Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu -- Foto: Ramdani/MI
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu -- Foto: Ramdani/MI

WNI Disandera, TNI Bergerak Jika Keadaan Genting

Golda Eksa • 02 Juli 2016 06:03
medcom.id, Jakarta: Presiden Filipina Rodrigo Duterte memastikan, pihaknya akan terus mencari 7 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok bersenjata di perairan Kepulauan Sulu, Filipina. Tentara Indonesia pun dipersilakan turun tangan apabila kondisi dinilai genting.
 
"Saya kontak terus dengan Menteri Pertahanan Filipina (Delfin Lorenzana) dan belum ada progres. Mereka lagi sibuk dan beberapa hari lagi mungkin (ada informasi). Presiden Duterte juga bilang akan perhatikan sandera itu," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu kepada wartawan di Jakarta, Jumat (1/7/2016).
 
Ryamizard mengaku militer Indonesia belum diterjunkan ke lokasi para sandera. Selain tempat persembunyian para pelaku yang selalu berpindah, ada pula kendala lain yang harus ditempuh, yakni pelatihan dan prosedur lain sebelum menuju area target.

Namun, sambung dia, apabila situasi dirasa genting maka TNI boleh langsung bergerak bersama militer Filipina. "Kecuali sandera sudah hilang sampai mana dan mereka minta untuk sama-sama (mencari), ya kita lakukan. Masuk ke sana harus latihan dulu agar tidak kacau dan jangan nanti malah tembak-tembak sendiri." tutur Ryamizard
 
Berdasarkan informasi intelijen Filipina, lokasi 7 awak kapal tunda (tugboat) Charles 001 yang disandera telah bergeser dari utara ke selatan Panadao di Kepulauan Sulu. Otoritas Filipina menyebutkan perpindahan lokasi persembunyian itu dilakukan 4 hari lalu.
 
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menambahkan, tentara Indonesia tetap memonitor lokasi para sandera termasuk mencari informasi seputar apa saja tuntutan yang diminta. Sejauh ini sandera masih berada di Kepulauan Sulu.
 
Menurut dia, pelibatan TNI dalam operasi pembebasan tidak bisa serampangan. Diperlukan legalitas secara tertulis berupa perjanjian antar negara yang merujuk kepada United Nation Conferention on The Law of The Sea (Unclos) III Tahun 1982 atau Hukum Laut Internasional.
 
"Setelah dibuat SOP (prosedur operasional standar), setiap perjanjian negara dengan luar negeri pasti harus diratifikasi legislatif. Nah, UU di Filipina tidak mengizinkan tentara luar operasi. Tapi, dengan perkembangan yang baru ini, sudah lobi dan bisa ratifikasi, maka kita bisa segera (kerahkan pasukan)," kata Gatot.
 
Pada prinsipnya, imbuh Gatot, pemerintah Indonesia berharap jalur pelayaran yang dilintasi kapal-kapal Indonesia ke Filipina, khususnya untuk distribusi batubara, tetap dalam status aman. Keamanan itu pun wajib dijaga dengan menggelar patroli bersama.
 
"Saat di wilayah perairan Filipina, tentara Filipina atau TNI bisa kawal. Ini semua tergantung bagimana (izin) dari pemerintah Filipina. Indonesia dan Filipina saling memerlukan, kita jual batubara dan Filipina butuh batubara," tandasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan