalnya, kekuatan erupsi relatif rendah.
"Berdasarkan data yang diterima ada dinding atau komplek anak Krakatau yang runtuh," pungkas dia.
Tsunami diperparah dengan adanya fenomena gelombang tinggi lantaran bulan Purnama. Sabtu, 22 Desember 2018 tsunami menyapu kawasan Anyer dan Lampung. Hingga Minggu 23 Desember 2018 pukul 20.00 WIB, tercatat ada 222 korban tewas.
Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut tsunami di kawasan Anyer, Banten dan Lampung tak lazim. Sebab, tsunami tidak didahului dengan gempa tektonik.
"Sebentulnya ini tidak lazim. Umumnya kalau tsunami 90 persen itu didahului dengan gempa tektonik. Maka itu kami diberi tugas untuk mengamati itu (gempa)," kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati dalam program Breaking News di Metro TV, Jakarta, Minggu 23 Desember 2018.
Dwikorita menyebut, gelombang tsunami disebabkan oleh longsornya dinding anak Gunung Krakatau. Ia menyebut, hanya dengan masa batuan 0,28 kilometer persegi saja sudah dapat menimbulkan tsunami.
"Namun, saya tidak mau menimbulkan spekulasi. Saya harus turun ke lapangan untuk mengecek langsung," ungkap dia.
Baca: Indonesia Belum Miliki Alat Pendetaksi Longsor Bawah Laut
Sementara itu, Dwikorita menegaskan bahwa erupsi bukan dampak langsung dari erupsi anak Gunung Krakatau. Pasalnya, kekuatan erupsi relatif rendah.
"Berdasarkan data yang diterima ada dinding atau komplek anak Krakatau yang runtuh," pungkas dia.
Tsunami diperparah dengan adanya fenomena gelombang tinggi lantaran bulan Purnama. Sabtu, 22 Desember 2018 tsunami menyapu kawasan Anyer dan Lampung. Hingga Minggu 23 Desember 2018 pukul 20.00 WIB, tercatat ada 222 korban tewas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)