Jakarta: Gerakan zakat di Indoensia dinilai telah tercatat sebagai unsur penting dan berperan aktif dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustaible Development Goals (SDGs). Kontribusi signifikan itu dituangkan dalam sebuah buku penegasan berjudul Fikih Zakat on SDGs yang diluncurkan di kantor Bappenas, Senin, 30 Juli 2018.
Ketua Badan Pengarah Filantropi Indonesia, Ema Witoelar, menuturkan buku Fikih Zakat on SDGs akan mendorong dan memperkuat peran filantropi Islam terutama gerakan zakat dalam pencapaian SDGs di Indonesia. Kehadiran buku ini dinilai menjadi kontribusi muslim Indonesia dalam mendorong penggunaan zakat untuk pencapaian SDGs khususnya di negara muslim.
"Melalui Fikih Zakat ini Indonesia bisa mempelopori sekaligus menggerakkan dan mengampanyekan gerakan zakat di negara-negara Islam," ujar Ema dalam peluncuran buku Fikih Zakat on SDGs di Kantor Bappenas Jalan Senopati, Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.
Sosialisasi menjadi penting agar gerakan zakat di Tanah Air membuahkan hasil yang baik untuk dicontoh negara mayoritas muslim lainnya. Perwujudan 17 tujuan berkelanjutan di tahun 2030 dalam buku ini pun bersifat dua arah, yakni zakat sebagai instrumen pendukung pencapaian SDGs sekaligus penerapan paradigma SDGs dalam pengelolaan zakat.
"Fikih zakat ini sangat penting untuk disosialisasikan dan dipromosikan dalam berbagai forum internasional termasuk di high level meeting Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar bisa diimplementasikan bersama," ucapnya.
Menteri PPN/Kepala Bapenas Bambang Brojonegoro menyampaikan bahwa distribusi zakat di Indoensia disirkulasikan dalam beberapa sektor seperti ekonomi, pendidikan dan dakwah. Tak hanya itu, sektor kesehatan dan sosial juga tak luput dari perhatian penyaluran zakat.
"Sektor sosial memiliki alokasi tertinggi di tingkat nasional dengan hampir setengah dari total dana zakat, yaitu 41,27 persen atau hampir Rp1 triliun. Kemudian 20,35 persen pendidikan, ekonomi dan dakwah 15,01 persen, serta 8,5 persen untuk kesehatan," paparnya.
Baca: Buku Fikih Zakat untuk Pembangunan Berkelanjutan Diluncurkan
Semenatara itu, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Soedibyo mengharapkan buku SDGs menjadi panduan bagi pengelola zakat dalam pencapaian SDGs. Menurutnya, zakat punya peran penting lantaran menjadi sumber filantropi yang paling potensial dan berkembang pesat khususnya di Indonesia.
Data Baznas pada 2015 menunjukan potensi zakat Indonesia mencapai Rp286 triliun, sedangkan jumlah zakat yang berhasil dihimpun mencapai Rp3,6 triliun. Pendayagunaan zakat juga meluas untuk program bersifat strategis seperti sanitasi serta perlindungan perempuan dan anak.
"Zakat itu dinamis karena perlu disesuaikan dengan zaman. Dengan terbitnya buku ini maka tidak ada keraguan lagi bahwa memang apa yang dilakukan dalam penyaluran zakat selaras dengan SDGs. Memang perlu kejelasan agar pengelola zakat tidak ragu-ragu mendistribusikan dana zakatnya," tuturnya.
Jakarta: Gerakan zakat di Indoensia dinilai telah tercatat sebagai unsur penting dan berperan aktif dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustaible Development Goals (SDGs). Kontribusi signifikan itu dituangkan dalam sebuah buku penegasan berjudul Fikih Zakat on SDGs yang diluncurkan di kantor Bappenas, Senin, 30 Juli 2018.
Ketua Badan Pengarah Filantropi Indonesia, Ema Witoelar, menuturkan buku Fikih Zakat on SDGs akan mendorong dan memperkuat peran filantropi Islam terutama gerakan zakat dalam pencapaian SDGs di Indonesia. Kehadiran buku ini dinilai menjadi kontribusi muslim Indonesia dalam mendorong penggunaan zakat untuk pencapaian SDGs khususnya di negara muslim.
"Melalui Fikih Zakat ini Indonesia bisa mempelopori sekaligus menggerakkan dan mengampanyekan gerakan zakat di negara-negara Islam," ujar Ema dalam peluncuran buku Fikih Zakat on SDGs di Kantor Bappenas Jalan Senopati, Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.
Sosialisasi menjadi penting agar gerakan zakat di Tanah Air membuahkan hasil yang baik untuk dicontoh negara mayoritas muslim lainnya. Perwujudan 17 tujuan berkelanjutan di tahun 2030 dalam buku ini pun bersifat dua arah, yakni zakat sebagai instrumen pendukung pencapaian SDGs sekaligus penerapan paradigma SDGs dalam pengelolaan zakat.
"Fikih zakat ini sangat penting untuk disosialisasikan dan dipromosikan dalam berbagai forum internasional termasuk di high level meeting Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar bisa diimplementasikan bersama," ucapnya.
Menteri PPN/Kepala Bapenas Bambang Brojonegoro menyampaikan bahwa distribusi zakat di Indoensia disirkulasikan dalam beberapa sektor seperti ekonomi, pendidikan dan dakwah. Tak hanya itu, sektor kesehatan dan sosial juga tak luput dari perhatian penyaluran zakat.
"Sektor sosial memiliki alokasi tertinggi di tingkat nasional dengan hampir setengah dari total dana zakat, yaitu 41,27 persen atau hampir Rp1 triliun. Kemudian 20,35 persen pendidikan, ekonomi dan dakwah 15,01 persen, serta 8,5 persen untuk kesehatan," paparnya.
Baca: Buku Fikih Zakat untuk Pembangunan Berkelanjutan Diluncurkan
Semenatara itu, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Soedibyo mengharapkan buku SDGs menjadi panduan bagi pengelola zakat dalam pencapaian SDGs. Menurutnya, zakat punya peran penting lantaran menjadi sumber filantropi yang paling potensial dan berkembang pesat khususnya di Indonesia.
Data Baznas pada 2015 menunjukan potensi zakat Indonesia mencapai Rp286 triliun, sedangkan jumlah zakat yang berhasil dihimpun mencapai Rp3,6 triliun. Pendayagunaan zakat juga meluas untuk program bersifat strategis seperti sanitasi serta perlindungan perempuan dan anak.
"Zakat itu dinamis karena perlu disesuaikan dengan zaman. Dengan terbitnya buku ini maka tidak ada keraguan lagi bahwa memang apa yang dilakukan dalam penyaluran zakat selaras dengan SDGs. Memang perlu kejelasan agar pengelola zakat tidak ragu-ragu mendistribusikan dana zakatnya," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)