Gerakan Antropolog untuk Indonesia. MTVN/ Lukman Diah Sari
Gerakan Antropolog untuk Indonesia. MTVN/ Lukman Diah Sari

Antropolog: Demokrasi Diselewengkan Jadi Kebablasan Berpendapat

Lukman Diah Sari • 17 Desember 2016 10:09
medcom.id, Jakarta: Antropolog yang tergabung dalam Antropolog untuk Indonesia, Sulistyowati Irianto menyebut, saat ini demokrasi telah diselewengkan. Kebebasan berpendapat menjadi kebablasan berpendapat.
 
"Kebablasan berpendapat di depan aparat penegak hukum. Hukum di Indonesia kurang memberi perlindungan hak minoritas seperti yang miskin, mereka yang tidak masuk agama resmi dan masyarakat adat," ujar dia di kawasan Ampera, Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2016).
 
Tak sampai di situ, kata Sulistyowati, prilaku yang bersifat koruptif pun ditunjukan oleh para lembaga hingga wakil rakyat. Bahkan penegak hukum pun turut melakukan korupsi, hingga menimbulkan rasa ketidakpercayaan masyarakat.

Oleh karena itu, seruan pun ditujukan ke sejumlah pihak termasuk pemerintah juga penegak hukum. Agar bisa meletakan kepentingan tanah air di atas segalanya.
 
Tak sampai di situ, antropolog Gigin Praginanto menyebut, bila nilai kebhinekaan dibuyarkan dan menjadi darurat. Maka, bakal berkembang menjadi konflik dan krisis. Terutama sikan intoleran melalui sosial media.
 
"Berbagai sosial media terjadi perang konflik. Konflik kepentingan yang disalurkan dalam bentuk meme suatu saat bisa keluar dari cyber ke dunia nyata," jelas dia.
 
Hal inilah, yang dikhawatirkan oleh antropolog ke depannya untuk Indonesia. Melalui konflik di media sosial kemudian muncul di dunia nyata.
 
Semnentara itu Antropolog Kartini Sjahrir menyebut, sejak era reformasi, Indonesia berada di situasi eksplosif kejiwaan. Menurutnya, masyarakat kerap mengolok-olok ketika melihat orang lain kesusahan.
 
"Soal intoleran, kenapa di kota besar lebih tinggi. Karena kepentingan politik, kepentingan memenangkan Pilkada. Pokoknya kepentingan sesaat dan paling mudah jargon agama, suku, bangsa yang dibuat. Karena tidak perlu mikir," tegas Kartini.
 
Oleh karena itu, kebhinekaan Indonesia patut diperjuangkan kembali. Menurut para antropolog tersebut, adanya darurat kebangsaan memanggil mereka untuk tak lagi abai. Lantas, bagaimana solusinya ?
 
Sulistyowati menyebut, dengan mempromosikan nilai kultural yang disepakati bersama sebagai budaya nasional.
 
"Kami merancang strategi kultural berdasar sumber kearifan lokal untuk mengatasi dampak negatif ini," tandas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SCI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan