medcom.id, Jakarta: Perludem bersama Mata Massa dan Peralegal Pemilu melaporkan 41 dugaan pelanggaran alat peraga kampanye di masa tenang dan hari H pemilu ke Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakkumdu).
"Lebih banyak alat peraga yang masih terpasang hingga hari H. Selain itu ada juga kampanye di media elektronik, media sosial seperti Twitter dan melalui SMS," ujar Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil di Gedung Bawaslu, Sabtu (12/4).
Dia mengatakan dugaan pelanggaran ini didapatkan setelah dilakukan pemantauan di berbagai daerah. Mayoritas pelanggaran ditemukan di wilayah Jabodetabek.
"Belum kami rinci semuanya, tetapi itu kebanyakan di Jabodetabek," ujarnya.
Dia menjelaskan salah satu jenis pelanggaran yaitu mempersulit pemilih menggunakan hak pilih. Pada hari H pihaknya mendapatkan laporan dari masyarakat yang tidak bisa menggunakan hak pilih, meskipun sudah menunjukkan KTP sebagai salah satu syarat pemilih menggunakan hak pilihnya.
"Ada laporan masyarakat di Jakarta Timur, ada yang ingin memilih menggunakan KTP tetapi tidak diperbolehkan oleh petugas KPPS," ujarnya.
Fadil mengatakan pihaknya memberikan waktu 5 hari kepada Bawaslu untuk melakukan identifikasi terkait laporan pelanggaran tersebut.
"Lima hari Bawaslu mengidentifikasi, apakah ini pelanggaran atau tidak. Kalau pelanggaran tingkatannya seperti apa, pidana atau administrasi. Kalau pidana harus dilanjutkan ke kepolisian," ujarnya.
medcom.id, Jakarta: Perludem bersama Mata Massa dan Peralegal Pemilu melaporkan 41 dugaan pelanggaran alat peraga kampanye di masa tenang dan hari H pemilu ke Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakkumdu).
"Lebih banyak alat peraga yang masih terpasang hingga hari H. Selain itu ada juga kampanye di media elektronik, media sosial seperti Twitter dan melalui SMS," ujar Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil di Gedung Bawaslu, Sabtu (12/4).
Dia mengatakan dugaan pelanggaran ini didapatkan setelah dilakukan pemantauan di berbagai daerah. Mayoritas pelanggaran ditemukan di wilayah Jabodetabek.
"Belum kami rinci semuanya, tetapi itu kebanyakan di Jabodetabek," ujarnya.
Dia menjelaskan salah satu jenis pelanggaran yaitu mempersulit pemilih menggunakan hak pilih. Pada hari H pihaknya mendapatkan laporan dari masyarakat yang tidak bisa menggunakan hak pilih, meskipun sudah menunjukkan KTP sebagai salah satu syarat pemilih menggunakan hak pilihnya.
"Ada laporan masyarakat di Jakarta Timur, ada yang ingin memilih menggunakan KTP tetapi tidak diperbolehkan oleh petugas KPPS," ujarnya.
Fadil mengatakan pihaknya memberikan waktu 5 hari kepada Bawaslu untuk melakukan identifikasi terkait laporan pelanggaran tersebut.
"Lima hari Bawaslu mengidentifikasi, apakah ini pelanggaran atau tidak. Kalau pelanggaran tingkatannya seperti apa, pidana atau administrasi. Kalau pidana harus dilanjutkan ke kepolisian," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADF)