Jakarta: Perbincangan mengenai ganja medis di Indonesia masih menuai polemik. Mahkamah Konstitusi (MK) belum memutuskan penyebarluasan ganja selain untuk penelitian ilmiah dan pelayanan kesehatan seperti yang tertuang pada Pasal 7 dan Pasal 8 ayat 1 UU Narkotika.
Legalisasi ganja ramai diperbincangkan semenjak seorang ibu yang berinisial S tengah memperjuangkan pengobatan untuk anaknya yang menderita celebral palsy. S melayangkan surat kepada MK karena tak ada kepastian walau sudah dua tahun mengajukan uji materi.
Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan mengatakan, pada dasarnya ganja, kokain, heroin termasuk narkotika yang legal tetapi bersyarat. Asep berpendapat, keterlambatan MK dalam menanggapi kasus ini karena banyaknya sengketa lain yang harus diurus dan aturan yang ada soal narkotika sudah jelas.
“Pada Pasal 7 UU Narkotika hanya untuk kepentingan penelitian ilmiah dan pelayanan kesehatan. Bahkan di seluruh dunia barang-barang yang dianggap haram pun boleh digunakan untuk penelitian. Makanya dikunci pakai Pasal 8 ayat 1 tidak boleh, namun boleh dalam jumlah terbatas,” kata Asep.
Ganja merupakan narkotika golongan 1 yang berbahaya tetapi dalam UU Narkotika dijelaskan bahwa itu adalah zat, obat yang sangat diperlukan untuk penyakit tertentu. Maka dari itu yang dapat menentukan penggunaannya agar tetap dalam takaran yang benar adalah anggota medis dan farmakolog. (Rona Marina Nisaasari)
Jakarta: Perbincangan mengenai
ganja medis di Indonesia masih menuai polemik.
Mahkamah Konstitusi (MK) belum memutuskan penyebarluasan ganja selain untuk penelitian ilmiah dan pelayanan kesehatan seperti yang tertuang pada Pasal 7 dan Pasal 8 ayat 1 UU Narkotika.
Legalisasi ganja ramai diperbincangkan semenjak seorang ibu yang berinisial S tengah memperjuangkan pengobatan untuk anaknya yang menderita celebral palsy. S melayangkan surat kepada MK karena tak ada kepastian walau sudah dua tahun mengajukan uji materi.
Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan mengatakan, pada dasarnya ganja, kokain, heroin termasuk narkotika yang legal tetapi bersyarat. Asep berpendapat, keterlambatan MK dalam menanggapi kasus ini karena banyaknya sengketa lain yang harus diurus dan aturan yang ada soal narkotika sudah jelas.
“Pada Pasal 7 UU Narkotika hanya untuk kepentingan penelitian ilmiah dan pelayanan kesehatan. Bahkan di seluruh dunia barang-barang yang dianggap haram pun boleh digunakan untuk penelitian. Makanya dikunci pakai Pasal 8 ayat 1 tidak boleh, namun boleh dalam jumlah terbatas,” kata Asep.
Ganja merupakan narkotika golongan 1 yang berbahaya tetapi dalam UU Narkotika dijelaskan bahwa itu adalah zat, obat yang sangat diperlukan untuk penyakit tertentu. Maka dari itu yang dapat menentukan penggunaannya agar tetap dalam takaran yang benar adalah anggota medis dan farmakolog. (
Rona Marina Nisaasari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)