Jakarta: Revisi Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat batal disahkan pada sidang terakhir Paripurna DPR, 30 September 2019. Batalnya pengesahan RUU tersebut disesalkan sejumlah pihak, salah satunya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
"Kita menyesalkan janji yang dilakukan oleh anggota DPR untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat," kata Deputi Sekjen AMAN, Eustobio Renggi di Kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jakarta Selatan, Selasa, 1 Oktober 2019.
Dia menilai pembatalan ini tak lepas dari daftar inventarisasi masalah (DIM) yang belum rampung. Padahal, presiden telah mengeluarkan surat presiden (supres) yang ditujukan kepada kementerian terkait, untuk mendorong percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat.
Renggi mengatakan tidak disahkannya RUU Masyarakat Adat membuat masyarakat adat menghadapi persoalan administratif. Contohnya, banyak warga masyarakat adat tidak bisa mendapatkan hak pilih di pemilihan umum 2019 lalu.
Selain itu, kata dia, berdampak pula kepada konflik antara masyarakat dengan koorporasi terkait lahan. "Sampai sekarang belum ada pengakuan secara hukum terhadap masyarakat adat atas lahan mereka," ujarnya.
Renggi menyebut pembahasan RUU Masyarakat Adat masih jalan ditempat meski sudah melewati dua periode pemerintahan. "Kami sudah bosan menunggu janji-janji, kami berharap anggota DPR yang baru dilantik bisa mengesahkan RUU Masyarakat Adat," kata dia.
Presiden Jokowi telah menugaskan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi hingga Menteri Hukum dan HAM untuk melakukan pendalaman masalah masyarakat adat melalui Supresnya pada 2018 silam. Namun hingga kini, DIM yang dinginkan DPR tidak kunjung diserahkan.
Jakarta: Revisi Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat batal disahkan pada sidang terakhir Paripurna DPR, 30 September 2019. Batalnya pengesahan RUU tersebut disesalkan sejumlah pihak, salah satunya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
"Kita menyesalkan janji yang dilakukan oleh anggota DPR untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat," kata Deputi Sekjen AMAN, Eustobio Renggi di Kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jakarta Selatan, Selasa, 1 Oktober 2019.
Dia menilai pembatalan ini tak lepas dari daftar inventarisasi masalah (DIM) yang belum rampung. Padahal, presiden telah mengeluarkan surat presiden (supres) yang ditujukan kepada kementerian terkait, untuk mendorong percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat.
Renggi mengatakan tidak disahkannya RUU Masyarakat Adat membuat masyarakat adat menghadapi persoalan administratif. Contohnya, banyak warga masyarakat adat tidak bisa mendapatkan hak pilih di pemilihan umum 2019 lalu.
Selain itu, kata dia, berdampak pula kepada konflik antara masyarakat dengan koorporasi terkait lahan. "Sampai sekarang belum ada pengakuan secara hukum terhadap masyarakat adat atas lahan mereka," ujarnya.
Renggi menyebut pembahasan RUU Masyarakat Adat masih jalan ditempat meski sudah melewati dua periode pemerintahan. "Kami sudah bosan menunggu janji-janji, kami berharap anggota DPR yang baru dilantik bisa mengesahkan RUU Masyarakat Adat," kata dia.
Presiden Jokowi telah menugaskan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi hingga Menteri Hukum dan HAM untuk melakukan pendalaman masalah masyarakat adat melalui Supresnya pada 2018 silam. Namun hingga kini, DIM yang dinginkan DPR tidak kunjung diserahkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)