medcom.id, Jakarta: Kelompok pengajian Majelis Rosulullah meminta Presiden Jusuf Kalla mengizinkan kawasan Monas dijadikan tempat zikir akbar.
Dewan Majelis Syuro Majelis Rasulullah, Nabil bin Fuad Almusa menyampaikan keinginannya menggunakan Monas sebagai tempat zikir.
"Pak Wapres, kami mewakili jemaah berkeinginan menggunakan Monas kembali. Semoga pak Wapres bisa mengabulkan," kata Nabil di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (24/12/2015).
Nabil mengatakan, kebanyakan jamaah lebih senang zikir di Monas ketimbang di Masjid Istiqlal. "Lebih senang di Monas atau Istiqlal?," tanya Nabil kepada jemaah.
"Monas," seru jemaah.
Menanggapi hal tersebut, JK menjawab, zikir dan mengagungkan Nabi Muhammad tidak perlu di Monas, tapi bisa di rumah, masjid dan dimanapun.
"Perayaan maulid dan zikir menjadi perhatian kita semua. Melaksanakan sisi ibadah di manapun dilihat dan didengar Allah. Apa di masjid, Monas atau rumah masing-masing akan didengar," katanya.
JK mengimbau, kelompok pengajian mengadakan zikir tanpa mengganggu lalu lintas. Sebab, masih banyak majelis zikir yang menggelar pengajian dengan menutup dan memarkir kendaraan di tepi jalan. Aksi itu mengganggu masyarakat. Zikir seperti itu tidak mencerminkan teladan Rasulullah.
"Zikir seluruh jalan ditutup dan mancet, ini mengganggu masayarakt. Zikir yang tertib seperti ini bukan teladan Rasulullah," kata JK.
Terkait permintaan menggunakn kawasan Monas, JK akan bicarakannya dengan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. "Nanti kita bicarakan dengan gubernur," ujarnya.
Seperti diketahui, Ahok tak memberi izin pengajian di Monas untuk menjaga kawasan Monas dari pedagang kaki lima (PKL). Ahok minta pengajian digelar di Masjid Istiqlal.
"Pengajian bisa di Istiqlal. Tidak perlu pakai Monas. Apakah Tuhan tidak dengar kalau tidak di Monas?," kata Ahok di Balai Kota, Jumat 16 Oktober.
Ahok keberatan bila kebijakannnya dikaitkan dengan SARA. Ia menegaskan, peraturan tersebut berlaku umum, termasuk kegiatan keagamaan.
"Kalau Majelis Rasulullah dikasih, majelis yang juga minta. Kristen, Budha ikutan minta. Terus banyak PKL. Lebih baik semu dilarang, kalau ibadah di rumah ibadah masing-masing,” ujarnya.
medcom.id, Jakarta: Kelompok pengajian Majelis Rosulullah meminta Presiden Jusuf Kalla mengizinkan kawasan Monas dijadikan tempat zikir akbar.
Dewan Majelis Syuro Majelis Rasulullah, Nabil bin Fuad Almusa menyampaikan keinginannya menggunakan Monas sebagai tempat zikir.
"Pak Wapres, kami mewakili jemaah berkeinginan menggunakan Monas kembali. Semoga pak Wapres bisa mengabulkan," kata Nabil di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (24/12/2015).
Nabil mengatakan, kebanyakan jamaah lebih senang zikir di Monas ketimbang di Masjid Istiqlal. "Lebih senang di Monas atau Istiqlal?," tanya Nabil kepada jemaah.
"Monas," seru jemaah.
Menanggapi hal tersebut, JK menjawab, zikir dan mengagungkan Nabi Muhammad tidak perlu di Monas, tapi bisa di rumah, masjid dan dimanapun.
"Perayaan maulid dan zikir menjadi perhatian kita semua. Melaksanakan sisi ibadah di manapun dilihat dan didengar Allah. Apa di masjid, Monas atau rumah masing-masing akan didengar," katanya.
JK mengimbau, kelompok pengajian mengadakan zikir tanpa mengganggu lalu lintas. Sebab, masih banyak majelis zikir yang menggelar pengajian dengan menutup dan memarkir kendaraan di tepi jalan. Aksi itu mengganggu masyarakat. Zikir seperti itu tidak mencerminkan teladan Rasulullah.
"Zikir seluruh jalan ditutup dan mancet, ini mengganggu masayarakt. Zikir yang tertib seperti ini bukan teladan Rasulullah," kata JK.
Terkait permintaan menggunakn kawasan Monas, JK akan bicarakannya dengan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. "Nanti kita bicarakan dengan gubernur," ujarnya.
Seperti diketahui, Ahok tak memberi izin pengajian di Monas untuk menjaga kawasan Monas dari pedagang kaki lima (PKL). Ahok minta pengajian digelar di Masjid Istiqlal.
"Pengajian bisa di Istiqlal. Tidak perlu pakai Monas. Apakah Tuhan tidak dengar kalau tidak di Monas?," kata Ahok di Balai Kota, Jumat 16 Oktober.
Ahok keberatan bila kebijakannnya dikaitkan dengan SARA. Ia menegaskan, peraturan tersebut berlaku umum, termasuk kegiatan keagamaan.
"Kalau Majelis Rasulullah dikasih, majelis yang juga minta. Kristen, Budha ikutan minta. Terus banyak PKL. Lebih baik semu dilarang, kalau ibadah di rumah ibadah masing-masing,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)