Jakarta: Tes spesimen covid-19 melalui polymerase chain reaction (PCR) membutuhkan waktu cukup lama untuk mengeluarkan hasil. Fasilitas laboratorium PCR masih terbatas.
"Dari awal covid-19, kita sudah berupaya untuk menambah fasilitas laboratorium PCR. Tidak mudah karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk membuat suatu laboratorium PCR," kata juru bicara covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia di Jakarta, Selasa, 26 Januari 2021.
Syarat laboratorium PCR antara lain ketersediaan mesin tes spesimen, memenuhi standar keamanan, serta ketersediaan sumber daya manusia (SDM). Nadia menyebut produksi mesin tes spesimen untuk PCR maupun tes cepat molekuler (TCM) terbatas.
Indonesia belum mampu memproduksi mesin tes spesimen mandiri. Mesin tersebut masih didatangkan dari luar negeri.
"Dan ada kuota sebetulnya tiap negara. Ini salah satu yang membuat kita tidak bisa laksanakan dengan baik (tes spesimen cepat)," ujar Nadia.
Selain itu, jumlah spesimen per hari yang harus dites masih cukup banyak. Terutama, spesimen dari DKI Jakarta yang mencapai 10 ribu per hari.
"Tentunya workload-nya (tes spesimen) juga akan lama," kata dia.
Kementerian Kesehatan, kata dia, telah menyediakan alternatif lainnya guna meminimalisasi keterlambatan hasil tes PCR. Alternatif itu berupa pemeriksaan rapid antigen yang memiliki kualitas hampir sama seperti PCR.
"Kebijakan Pak Menteri Kesehatan (Budi Gunadi Sadikin) pemeriksaan antigen ini bisa dilaksanakan di puskesmas. Dan kita akan memperluas akses pemeriksaan PCR dan mengurangi waktu tunggunya," kata Nadia.
Jakarta: Tes spesimen
covid-19 melalui
polymerase chain reaction (PCR) membutuhkan waktu cukup lama untuk mengeluarkan hasil. Fasilitas laboratorium PCR masih terbatas.
"Dari awal covid-19, kita sudah berupaya untuk menambah fasilitas laboratorium PCR. Tidak mudah karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk membuat suatu laboratorium PCR," kata juru bicara covid-19 Kementerian Kesehatan (
Kemenkes), Siti Nadia di Jakarta, Selasa, 26 Januari 2021.
Syarat laboratorium PCR antara lain ketersediaan mesin tes spesimen, memenuhi standar keamanan, serta ketersediaan sumber daya manusia (SDM). Nadia menyebut produksi mesin tes spesimen untuk PCR maupun tes cepat molekuler (TCM) terbatas.
Indonesia belum mampu memproduksi mesin tes spesimen mandiri. Mesin tersebut masih didatangkan dari luar negeri.
"Dan ada kuota sebetulnya tiap negara. Ini salah satu yang membuat kita tidak bisa laksanakan dengan baik (tes spesimen cepat)," ujar Nadia.
Selain itu, jumlah spesimen per hari yang harus dites masih cukup banyak. Terutama, spesimen dari DKI Jakarta yang mencapai 10 ribu per hari.
"Tentunya
workload-nya (tes spesimen) juga akan lama," kata dia.
Kementerian Kesehatan, kata dia, telah menyediakan alternatif lainnya guna meminimalisasi keterlambatan hasil tes PCR. Alternatif itu berupa pemeriksaan
rapid antigen yang memiliki kualitas hampir sama seperti PCR.
"Kebijakan Pak Menteri Kesehatan (Budi Gunadi Sadikin) pemeriksaan antigen ini bisa dilaksanakan di puskesmas. Dan kita akan memperluas akses pemeriksaan PCR dan mengurangi waktu tunggunya," kata Nadia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)