medcom.id, Jakarta: Pengamat Politik Ray Rangkuti menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) jangan asal-asalan melakukan rekapitulasi data menyusul banyak ditemukannya kejanggalan dari formulir C1 yang diunggah di situs resmi KPU.
Menurut Ray, KPU harus melihat dasar perhitungannya yakni dokumen pemilihan yang sebenarnya di bawah untuk menuntaskan perihal kejanggalan tersebut.
"Selama ini, kalau angkanya ganjil asalkan tidak ada yang protes, biasanya mereka (KPU) lewati karena ingin cepat saja," kata petinggi Lingkar Madani (LIMA) Indonesia itu kepada wartawan di Jakarta, Senin (14/7/2014).
Ia mencontohkan salah satu keanehan yang terjadi di Malaysia. Pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) paling banyak mencoblos pasangan nomor urut dua Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Namun, Jokowi-JK mendadak kalah dari Prabowo Subianto-Hatta Rajasa setelah dimasukkan angka pemilihan via pos. Pasangan nomor urut satu itu langsung melejit hingga 80%.
"Belum lagi temuan-temuan formulir C1 bermasalah di berbagai tempat di Indonesia yang sudah diunggah di situs resmi KPU. Terjadi kejanggalan di Tangerang, Banten, dan terakhir di Sampang, Madura, dan Jawa Timur," terangnya.
Lebih jauh Ray mengungkapkan dari 17 TPS Desa Ketapang Barat, Kecamatan Ketapang, Kota Sampang, Madura, Jawa Timur, semua suara diraih pasangan Prabowo-Hatta sedangkan Jokowi-JK tidak meraih suara sama sekali alias 0 suara.
Di tautan C1 di situs resmi KPU menunjukkan hasil di TPS 01 (https://scanc1.kpu.go.id/viewp.php?f=005051300104.jpg), pasangan nomor urut 1 memperoleh 417. Jokowi-JK mendapat 0 suara sementara suara tidak sah ada 2.
Keanehan semakin terasa karena tak ada tanda tangan saksi di C1 itu. Pola sejenis juga bisa dilihat di 16 TPS lainnya. "Apabila saksi tidak menandatangani, seharusnya di formulir C1 itu tertera penyebabnya," lanjut Ray.
Menurutnya sepanjang sejarah pemilu pascareformasi, peristiwa semua suara dihabiskan ke salah satu calon saja baru kali ini terjadi di Sampang.
"Di pemilu kada saja, hampir tak pernah ada TPS yang tidak memberikan suara ke kandidat lain. Panwas atau saksi harus segera turun tangan menyelidiki hal ini," terangnya seraya mengatakan kalau ditemukan indikasi pidana, hal tersebut bisa dilaporkan ke aparat hukum. (*)
medcom.id, Jakarta: Pengamat Politik Ray Rangkuti menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) jangan asal-asalan melakukan rekapitulasi data menyusul banyak ditemukannya kejanggalan dari formulir C1 yang diunggah di situs resmi KPU.
Menurut Ray, KPU harus melihat dasar perhitungannya yakni dokumen pemilihan yang sebenarnya di bawah untuk menuntaskan perihal kejanggalan tersebut.
"Selama ini, kalau angkanya ganjil asalkan tidak ada yang protes, biasanya mereka (KPU) lewati karena ingin cepat saja," kata petinggi Lingkar Madani (LIMA) Indonesia itu kepada wartawan di Jakarta, Senin (14/7/2014).
Ia mencontohkan salah satu keanehan yang terjadi di Malaysia. Pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) paling banyak mencoblos pasangan nomor urut dua Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Namun, Jokowi-JK mendadak kalah dari Prabowo Subianto-Hatta Rajasa setelah dimasukkan angka pemilihan via pos. Pasangan nomor urut satu itu langsung melejit hingga 80%.
"Belum lagi temuan-temuan formulir C1 bermasalah di berbagai tempat di Indonesia yang sudah diunggah di situs resmi KPU. Terjadi kejanggalan di Tangerang, Banten, dan terakhir di Sampang, Madura, dan Jawa Timur," terangnya.
Lebih jauh Ray mengungkapkan dari 17 TPS Desa Ketapang Barat, Kecamatan Ketapang, Kota Sampang, Madura, Jawa Timur, semua suara diraih pasangan Prabowo-Hatta sedangkan Jokowi-JK tidak meraih suara sama sekali alias 0 suara.
Di tautan C1 di situs resmi KPU menunjukkan hasil di TPS 01 (
https://scanc1.kpu.go.id/viewp.php?f=005051300104.jpg), pasangan nomor urut 1 memperoleh 417. Jokowi-JK mendapat 0 suara sementara suara tidak sah ada 2.
Keanehan semakin terasa karena tak ada tanda tangan saksi di C1 itu. Pola sejenis juga bisa dilihat di 16 TPS lainnya. "Apabila saksi tidak menandatangani, seharusnya di formulir C1 itu tertera penyebabnya," lanjut Ray.
Menurutnya sepanjang sejarah pemilu pascareformasi, peristiwa semua suara dihabiskan ke salah satu calon saja baru kali ini terjadi di Sampang.
"Di pemilu kada saja, hampir tak pernah ada TPS yang tidak memberikan suara ke kandidat lain. Panwas atau saksi harus segera turun tangan menyelidiki hal ini," terangnya seraya mengatakan kalau ditemukan indikasi pidana, hal tersebut bisa dilaporkan ke aparat hukum. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NAV)