Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa suhu global terus menciptakan rekor panas baru setiap tahunnya. Hal itu diungkapkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR RI, Rabu, 8 November 2023.
“Ada indikasi bahwa suhu global terus meningkat dan terus menciptakan rekor panas baru,” kata Dwikorita di Jakarta, Rabu, 8 November 2023.
Dalam mengukur peningkatan suhu, baseline yang digunakan ialah suhu pada 1900, di mana saat itu belum ada pertumbuhan industri. Sementara itu, terpantau mulai 1950, secara global terjadi lonjakan peningkatan suhu.
Adapun, hingga 2023 terjadi peningkatan suhu rata-rata global sebesar 1,2 derajat celcius. Dwikorta menjelaskan pada Juli 2023, terpecahkan rekor suhu terpanas di berbagai wilyah.
Antara lain Afrika Utara yang mencapai 47 derajat celcius, Yunani mencapai lebih dari 49 derjaat celcius, Italia mencapai 48 derajat celcius, lalu Thailand, India, Tiongkok mencapai 40 derajat celius. Di samping itu Jepang lebih dari 39,7 derajat celcius, Amerika bagian barat bahkan mencapai 53 derajat celcius lebih dari 31 hari. Serta, suhu di Amerika selatan pada musim dingin mencapai 45 derajat celcius.
“Tapi meskipun terjadi kenaikan, Indonsia masih relatif normal, meskupun ada kenaikan, belum sebesar yang lain. Hal ini disebabkan karena Indonesia luas lautnya jauh lebih luas dari daratnya. Lautnya 60 persen dan air berperan sebagai cooler,” ucap dia.
Kenaikan suhu tersebut, kata Dwikorita, berdampak pada adanya global water hotspot dalam beberapa tahun ke depan. Secara konkret, fenomena itu akan menyebabkan kekeringan di seluruh dunia.
“Akibat kekurangan air ini, diproyeksikan seluruh dunia, termasuk Indonesia ada pada kondisi kerentanan yang cukup tinggi terhadap ketahanan pangan,” imbuh Dwikorita.
Dalam hal kerentanan pangan, Indonesia termasuk dalam risiko menengah. Namun, tentunya ada ancaman Indonesia tidak melakukan impor, karena bahkan negara-negara penghasil pangan akan mengalami kekeringan yang lebih parah.
“Pada 2050 diprediksi akan terjadi kekuranga pangan akibat kekeringan dan kekurangan air tersebut,” jelas dia.
Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (
BMKG) mengungkapkan bahwa
suhu global terus menciptakan rekor panas baru setiap tahunnya. Hal itu diungkapkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR RI, Rabu, 8 November 2023.
“Ada indikasi bahwa suhu global terus meningkat dan terus menciptakan rekor panas baru,” kata Dwikorita di Jakarta, Rabu, 8 November 2023.
Dalam mengukur peningkatan suhu,
baseline yang digunakan ialah suhu pada 1900, di mana saat itu belum ada pertumbuhan industri. Sementara itu, terpantau mulai 1950, secara global terjadi lonjakan peningkatan suhu.
Adapun, hingga 2023 terjadi peningkatan suhu rata-rata global sebesar 1,2 derajat celcius. Dwikorta menjelaskan pada Juli 2023, terpecahkan rekor suhu terpanas di berbagai wilyah.
Antara lain Afrika Utara yang mencapai 47 derajat celcius, Yunani mencapai lebih dari 49 derjaat celcius, Italia mencapai 48 derajat celcius, lalu Thailand, India, Tiongkok mencapai 40 derajat celius. Di samping itu Jepang lebih dari 39,7 derajat celcius, Amerika bagian barat bahkan mencapai 53 derajat celcius lebih dari 31 hari. Serta, suhu di Amerika selatan pada musim dingin mencapai 45 derajat celcius.
“Tapi meskipun terjadi kenaikan, Indonsia masih relatif normal, meskupun ada kenaikan, belum sebesar yang lain. Hal ini disebabkan karena Indonesia luas lautnya jauh lebih luas dari daratnya. Lautnya 60 persen dan air berperan sebagai cooler,” ucap dia.
Kenaikan suhu tersebut, kata Dwikorita, berdampak pada adanya global water hotspot dalam beberapa tahun ke depan. Secara konkret, fenomena itu akan menyebabkan kekeringan di seluruh dunia.
“Akibat kekurangan air ini, diproyeksikan seluruh dunia, termasuk Indonesia ada pada kondisi kerentanan yang cukup tinggi terhadap ketahanan pangan,” imbuh Dwikorita.
Dalam hal kerentanan pangan, Indonesia termasuk dalam risiko menengah. Namun, tentunya ada ancaman Indonesia tidak melakukan impor, karena bahkan negara-negara penghasil pangan akan mengalami kekeringan yang lebih parah.
“Pada 2050 diprediksi akan terjadi kekuranga pangan akibat kekeringan dan kekurangan air tersebut,” jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)