medcom.id, Jakarta: Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 mengalami perubahan kebijakan anggaran. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat, salah satu perubahan itu ialah adanya alokasi dana antisipasi pembayaran untuk korban terdampak Lumpur Lapindo.
Manager Advokasi FITRA Apung Widadi setuju kerugian korban Lumpur Lapindo harus dibayar. Namun, ia tidak sepakat bila negara harus ikut campur dalam menyelesaikan utang tersebut.
"Jangan pakai APBN. Itu harus dibayar pakai uang perusahaan, bukan uang negara," tegas Apung di kantor FITRA, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Minggu (5/6/2016).
Apung mengungkapkan, di nota APBN 2015, PT Lapindo Brantas mendapatkan alokasi dana Rp770 miliar. Tahun ini, pemerintah berencana mengalokasikan anggaran Rp54 miliar.
"Apa mungkin ini bentuk transaksional Partai Golkar setelah merapat ke pemerintah?" tuturnya.
Sementara itu, Sekjen FITRA Yenny Sucipto menuturkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pengelolaan penangan Lumpur Lapindo belum transparan. BPK juga menemukan adanya ketidakpatuhan dalam Peraturan Perundang-undangan pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
"Yang ditemukan BPK adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas Bongkaran Bangunan senilai Rp 7,1 miliar belum disetor ke kas negara," ucap dia.
medcom.id, Jakarta: Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 mengalami perubahan kebijakan anggaran. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat, salah satu perubahan itu ialah adanya alokasi dana antisipasi pembayaran untuk korban terdampak Lumpur Lapindo.
Manager Advokasi FITRA Apung Widadi setuju kerugian korban Lumpur Lapindo harus dibayar. Namun, ia tidak sepakat bila negara harus ikut campur dalam menyelesaikan utang tersebut.
"Jangan pakai APBN. Itu harus dibayar pakai uang perusahaan, bukan uang negara," tegas Apung di kantor FITRA, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Minggu (5/6/2016).
Apung mengungkapkan, di nota APBN 2015, PT Lapindo Brantas mendapatkan alokasi dana Rp770 miliar. Tahun ini, pemerintah berencana mengalokasikan anggaran Rp54 miliar.
"Apa mungkin ini bentuk transaksional Partai Golkar setelah merapat ke pemerintah?" tuturnya.
Sementara itu, Sekjen FITRA Yenny Sucipto menuturkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pengelolaan penangan Lumpur Lapindo belum transparan. BPK juga menemukan adanya ketidakpatuhan dalam Peraturan Perundang-undangan pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
"Yang ditemukan BPK adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas Bongkaran Bangunan senilai Rp 7,1 miliar belum disetor ke kas negara," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)