medcom.id Jakarta: Terpidana kasus suap Bupati Buol, Hartati Murdaya mendapatkan pembebasan bersyarat yang diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin. Pembebasan bersyarat tersebut dianggap oleh para pengamat dan tokoh agama sebagai keputusan yang tidak tepat.
"MenkumHAM ngawur kalau menyatakan bahwa syarat-syarat dalam PP 99/2012 itu sifatnya alternatif," ujar Pengamat Hukum, Asep Iwan Iriawan lewat siaran pers yang diterima Metrotvnews.com, Kamis (4/9/2014).
Menurutnya, syarat-syarat dalam PP 99 Tahun 2012 yang dikatakan oleh MenkumHAM tersebut bersifat kumulatif, sehingga seluruh syarat tersebut harus dipenuhi. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi pembebasan bersyaratnya seharusnya tidak bisa diberikan.
Jika pembebasan bersyarat tersebut tetap diberikan, tambahnya, seharusnya pembebasan bersyarat tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat-syarat dalam PP 99/2012.
Sementara itu, rohaniawan Katolik dan pengamat sosial, Romo Benny Susetyo mengatakan bahwa pembebasan bersyarat yang diberikan oleh MenkumHAM kepada Hartati Murdaya mencederai rasa keadilan masyarakat. Pemberian bebas bersyarat kepada Hartati dinilai kontra produktif dan inkonsisten dengan semangat pemberantasan korupsi yang gencar didengungkan oleh pemerintah.
Ia menilai, usaha yang dilakukan oleh KPK dan aparat penegak hukum dinafikan oleh hal-hal di luar fakta hukum yang ada. Tindakan tersebut juga menjadikan hukum terlihat tidak memiliki kekuatan di hadapan lobi politik dan kekuatan kapital.
Pembebasan Hartati juga dinilai memunculkan ketidakpastian hukum, karena yang menjadi dasar diberikannya pembebasan tersebut tidak relevan dengan pertimbangan hukum. "Harusnya pembebasan bersyarat Hartati Murdaya batal demi hukum," ujar Pengamat Sosial itu.
Seperti diketahui, Hartati mulai ditahan di rumah tahanan Pondok Bambu pada 12 September 2012. Pada 4 Februari 2013, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhi hukuman vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara. Ia mendapat pembebasan bersyarat pada 29 Agustus 2014. Banyak kalangan menilai pembebasan bersyarat Hartati tidak sesuai keadilan dan tidak sesuai UU. Jika Hartati dibebaskan karena telah menjalani 2/3 kurungan seperti yang tercantum dalam UU, maka seharusnya Hartati baru bisa dibebaskan pada November 2014.
medcom.id Jakarta: Terpidana kasus suap Bupati Buol, Hartati Murdaya mendapatkan pembebasan bersyarat yang diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin. Pembebasan bersyarat tersebut dianggap oleh para pengamat dan tokoh agama sebagai keputusan yang tidak tepat.
"MenkumHAM ngawur kalau menyatakan bahwa syarat-syarat dalam PP 99/2012 itu sifatnya alternatif," ujar Pengamat Hukum, Asep Iwan Iriawan lewat siaran pers yang diterima Metrotvnews.com, Kamis (4/9/2014).
Menurutnya, syarat-syarat dalam PP 99 Tahun 2012 yang dikatakan oleh MenkumHAM tersebut bersifat kumulatif, sehingga seluruh syarat tersebut harus dipenuhi. Jika syarat tersebut tidak dipenuhi pembebasan bersyaratnya seharusnya tidak bisa diberikan.
Jika pembebasan bersyarat tersebut tetap diberikan, tambahnya, seharusnya pembebasan bersyarat tersebut batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat-syarat dalam PP 99/2012.
Sementara itu, rohaniawan Katolik dan pengamat sosial, Romo Benny Susetyo mengatakan bahwa pembebasan bersyarat yang diberikan oleh MenkumHAM kepada Hartati Murdaya mencederai rasa keadilan masyarakat. Pemberian bebas bersyarat kepada Hartati dinilai kontra produktif dan inkonsisten dengan semangat pemberantasan korupsi yang gencar didengungkan oleh pemerintah.
Ia menilai, usaha yang dilakukan oleh KPK dan aparat penegak hukum dinafikan oleh hal-hal di luar fakta hukum yang ada. Tindakan tersebut juga menjadikan hukum terlihat tidak memiliki kekuatan di hadapan lobi politik dan kekuatan kapital.
Pembebasan Hartati juga dinilai memunculkan ketidakpastian hukum, karena yang menjadi dasar diberikannya pembebasan tersebut tidak relevan dengan pertimbangan hukum. "Harusnya pembebasan bersyarat Hartati Murdaya batal demi hukum," ujar Pengamat Sosial itu.
Seperti diketahui, Hartati mulai ditahan di rumah tahanan Pondok Bambu pada 12 September 2012. Pada 4 Februari 2013, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhi hukuman vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara. Ia mendapat pembebasan bersyarat pada 29 Agustus 2014. Banyak kalangan menilai pembebasan bersyarat Hartati tidak sesuai keadilan dan tidak sesuai UU. Jika Hartati dibebaskan karena telah menjalani 2/3 kurungan seperti yang tercantum dalam UU, maka seharusnya Hartati baru bisa dibebaskan pada November 2014.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)