Metrotnews.com, Jakarta: Kepala Sub Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengatakan, salah satu penyebab jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 karena adanya retakan pada Rudder Travel Limiter (RTL) yang berada di ekor pesawat.
"Ada komponen RTL yang mengalami keretakan solder pada electronic module yang lokasinya berada pada vertical stabilizer," kata Nurcahyo dalam jumpa pers di Kementerian Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).
Nurcahyo menjelaskan, retakan diduga karena ruangan tempat RTL yang ada di ekor pesawat tak memiliki pendingin. Ketika pesawat berada di darat, suhu tempat penyimpanan RTL pun meningkat karena terpapar matahari.
Namun, saat terbang dengan ketinggian 32.000 kaki suhu mencapai minus 50 derajat celcius.
"Kondisi seperti itu yang diduga membuat retakan," jelas Nurcahyo.
Dengan adanya retakan tersebut, diduga muncul empat kali aktivasi peringatan sehingga pilot diduga melakukan tindakan mereset FAC.
KNKT juga menemukan investigasi terhadap kondisi pesawat selama 12 bulan terakhir di tahun 2014. Dalam investigasi tersebut, diketahui bahwa kerusakan yang sama sudah terjadi sebanyak 23 kali sepanjang Januari hingga Desember 2014.
"Bahkan frekuensi kerusakan semakin sering terjadi pada 3 bulan terakhir sebelum kecelakaan," ujar dia.
KNKT mengimbau AirAsia untuk memanfaatkan sistem perawatan pesawat menggunakan Post Flight Report (PFR) secara optimal, sehingga gangguan pada RTL yang berulang-ulang bisa selesai secara tuntas.
"Setelah pesawat mendarat, laporan gangguan bisa dicetak dan melakukan tindakan perbaikan. Ini kurang dianalisa dengan baik, sehingga data tidak mencukupi. Di Indonesia tidak ada kewajiban pilot melapor kalau pesawat ada gangguan, supaya bisa diperbaiki," kata Nurcahyo.  
  
  
    Metrotnews.com, Jakarta: Kepala Sub Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengatakan, salah satu penyebab jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 karena adanya retakan pada 
Rudder Travel Limiter (RTL) yang berada di ekor pesawat. 
"Ada komponen RTL yang mengalami keretakan solder pada 
electronic module yang lokasinya berada pada 
vertical stabilizer," kata Nurcahyo dalam jumpa pers di Kementerian Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015). 
Nurcahyo menjelaskan, retakan diduga karena ruangan tempat RTL yang ada di ekor pesawat tak memiliki pendingin. Ketika pesawat berada di darat, suhu tempat penyimpanan RTL pun meningkat karena terpapar matahari.
Namun, saat terbang dengan ketinggian 32.000 kaki suhu mencapai minus 50 derajat celcius. 
"Kondisi seperti itu yang diduga membuat retakan," jelas Nurcahyo. 
Dengan adanya retakan tersebut, diduga muncul empat kali aktivasi peringatan sehingga pilot diduga melakukan tindakan mereset FAC. 
KNKT juga menemukan investigasi terhadap kondisi pesawat selama 12 bulan terakhir di tahun 2014. Dalam investigasi tersebut, diketahui bahwa kerusakan yang sama sudah terjadi sebanyak 23 kali sepanjang Januari hingga Desember 2014. 
"Bahkan frekuensi kerusakan semakin sering terjadi pada 3 bulan terakhir sebelum kecelakaan," ujar dia. 
KNKT mengimbau AirAsia untuk memanfaatkan sistem perawatan pesawat menggunakan 
Post Flight Report (PFR) secara optimal, sehingga gangguan pada RTL yang berulang-ulang bisa selesai secara tuntas. 
"Setelah pesawat mendarat, laporan gangguan bisa dicetak dan melakukan tindakan perbaikan. Ini kurang dianalisa dengan baik, sehingga data tidak mencukupi. Di Indonesia tidak ada kewajiban pilot melapor kalau pesawat ada gangguan, supaya bisa diperbaiki," kata Nurcahyo. 
Cek Berita dan Artikel yang lain di 
            
                
                
                    Google News
                
            Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)