medcom.id, Bogor: Mantan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memprediksi sejumlah konflik akan muncul berkaitan dengan krisis energi, air, dan pangan di masa mendatang. Krisis itu bisa muncul setidaknya pada 2050 saat penduduk dunia mencapai 10 miliar atau tumbuh 33 persen.
"Pertumbuhan penduduk yang mencapai 33 persen memerlukan suplai pangan, air, dan energi mencapai 60 persen. Ini yang akan menjadi akar konflik di masa mendatang," kata Purnomo saat menjadi pembicara kunci dalam seminar Ketahanan Pangan, Air, dan Energi dalam Perspektif Pertahanan Negara, di Kampus Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan), Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/5/2016).
Untuk isu pangan, konflik Golan Heights antara Israel dan Suriah berpotensi untuk pecah. Golah Heights adalah lahan pertanian yang subur dan menjadi sumber pangan serta air yang amat diperlukan Israel. "Konflik ini kemungkinan akan meledak jika tak ada kompromi politik antara Israel dan Suriah," kata salah satu pendiri Unhan ini.
Konflik rebutan pangan juga potensial terjadi di benua Afrika yang melibatkan Afrika Tengah, Chad, dan Zambia. Ketiga negara itu saat ini masih berkutat dengan krisis pangan, terutama kelaparan.
Lebih lanjut, konflik juga bisa pecah karena rebutan sumber daya air. Di Asia, air Sungai Mekhong akan menjadi potensi konflik bagi Vietnam, Tiongkok, Laos, Thailand, dan Hongkong. "Konflik bisa timbul jika negara yang berada di hilir sungai merasa dirugikan," kata guru besar dari Institut Teknologi Bandung itu.
Sedangkan konflik energi potensial pecah di Timur Tengah. "Karena konsentrasi minyak saat ini ada di sana. Akan terus menjadi rebutan dan penguasaan sejumlah negara," kata dia.
Di dalam negeri, konflik pangan, air, dan energi juga berpotensi mencuat. "Saat ini krisis pangan, air, dan energi di Indonesia memang masih bisa diatasi dan belum masuk ke perspektif pertahanan negara, tapi ke depan akan mengarah ke sana," kata Purnomo.
Sejumlah potensi yang muncul antara lain, di bidang pangan, adanya degradasi lahan yang lebih besar dibandingkan dengan rehabilitasi. Konversi besar-besaran dari lahan pertanian ke nonpertanian dan urbanisasi.
Krisis energi juga mulai terlihat antara pusat dan daerah. Seperti, terjadi tarik-menarik kepentingan di Blok Cepu antara Bojonegoro dengan Blora. "Kalau tak dikelola dengan baik akan menjadi konflik Jawa Timur (Bojonegoro) dan Jawa Tengah (Blora)," kata dia.
Untuk mengatasi pecahnya konflik, Purnomo meminta pemerintah mendefinisikan kembali Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Terutama frasa "dikuasai negara" dalam bunyi lengkap "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."
"Di dalam operasionalnya seperti apa? Apakah pihak tertentu bisa mengelola sumber energi Indonesia, sementara penguasaannya tetap di tangan pemerintah. Ini masih jadi perdebatan para pakar hingga sekarang," kata Purnomo.
Rektor Universitas Pertahanan Indonesia Letjen I Wayan Midhio mengatakan perang di masa mendatang akan berkaitan dengan rebutan sumber energi, air, dan pangan. "Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah akan menjadi rebutan negara asing. Untuk itu sejak sekarang kita harus berupaya mengelola dan menjaganya," kata dia.
medcom.id, Bogor: Mantan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memprediksi sejumlah konflik akan muncul berkaitan dengan krisis energi, air, dan pangan di masa mendatang. Krisis itu bisa muncul setidaknya pada 2050 saat penduduk dunia mencapai 10 miliar atau tumbuh 33 persen.
"Pertumbuhan penduduk yang mencapai 33 persen memerlukan suplai pangan, air, dan energi mencapai 60 persen. Ini yang akan menjadi akar konflik di masa mendatang," kata Purnomo saat menjadi pembicara kunci dalam seminar Ketahanan Pangan, Air, dan Energi dalam Perspektif Pertahanan Negara, di Kampus Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan), Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/5/2016).
Untuk isu pangan, konflik
Golan Heights antara Israel dan Suriah berpotensi untuk pecah. Golah Heights adalah lahan pertanian yang subur dan menjadi sumber pangan serta air yang amat diperlukan Israel. "Konflik ini kemungkinan akan meledak jika tak ada kompromi politik antara Israel dan Suriah," kata salah satu pendiri Unhan ini.
Konflik rebutan pangan juga potensial terjadi di benua Afrika yang melibatkan Afrika Tengah, Chad, dan Zambia. Ketiga negara itu saat ini masih berkutat dengan krisis pangan, terutama kelaparan.
Lebih lanjut, konflik juga bisa pecah karena rebutan sumber daya air. Di Asia, air Sungai Mekhong akan menjadi potensi konflik bagi Vietnam, Tiongkok, Laos, Thailand, dan Hongkong. "Konflik bisa timbul jika negara yang berada di hilir sungai merasa dirugikan," kata guru besar dari Institut Teknologi Bandung itu.
Sedangkan konflik energi potensial pecah di Timur Tengah. "Karena konsentrasi minyak saat ini ada di sana. Akan terus menjadi rebutan dan penguasaan sejumlah negara," kata dia.
Di dalam negeri, konflik pangan, air, dan energi juga berpotensi mencuat. "Saat ini krisis pangan, air, dan energi di Indonesia memang masih bisa diatasi dan belum masuk ke perspektif pertahanan negara, tapi ke depan akan mengarah ke sana," kata Purnomo.
Sejumlah potensi yang muncul antara lain, di bidang pangan, adanya degradasi lahan yang lebih besar dibandingkan dengan rehabilitasi. Konversi besar-besaran dari lahan pertanian ke nonpertanian dan urbanisasi.
Krisis energi juga mulai terlihat antara pusat dan daerah. Seperti, terjadi tarik-menarik kepentingan di Blok Cepu antara Bojonegoro dengan Blora. "Kalau tak dikelola dengan baik akan menjadi konflik Jawa Timur (Bojonegoro) dan Jawa Tengah (Blora)," kata dia.
Untuk mengatasi pecahnya konflik, Purnomo meminta pemerintah mendefinisikan kembali Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Terutama frasa "dikuasai negara" dalam bunyi lengkap "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."
"Di dalam operasionalnya seperti apa? Apakah pihak tertentu bisa mengelola sumber energi Indonesia, sementara penguasaannya tetap di tangan pemerintah. Ini masih jadi perdebatan para pakar hingga sekarang," kata Purnomo.
Rektor Universitas Pertahanan Indonesia Letjen I Wayan Midhio mengatakan perang di masa mendatang akan berkaitan dengan rebutan sumber energi, air, dan pangan. "Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah akan menjadi rebutan negara asing. Untuk itu sejak sekarang kita harus berupaya mengelola dan menjaganya," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)