Petugas SPBU pertamina tengah melayani konsumen BBM di Papua - Antara Foto/Prasetyo Utomo
Petugas SPBU pertamina tengah melayani konsumen BBM di Papua - Antara Foto/Prasetyo Utomo

Fokus

BBM Satu Harga dan Keadilan bagi Tanah Papua

Sobih AW Adnan • 24 Oktober 2016 19:46
medcom.id, Jakarta: Satu lagi gebrakan Joko Widodo mewarnai dua tahun kepemimpinannya sebagai Presiden. Di sela-sela kunjungan ke wilayah paling timur Indonesia, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua, ia menginstruksikan adanya penyetaraan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di bumi Cenderawasih.
 

 
Presiden Jokowi mengaku sadar betul bahwa keputusannya itu bukan tanpa risiko. Dalam acara peresmian Bandara Nop Goliat Dekai itu ia menyatakan maklum atas besarnya biaya logistik penyaluran BBM yang akan diterima pemerintah.
 
"Ini bukan masalah untung rugi, tapi ini adalah masalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Jokowi, Selasa (18/10/2016).
 
Timpang harga semenjak lama
 
Ongkos distribusi nan besar menjadi penyebab utama tingginya harga jual BBM di wilayah terpencil Indonesia. Terutama di tanah Papua, kondisi geografis di wilayah pegunungan dan pedalaman Papua yang relatif sulit dijangkau semakin membuat harga distribusi melonjak tajam.
 
Di Papua, harga BBM premium dijual Rp25 ribu hingga Rp55 ribu per liter. Sekali waktu bahkan pernah mencapai Rp150 ribu hingga Rp200 ribu per liter.
 
Gubernur Papua Lukas Enembe menyambut baik kebijakan satu harga BBM di Papua. Menurut dia, ini adalah jawaban yang baik atas ketimpangan harga BBM yang membebani warga Papua selama ini.
 
“Kebijakan satu harga ini menjadi yang pertama sejak Papua berintegrasi dengan Indonesia," kata Lukas di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/10/2016).
 
BBM Satu Harga dan Keadilan bagi Tanah Papua
 
Demi menekan harga BBM di Papua setara dengan provinsi lain, PT Pertamina diperkirakan akan merugi hingga Rp800 miliar. Meski begitu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengaku telah menyiapkan beberapa strategi agar tidak berdampak lebih pada keuangan negara.
 
Salah satu solusi yang diterapkan ialah dengan melakukan subsidi silang melalui pemanfaatan kompensasi usaha-usaha milik Pertamina lainnya.
 
"Program BBM Satu Harga ini merupakan bagian dari kontribusi Pertamina yang mendapatkan mandat dari pemerintah dalam mendistribusikan BBM di seluruh wilayah Indonesia," kata Dwi saat mendampingi kunjungan Presiden Jokowi di Papua.
 
Melalui keputusan Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 7174 Tahun 2016, per 1 Oktober diberlakukan harga jual minyak tanah sebesar Rp2.500, minyak solar Rp5.150 dan BBM premium Rp.6.450 per liter.
 

 
Pemerintah tak boleh lengah
 
Meskipun terdengar baik, namun kebijakan Presiden Jokowi ini tidak luput dari kritik. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyangsikan kebijakan terbaru ini akan berlangsung lama. Sebab menurut dia, keputusan serupa pernah digelontorkan Presiden dalam menekan harga daging.
 
Oleh politisi Partai Gerindra ini,  Jokowi dinilai sesumbar membatasi harga Rp80 ribu per kilo, padahal fakta di lapangan masih diberlakukan harga Rp100 hingga 120 ribu rupiah.
 
"Jangan-jangan nanti cuma pencitraan saja. Harganya satu, terus tiba-tiba bulan depan harganya sudah kembali lagi," ujar Fadli di Gedung Nusantara II DPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (19/10/2016).
 
Sementara itu, ekonom dari Institute for Development Economy and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan dalam usaha memangkas biaya pendistribusian BBM di Papua, hendaknya pemerintah tidak mengorbankan Pertamina.
 
"Semestinya bisa mencontoh Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang memasukkan biaya transportasi pangan ke dalam Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini bisa membuat harga pangan menjadi lebih murah," kata Aviliani kepada metrotvnews.com, Senin (24/10/2016).
 
BBM Satu Harga dan Keadilan bagi Tanah Papua
Pakar ekonomi dan pengamat perbankan Aviliani - MI/Susanto
 
Melalui peran Pemerintah Daerah (Pemda) dengan mengondisikan sebagian APBD-nya, maka hal itu sekaligus mampu meningkatkan pengawasan penggunaan BBM oleh masyarakat setempat.
 
"Pertamina yang notabene berkedudukan di pusat cenderung sulit melakukan pengawasan. Sebab murahnya harga BBM ditakutkan membuat penggunaan BBM menjadi tidak terkontrol," ujar dia.
 
Cara lain untuk mengurangi beban biaya angkut adalah dengan kembali menggencarkan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah pedalaman. Menurut dia, program jangka menengah ini jangan sampai kendur hanya sebab kesan tingginya harga BBM di Papua sudah berhasil ditanggulangi.
 
Berikutnya, Aviliani juga mengatakan kerugian Pertamina sekitar Rp800 miliar juga bisa diselamatkan melalui tawaran impor bagi pemerintah daerah di wilayah-wilayah perbatasan. Menurut Aviliani, jangan sampai impor melulu dimaknai buruk. Jika mengacu pada prinsip manajemen produksi maka negara patut menimbang titik mana yang paling murah.
 
"Meski dalam melakukan impor, Pemda wajib tetap melalui Pertamina. Intinya beban itu harus ditanggung Pemda. Mengingat Pemda tidak diperbolehkan secara langsung mengimpor minyak," kata Aviliani.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan