Jakarta: Pemerintah mencoba berbagai strategi untuk mewujudkan Papua damai, salah satunya dengan mengadakan event berskala nasional seperti PON Papua XX 2021 dan Peparnas Papua XVI. Namun, hal tersebut dinilai tidak dibarengi dengan komunikasi yang kuat.
Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyebut pembangunan atau event yang diselenggarakan di Papua masih kurang melibatkan partisipasi masyarakat Papua. Tanpa komunikasi baik, masyarakat Papua berpandangan yang dilakukan pemerintah hanya untuk kepentingan pusat.
“Banyak masyarakat Papua melihat itu lebih menunjukkan ambisi dan kepentingan pusat ketimbang kepentingan masyarakat Papua itu sendiri, ini yang jadi masalah,” terang Khairul dalam tayangan Metro Pagi Primetime di Metro TV, Selasa, 23 November 2021.
Khairul menyarankan pemerintah untuk lebih banyak mengutamakan pendekatan dialog. Ini bertujuan agar partisipasi masyarakat Papua hadir dan lebih kuat lagi.
Selain itu, kelompok teroris kriminal bersenjata (KKB) di Papua dikatakan jual beli senjata dengan Papua Nugini. Menurut Khairul, kapasitas intelijen perlu ditingkatkan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
“Sarana dan prasarana terutama yang berkaitan dengan teknologi pemantauan dan pengawasan yang perlu didorong ke perbatasan,” ujar Khairul.
Khairul menyebut permasalahan perbatasan tidak harus diselesaikan dengan pengerahan SDM yang besar. Pasukan TNI, lanjut Khairul, tidak dapat mengamankan seluruh titik daerah perbatasan.
“Bukan soal penjagaannya, karena tidak mungkin pasukan melakukan pengawasan besar besaran dan menjangkau semua titik,” katanya.
Khairul menyarankan pemanfatan teknologi untuk mengumpulkan data dan informasi. Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi celah rawan yang bisa dimasuki untuk aktivitas yang melanggar hukum atau mendukung terjadinya kejahatan. (Widya Finola Ifani Putri)
Jakarta: Pemerintah mencoba berbagai strategi untuk mewujudkan
Papua damai, salah satunya dengan mengadakan event berskala nasional seperti PON Papua XX 2021 dan Peparnas Papua XVI. Namun, hal tersebut dinilai tidak dibarengi dengan komunikasi yang kuat.
Peneliti militer dari
Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyebut pembangunan atau event yang diselenggarakan di
Papua masih kurang melibatkan partisipasi masyarakat Papua. Tanpa komunikasi baik, masyarakat Papua berpandangan yang dilakukan pemerintah hanya untuk kepentingan pusat.
“Banyak masyarakat Papua melihat itu lebih menunjukkan ambisi dan kepentingan pusat ketimbang kepentingan masyarakat Papua itu sendiri, ini yang jadi masalah,” terang Khairul dalam tayangan
Metro Pagi Primetime di
Metro TV, Selasa, 23 November 2021.
Khairul menyarankan pemerintah untuk lebih banyak mengutamakan pendekatan dialog. Ini bertujuan agar partisipasi masyarakat Papua hadir dan lebih kuat lagi.
Selain itu, kelompok teroris kriminal bersenjata (
KKB) di Papua dikatakan jual beli senjata dengan Papua Nugini. Menurut Khairul, kapasitas intelijen perlu ditingkatkan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
“Sarana dan prasarana terutama yang berkaitan dengan teknologi pemantauan dan pengawasan yang perlu didorong ke perbatasan,” ujar Khairul.
Khairul menyebut permasalahan perbatasan tidak harus diselesaikan dengan pengerahan SDM yang besar. Pasukan TNI, lanjut Khairul, tidak dapat mengamankan seluruh titik daerah perbatasan.
“Bukan soal penjagaannya, karena tidak mungkin pasukan melakukan pengawasan besar besaran dan menjangkau semua titik,” katanya.
Khairul menyarankan pemanfatan teknologi untuk mengumpulkan data dan informasi. Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi celah rawan yang bisa dimasuki untuk aktivitas yang melanggar hukum atau mendukung terjadinya kejahatan.
(Widya Finola Ifani Putri) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)