medcom.id, Balikpapan: Kepala daerah ditagih aksi nyata mereka dalam menjaga iklim dunia. Tantangan besar dunia saat ini adalah menggeser agenda dialog mengenai iklim ke aksi nyata.
"Bisa dimulai dengan menyamakan tata kelola iklim, khususnya dari inisiatif masyarakat bawah," kata Kepala Proyek Satuan Tugas Gubernur untuk Hutan dan Iklim (GCF Task Force) William Boyd dalam keterangan tertulis, Kamis 28 September 2017.
Pernyataan Boyd dikemukakan dalam pertemuan tahunan GCF di Balikpapan yang berlangsung pada 25-28 September. Menurut dia, pertemuan ini menyediakan peluang untuk bergerak dari komitmen ke aksi dalam mengurangi emisi.
Sekretaris Badan Pengurus Inovasi Bumi (Inobu) Bernadinus Steni berharap ajang GCF bisa dimanfaatkan masing-masing anggota untuk berbagi. Khususnya dalam hal mengurangi emisi.
Dia mencontohkan inisiatif Papua Barat yang ingin bekerja sama dengan organisasi masyarakat adat dan anggota GCF lain dalam mendorong percepatan pengakuan wilayah dan pemberdayaan ekonomi masyarakat adat.
"Tiga organisasi masyarakat adat mendukung dan menyatakan akan bekerja sama dengan pemerintahan subnasional anggota GCF Task Force," kata Steni.
Ketiga organisasi itu antara lain Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Coordinator of Indigenous OrganizaTons of Amazon River Basin (COICA), dan Mesoamerican Alliance of Peoples and Forests (AMPB).
Anggota GCF terdiri dari daerah yang menguasai sepertiga hutan dunia. Saat ini terdapat 38 provinsi yang terdaftar. Khusus Indonesia, ada tujuh provinsi, yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat.
Aktor penting
GCF menyadari masyarakat adat dan komunitas lokal adalah aktor penting dan strategis dalam upaya mencapai komitmen mengatasi perubahan iklim. Studi yang dilakukan Earth Innovation Institute (2014) menunjukan masyarakat adat merupakan penjaga karbon hutan yang sangat penting bagi iklim global.
Steni mencontohkan, wilayah adat di seluruh bentang Amazonia berkontribusi hingga 32,8% (28.247 MtC) dari total karbon di atas permukaan tanah di wilayah itu.
Data lain, gabungan berbagai negara hutan tropis, meliputi Indonesia, Democratic Republic of Congo, Amerika Tengah, dan Cekungan Amazon, menunjukan 20% karbon hutan berada di wilayah adat.
Baca: GCF Bakal Jadi Garda Terdepan Pelestarian Hutan
Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak meminta GCF memainkan peran sebagai katalisator bagi masyarakat adat.
"GCF harus bisa membantu masyarakat adat mendapatkan pengakuan wilayah adat. Dengan cara ini masyarakat adat bisa ikut memelihara iklim dunia," katanya.
Dalam pertemuan kali ini juga ditentukan ketua GCF untuk tahun depan, yakni California, Amerika Serikat. California akan menjadi ketua bersama tiga negara bagian Meksiko, yakni Campeche, Quintana Roo, dan Yucatan.
"Artinya, pertemuan mengenai iklim tahun depan akan diselenggarakan di California," kata Steni.
medcom.id, Balikpapan: Kepala daerah ditagih aksi nyata mereka dalam menjaga iklim dunia. Tantangan besar dunia saat ini adalah menggeser agenda dialog mengenai iklim ke aksi nyata.
"Bisa dimulai dengan menyamakan tata kelola iklim, khususnya dari inisiatif masyarakat bawah," kata Kepala Proyek Satuan Tugas Gubernur untuk Hutan dan Iklim (GCF Task Force) William Boyd dalam keterangan tertulis, Kamis 28 September 2017.
Pernyataan Boyd dikemukakan dalam pertemuan tahunan GCF di Balikpapan yang berlangsung pada 25-28 September. Menurut dia, pertemuan ini menyediakan peluang untuk bergerak dari komitmen ke aksi dalam mengurangi emisi.
Sekretaris Badan Pengurus Inovasi Bumi (Inobu) Bernadinus Steni berharap ajang GCF bisa dimanfaatkan masing-masing anggota untuk berbagi. Khususnya dalam hal mengurangi emisi.
Dia mencontohkan inisiatif Papua Barat yang ingin bekerja sama dengan organisasi masyarakat adat dan anggota GCF lain dalam mendorong percepatan pengakuan wilayah dan pemberdayaan ekonomi masyarakat adat.
"Tiga organisasi masyarakat adat mendukung dan menyatakan akan bekerja sama dengan pemerintahan subnasional anggota GCF Task Force," kata Steni.
Ketiga organisasi itu antara lain Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Coordinator of Indigenous OrganizaTons of Amazon River Basin (COICA), dan Mesoamerican Alliance of Peoples and Forests (AMPB).
Anggota GCF terdiri dari daerah yang menguasai sepertiga hutan dunia. Saat ini terdapat 38 provinsi yang terdaftar. Khusus Indonesia, ada tujuh provinsi, yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat.
Aktor penting
GCF menyadari masyarakat adat dan komunitas lokal adalah aktor penting dan strategis dalam upaya mencapai komitmen mengatasi perubahan iklim. Studi yang dilakukan Earth Innovation Institute (2014) menunjukan masyarakat adat merupakan penjaga karbon hutan yang sangat penting bagi iklim global.
Steni mencontohkan, wilayah adat di seluruh bentang Amazonia berkontribusi hingga 32,8% (28.247 MtC) dari total karbon di atas permukaan tanah di wilayah itu.
Data lain, gabungan berbagai negara hutan tropis, meliputi Indonesia, Democratic Republic of Congo, Amerika Tengah, dan Cekungan Amazon, menunjukan 20% karbon hutan berada di wilayah adat.
Baca: GCF Bakal Jadi Garda Terdepan Pelestarian Hutan
Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak meminta GCF memainkan peran sebagai katalisator bagi masyarakat adat.
"GCF harus bisa membantu masyarakat adat mendapatkan pengakuan wilayah adat. Dengan cara ini masyarakat adat bisa ikut memelihara iklim dunia," katanya.
Dalam pertemuan kali ini juga ditentukan ketua GCF untuk tahun depan, yakni California, Amerika Serikat. California akan menjadi ketua bersama tiga negara bagian Meksiko, yakni Campeche, Quintana Roo, dan Yucatan.
"Artinya, pertemuan mengenai iklim tahun depan akan diselenggarakan di California," kata Steni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)