medcom.id, Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengklaim adanya kenaikan tingkat kekerasan pada anak di tahun 2016. Sebab itu, KPAI memprediksi jumlah pengaduan pun akan bertambah pada tahun ini.
"2016 naik (tingkat kekerasan pada anak)," kata Ketua KPAI Asrorun Niam Soleh saat dihubungi Metrotvnews.com, Rabu (4/5/2016).
Senada dengan pernyataan itu, kata Ketua Divisi Sosialisasi KPAI Erlinda, jumlah pengaduan kasus kekerasan pada anak kuartal ke III tahun 2016 diprediksi naik. "2016 ini belum bisa dikatakan naik atau turun tapi jika melihat periode kuartal 3, bulan ini diprediksi akan naik," jelas Erlinda.
Erlinda menjelaskan, kenaikan ini bukan dilihat dari jumlah kasus yang ada, melainkan kualitas dari kasus kekerasan terhadap anak. "Memang ada penurunan (jumlah pengaduan), tapi kualitas naik karena pelakunya anak-anak," ungkap Erlinda.
KPAI belum bisa mengungkapkan jumlah konkret pengaduan kasus kekerasan pada anak yang masuk sepanjang 2016. Tapi, jumlah pengaduan sempat mengalami penurunan dari tahun 2014 ke 2015.
Tahun 2014, KPAI menerima 5.066 kasus pengaduan. Kasus pengaduan yang paling banyak diadukan ialah soal anak berhadapan hukum (ABH) dengan jumlah 2.208 pengaduan.
Sedangkan di 2015, angka pengaduan menurun banyak, ada 1.698 pengaduan. Pengaduan paling banyak masih ABH dengan jumlah 403 pengaduan.
Asrorun mengakui adanya penurunan itu. Asrorun bilang, penurunan terjadi karena adanya gerakan masif melawan kekerasan pada anak dari pemerintah.
"Karena di tahun 2014 ada beberapa kebijakan progresif terkait perlindungan anak, salah satunya adalah GN-AKSA (Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual terhadap Anak) dan revisi UUPA (Undang-Undang Perlindungan Anak)," jelas Asrorun.
Tapi makin ke sini, seiring pergantian pemerintahan, belum ada lagi pencanangan dari Presiden Joko Widodo dan para menterinya. "Sosialisasi dan tindaklanjutnya perlu dikuatkan," ujar Asrorun.
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, juga mengharapkan hal yang sama dari pemerintahan Jokowi. Sebab, pemerintah memiliki kuasa lebih untuk menggerakan kepedulian masyarakat dalam melawan kekerasan terhadap anak.
"Pemerintah mohon serius dengan pencanangan kembali, tahun '97 Pak Soeharto mencanangkan gerakan nasional perlindungan anak, itu menunjukkan anak-anak harus dilindungi. Tahun 2014, Pak SBY juga mencanangkan anti kekerasan seksual terhadap anak. Dengan pencanangan gerakan nasional akan melibatkan peran serta masyarakat luas," papar Seto, kemarin (3/5).
Gerakan itu harus menyentuh hingga lapisan paling bawah di masyarakat, yakni dengan dibentuknya satuan tugas perlindungan anak di tiap RT/RW. Tugas Ketua Satgas ini memberikan penyuluhan kepada orang tua soal kekerasan pada anak.
"Gerakan ini dikomandokan dari atas, Pak Jokowi mencanangkan gerakan itu," pungkas Seto.
medcom.id, Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengklaim adanya kenaikan tingkat kekerasan pada anak di tahun 2016. Sebab itu, KPAI memprediksi jumlah pengaduan pun akan bertambah pada tahun ini.
"2016 naik (tingkat kekerasan pada anak)," kata Ketua KPAI Asrorun Niam Soleh saat dihubungi
Metrotvnews.com, Rabu (4/5/2016).
Senada dengan pernyataan itu, kata Ketua Divisi Sosialisasi KPAI Erlinda, jumlah pengaduan kasus kekerasan pada anak kuartal ke III tahun 2016 diprediksi naik. "2016 ini belum bisa dikatakan naik atau turun tapi jika melihat periode kuartal 3, bulan ini diprediksi akan naik," jelas Erlinda.
Erlinda menjelaskan, kenaikan ini bukan dilihat dari jumlah kasus yang ada, melainkan kualitas dari kasus kekerasan terhadap anak. "Memang ada penurunan (jumlah pengaduan), tapi kualitas naik karena pelakunya anak-anak," ungkap Erlinda.
KPAI belum bisa mengungkapkan jumlah konkret pengaduan kasus kekerasan pada anak yang masuk sepanjang 2016. Tapi, jumlah pengaduan sempat mengalami penurunan dari tahun 2014 ke 2015.
Tahun 2014, KPAI menerima 5.066 kasus pengaduan. Kasus pengaduan yang paling banyak diadukan ialah soal anak berhadapan hukum (ABH) dengan jumlah 2.208 pengaduan.
Sedangkan di 2015, angka pengaduan menurun banyak, ada 1.698 pengaduan. Pengaduan paling banyak masih ABH dengan jumlah 403 pengaduan.
Asrorun mengakui adanya penurunan itu. Asrorun bilang, penurunan terjadi karena adanya gerakan masif melawan kekerasan pada anak dari pemerintah.
"Karena di tahun 2014 ada beberapa kebijakan progresif terkait perlindungan anak, salah satunya adalah GN-AKSA (Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual terhadap Anak) dan revisi UUPA (Undang-Undang Perlindungan Anak)," jelas Asrorun.
Tapi makin ke sini, seiring pergantian pemerintahan, belum ada lagi pencanangan dari Presiden Joko Widodo dan para menterinya. "Sosialisasi dan tindaklanjutnya perlu dikuatkan," ujar Asrorun.
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, juga mengharapkan hal yang sama dari pemerintahan Jokowi. Sebab, pemerintah memiliki kuasa lebih untuk menggerakan kepedulian masyarakat dalam melawan kekerasan terhadap anak.
"Pemerintah mohon serius dengan pencanangan kembali, tahun '97 Pak Soeharto mencanangkan gerakan nasional perlindungan anak, itu menunjukkan anak-anak harus dilindungi. Tahun 2014, Pak SBY juga mencanangkan anti kekerasan seksual terhadap anak. Dengan pencanangan gerakan nasional akan melibatkan peran serta masyarakat luas," papar Seto, kemarin (3/5).
Gerakan itu harus menyentuh hingga lapisan paling bawah di masyarakat, yakni dengan dibentuknya satuan tugas perlindungan anak di tiap RT/RW. Tugas Ketua Satgas ini memberikan penyuluhan kepada orang tua soal kekerasan pada anak.
"Gerakan ini dikomandokan dari atas, Pak Jokowi mencanangkan gerakan itu," pungkas Seto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)