Jakarta: Polri didesak mengusut sosok yang membuat seorang saksi, Dede, berbohong saat memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) pembunuhan Vina dan Eky di Polres Cirebon pada 2016. Laporan dugaan memberikan keterangan palsu oleh Dede dan rekannya, Aep ini tengah ditangani Bareskrim Polri.
"Keterangan palsu Dede pada 2016 dilatarbelakangi oleh apa? Kehendak dia sendiri atau tekanan eksternal? Kalau tekanan eksternal, siapa pihak tersebut?" kata psikologi forensik Reza Indragiri Amriel kepada Medcom.id, Kamis, 25 Juli 2024.
Reza meminta penyidik mendalami kemungkinan polisi yang secara sistemik meminta Dede berbohong, bukan individual atau oknum yang melakukan obstruction of justice (OOJ). Bahkan miscarriage of justice atau putusan pengadilan yang salah atau keliru, yang dapat berupa dipidananya seseorang sekalipun tidak didukung dengan alat bukti yang cukup, atau dipidananya seseorang yang sama sekali tidak melakukan tindak pidana.
"Kalau ya, apa sanksi bagi mereka?" ungkap Reza.
Dede buka suara ke publik usai dilaporkan bersama Aep ke Bareskrim Polri oleh enam terpidana, yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, dan Rivaldi Aditya Wardana. Laporan para terpidana yang diwakili kuasa hukumnya ini teregister dengan nomor: LP/B/227/VI/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI, tertanggal 10 Juli 2024.
Dede yang didampingi kuasa hukum buka suara di markas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Kuasa hukum Dede, Suhendra Asido Hutabarat menyampaikan kembali pengakuan Dede di Bareskrim Polri saat menghadiri gelar perkara awal atas kasus yang menjerat kliennya itu.
"Jadi sebagaimana teman-teman sudah ketahui di mana klien kami juga saudara Dede sudah memberikan secara langsung keterangannya. Jadi memang benar peristiwa yang disampaikan dalam berita acara itu tidak pernah terjadi," kata Suhendra di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 23 Juli 2024.
Suhendra menjelaskan awal mula kliennya terpaksa bersaksi dalam kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita, 16 dan Muhammad Rizky alias Eky, 16 yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat pada 2016 silam. Berawal saat Aep, saksi lainnya menghubungi Dede untuk minta diantar ke Polres Cirebon.
Kala itu, kata Suhendra, Dede tidak mengetahui tujuan Aep ke Polres Cirebon. Namun, sampai di kantor kepolisian itu, Aep dan Dede bertemu dengan Iptu Rudiana, ayah korban Eky.
"Kemudian, disampaikanlah untuk memberikan keterangan, sebagai saksi peristiwa meninggalnya anaknya Pak Rudiana," ungkap Suhendra.
Menurutnya, Dede yang tidak tahu apa-apa menjadi bingung. Terlebih, Dede tidak mengenal korban. Namun, dituntut untuk menjalani pemeriksaan yang dituangkan dalam BAP meski tidak mengetahui peristiwa yang menewaskan sepasang remaja Vina dan Eky.
"Jangankan peristiwa, dia tidak tahu nama-nama orangnya, tidak kenal. Sehingga kemudian, dari proses BAP tersebut dan memang kalau kita buka kembali berkas perkara putusan, itu hanya di-copas (salin) saja keterangan Aep kepada keterangan Dede dengan berkas dalam perkara Eko dan Rivaldi dan lima perkara yang terpidana lain," kata Suhendra.
Suhendra membenarkan Dede memberikan keterangan palsu atas perintah Iptu Rudiana. Namun, dia belum menjelaskan secara gamblang bentuk perintah ayah Eky itu.
Kasus ini tengah diselidiki Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. Polisi akan menaikkan status kasus ke tahap penyidikan bila menemukan unsur pidana. Kemudian, menetapkan tersangka bila mendapatkan minimal dua alat bukti.
Jakarta:
Polri didesak mengusut sosok yang membuat seorang saksi, Dede, berbohong saat memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP)
pembunuhan Vina dan Eky di Polres Cirebon pada 2016.
Laporan dugaan memberikan keterangan palsu oleh Dede dan rekannya, Aep ini tengah ditangani Bareskrim Polri.
"Keterangan palsu Dede pada 2016 dilatarbelakangi oleh apa? Kehendak dia sendiri atau tekanan eksternal? Kalau tekanan eksternal, siapa pihak tersebut?" kata psikologi forensik Reza Indragiri Amriel kepada
Medcom.id, Kamis, 25 Juli 2024.
Reza meminta penyidik mendalami kemungkinan polisi yang secara sistemik meminta Dede berbohong, bukan individual atau oknum yang melakukan obstruction of justice (OOJ). Bahkan miscarriage of justice atau putusan pengadilan yang salah atau keliru, yang dapat berupa dipidananya seseorang sekalipun tidak didukung dengan alat bukti yang cukup, atau dipidananya seseorang yang sama sekali tidak melakukan tindak pidana.
"Kalau ya, apa sanksi bagi mereka?" ungkap Reza.
Dede buka suara ke publik usai dilaporkan bersama Aep ke Bareskrim Polri oleh enam terpidana, yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, dan Rivaldi Aditya Wardana. Laporan para terpidana yang diwakili kuasa hukumnya ini teregister dengan nomor: LP/B/227/VI/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI, tertanggal 10 Juli 2024.
Dede yang didampingi kuasa hukum buka suara di markas Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Kuasa hukum Dede, Suhendra Asido Hutabarat menyampaikan kembali pengakuan Dede di Bareskrim Polri saat menghadiri gelar perkara awal atas kasus yang menjerat kliennya itu.
"Jadi sebagaimana teman-teman sudah ketahui di mana klien kami juga saudara Dede sudah memberikan secara langsung keterangannya. Jadi memang benar peristiwa yang disampaikan dalam berita acara itu tidak pernah terjadi," kata Suhendra di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 23 Juli 2024.
Suhendra menjelaskan awal mula kliennya terpaksa bersaksi dalam kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita, 16 dan Muhammad Rizky alias Eky, 16 yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat pada 2016 silam. Berawal saat Aep, saksi lainnya menghubungi Dede untuk minta diantar ke Polres Cirebon.
Kala itu, kata Suhendra, Dede tidak mengetahui tujuan Aep ke Polres Cirebon. Namun, sampai di kantor kepolisian itu, Aep dan Dede bertemu dengan Iptu Rudiana, ayah korban Eky.
"Kemudian, disampaikanlah untuk memberikan keterangan, sebagai saksi peristiwa meninggalnya anaknya Pak Rudiana," ungkap Suhendra.
Menurutnya, Dede yang tidak tahu apa-apa menjadi bingung. Terlebih, Dede tidak mengenal korban. Namun, dituntut untuk menjalani pemeriksaan yang dituangkan dalam BAP meski tidak mengetahui peristiwa yang menewaskan sepasang remaja Vina dan Eky.
"Jangankan peristiwa, dia tidak tahu nama-nama orangnya, tidak kenal. Sehingga kemudian, dari proses BAP tersebut dan memang kalau kita buka kembali berkas perkara putusan, itu hanya di-copas (salin) saja keterangan Aep kepada keterangan Dede dengan berkas dalam perkara Eko dan Rivaldi dan lima perkara yang terpidana lain," kata Suhendra.
Suhendra membenarkan Dede memberikan keterangan palsu atas perintah Iptu Rudiana. Namun, dia belum menjelaskan secara gamblang bentuk perintah ayah Eky itu.
Kasus ini tengah diselidiki Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. Polisi akan menaikkan status kasus ke tahap penyidikan bila menemukan unsur pidana. Kemudian, menetapkan tersangka bila mendapatkan minimal dua alat bukti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)