Jakarta: Gugatan pemerintah terhadap The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production (PTTEP) atas kasus tumpahnya minyak Montara, memasuki babak baru. PTTEP berjanji menghadiri persidangan dengan agenda mediasi tahap kedua yang akan dilaksanakan 16 Januari 2018.
"PTTEP menyatakan beritikad baik untuk mengikuti prosedur yang ada (hadir)," kata hakim mediator Wiwik Suharsono, dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id dari Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kamis, 21 Desember 2017.
Putusan itu dibacakan Wiwik saat sidang dengan agenda proses mediasi pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 20 Desember 2017.
Hakim Wiwik juga meminta agar kuasa hukum tergugat mempersiapkan konsep atau proposal berdasarkan materi gugatan pemerintah Indonesia.
“Ini penting, agar pada saat mediasi nanti bisa lebih efektif waktunya,” kata dia.
Pemerintah melayangkan gugatan terhadap PTTEP pada April lalu. Gugatan dilayangkan atas kasus ledakan sumur minyak Montara pada 21 Agustus 2009. Lokasi sumur minyak milik PTTEP itu memang berada di perairan Australia, tapi tumpahan minyaknya mencemari laut Indonesia.
Baca: April Ini Pemerintah Ajukan Gugatan Ganti Rugi Kasus Montara
Pemerintah Indonesia mengajukan tuntutan Rp27,4 triliun. Besaran tuntutan berdasarkan hitungan kerusakan hutan mangrove seluas 1.200 hektare, kerusakan padang lamun seluas 1.400 hektare, dan kerusakan terumbu karang seluas 700 hektare.
Sidang terakhir kasus ini terjadi pada 23 November. Selama persidangan, tergugat tak pernah hadir.
Baca: Pemerintah Gugat Rp27,4 Triliun Kasus Ladang Migas Montara
Pada sidang kemarin, Pemerintah Indonesia sebagai penggugat diwakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kejaksaan Agung. Usai mediasi, Direktur Penyelesaian Sengketa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jasmin Ragil Utomo menunggu langkah konkrit PTTEP.
“Yang kita harapkan tidak hanya itikad baik dalam bentuk kehadiran, namun juga apa upaya konkret mereka," ujarnya.
Mengulur waktu
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno menjelaskan, sejak 2009 pemerintah telah berupaya untuk menyelesaikan masalah ini melalui perundingan langsung dengan PTTEP.
Pemerintah bahkan membentuk komite netral (neutral committee) yang beranggotakan mantan Menlu RI Hassan Wirajuda, mantan Menlu dan Deputi PM Thailand Surakiart Sathirathai, dan Juha Christensen dari Finlandia.
Ladang migas Montara yang terbakar. Foto: ABC
Bahkan, pada Juli 2011, telah disusun draft kesepakatan bersama (MoU) tentang Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Pencemaran di Laut Timor. Draf itu bahkan akan diteken pada 2 Agustus 2011. Namun, rencana itu batal.
"Indonesia terus berupaya bernegosiasi, tapi PTTEP memakai strategi mengulur waktu. Upaya penyelesaian melalui perundingan terus-menerus ditunda atau ditolak," kata Arif.
Sikap tak kooperatif PTTEP ini membuat pemerintah menempuh jalur hukum dengan melimpahkan kasus ini ke pengadilan. Pemerintah merujuk pada UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban hukum untuk menyelesaikan masalah ini," kata dia.
Baca: Petani Rumput Laut Indonesia Gugat Kasus Bocoran Minyak Montara
Sebelumnya, lebih dari 13.000 petani rumput laut Indonesia, juga melayangkan gugatan perwakilan (class action) ke Pengadilan Federal Sydney, Australia. Gugatan diwakili Firma Hukum Maurice Blackburn. Mereka merasa dirugikan atas kejadian tumpahnya minyak Montara.
Minyak mentah dari kilang Montara keluar tak terkendali selama 70 hari. Minyak diperkirakan mencemari hingga ke 690 kilometer sebelah barat perairan Australia, tepatnya di Laut Timor wilayah Indonesia. Minyak juga merambat ke 250 kilometer perairan sebelah tenggara Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Maurice Blackburn memperkirakan ada 300 ribu liter minyak keluar dan mencemari laut. Jumlah ini setara dengan kapasitas air di 10 kolam renang olimpiade.
Jakarta: Gugatan pemerintah terhadap The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production (PTTEP) atas kasus tumpahnya minyak Montara, memasuki babak baru. PTTEP berjanji menghadiri persidangan dengan agenda mediasi tahap kedua yang akan dilaksanakan 16 Januari 2018.
"PTTEP menyatakan beritikad baik untuk mengikuti prosedur yang ada (hadir)," kata hakim mediator Wiwik Suharsono, dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id dari Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kamis, 21 Desember 2017.
Putusan itu dibacakan Wiwik saat sidang dengan agenda proses mediasi pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 20 Desember 2017.
Hakim Wiwik juga meminta agar kuasa hukum tergugat mempersiapkan konsep atau proposal berdasarkan materi gugatan pemerintah Indonesia.
“Ini penting, agar pada saat mediasi nanti bisa lebih efektif waktunya,” kata dia.
Pemerintah melayangkan gugatan terhadap PTTEP pada April lalu. Gugatan dilayangkan atas kasus ledakan sumur minyak Montara pada 21 Agustus 2009. Lokasi sumur minyak milik PTTEP itu memang berada di perairan Australia, tapi tumpahan minyaknya mencemari laut Indonesia.
Baca: April Ini Pemerintah Ajukan Gugatan Ganti Rugi Kasus Montara
Pemerintah Indonesia mengajukan tuntutan Rp27,4 triliun. Besaran tuntutan berdasarkan hitungan kerusakan hutan mangrove seluas 1.200 hektare, kerusakan padang lamun seluas 1.400 hektare, dan kerusakan terumbu karang seluas 700 hektare.
Sidang terakhir kasus ini terjadi pada 23 November. Selama persidangan, tergugat tak pernah hadir.
Baca: Pemerintah Gugat Rp27,4 Triliun Kasus Ladang Migas Montara
Pada sidang kemarin, Pemerintah Indonesia sebagai penggugat diwakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kejaksaan Agung. Usai mediasi, Direktur Penyelesaian Sengketa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jasmin Ragil Utomo menunggu langkah konkrit PTTEP.
“Yang kita harapkan tidak hanya itikad baik dalam bentuk kehadiran, namun juga apa upaya konkret mereka," ujarnya.
Mengulur waktu
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno menjelaskan, sejak 2009 pemerintah telah berupaya untuk menyelesaikan masalah ini melalui perundingan langsung dengan PTTEP.
Pemerintah bahkan membentuk komite netral (neutral committee) yang beranggotakan mantan Menlu RI Hassan Wirajuda, mantan Menlu dan Deputi PM Thailand Surakiart Sathirathai, dan Juha Christensen dari Finlandia.
Ladang migas Montara yang terbakar. Foto: ABC
Bahkan, pada Juli 2011, telah disusun draft kesepakatan bersama (MoU) tentang Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Pencemaran di Laut Timor. Draf itu bahkan akan diteken pada 2 Agustus 2011. Namun, rencana itu batal.
"Indonesia terus berupaya bernegosiasi, tapi PTTEP memakai strategi mengulur waktu. Upaya penyelesaian melalui perundingan terus-menerus ditunda atau ditolak," kata Arif.
Sikap tak kooperatif PTTEP ini membuat pemerintah menempuh jalur hukum dengan melimpahkan kasus ini ke pengadilan. Pemerintah merujuk pada UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban hukum untuk menyelesaikan masalah ini," kata dia.
Baca: Petani Rumput Laut Indonesia Gugat Kasus Bocoran Minyak Montara
Sebelumnya, lebih dari 13.000 petani rumput laut Indonesia, juga melayangkan gugatan perwakilan (class action) ke Pengadilan Federal Sydney, Australia. Gugatan diwakili Firma Hukum Maurice Blackburn. Mereka merasa dirugikan atas kejadian tumpahnya minyak Montara.
Minyak mentah dari kilang Montara keluar tak terkendali selama 70 hari. Minyak diperkirakan mencemari hingga ke 690 kilometer sebelah barat perairan Australia, tepatnya di Laut Timor wilayah Indonesia. Minyak juga merambat ke 250 kilometer perairan sebelah tenggara Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Maurice Blackburn memperkirakan ada 300 ribu liter minyak keluar dan mencemari laut. Jumlah ini setara dengan kapasitas air di 10 kolam renang olimpiade.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)