Sejumlah mahasiswa membentuk formasi tulisan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di Lapangan Politeknik Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12).  ANT/Risyal Hidayat.
Sejumlah mahasiswa membentuk formasi tulisan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) di Lapangan Politeknik Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12). ANT/Risyal Hidayat.

MEA Segera Berlaku, LPSK Antisipasi Perdagangan Orang

Renatha Swasty • 30 Desember 2015 22:39
medcom.id, Jakarta: Pasar Bebas Asean akan segera berlaku pada 2016 mendatang. Itu artinya, masuk keluarnya tenaga kerja akan lebih mudah.
 
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sejak jauh hari sudah mempersiapkan hal ini, ditakutkan pasar bebas Asean atau yang kerap disebut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dapat memperluas perdagangan orang.
 
"Kami gakum dari Indonesia sudah bertemu lima kali dengan gakum dari negara-negara Asean," beber Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam 'Laporan Kinerja LPSK 2015' di Ibis Hotel, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2015).

Dalam pertemuan itu, Haris membeberkan, pihaknya dengan penegak hukum seluruh Asean memperkuat mekanisme hukum terkait perlindungan saksi dan korban dengan negara lain. Hal ini semata untuk menjamin hak-hak saksi dan korban ke depan.
 
"Ekonomi Asean mudah berpindah-pindah pekerjaan, misal sebagai pedagang atau turis. Di sana ada peluang terjadi berbagai kejahatan. Perlu kita antisipasi kejahatan bisa terjadi di satu negara sedangkan pelaku di negara lain, untuk kegiatan turisme di antara turis bisa ada yang jadi korban kekerasan, pembunuhan atau pemerkosaan. Korban tentu mengharapkan penegakan hukum berjalan," jelas Haris.
 
Hal ini kata dia sudah pernah dicoba saat terjadi tindak pidana perdagangan orang dalam kasus Benjina. Korban kebanyakan masyarakat Myanmar, Dan Indonesia, usai penyelidikan dan penyidikan korban dibawa pulang ke negara asal.
 
Namun jadi kendala ketika kasus harus masuk ke pengadilan, Kejaksaan tak mau menyatakan berkas lengkap jika tak ada kepastian korban dari Myanmar dapat dibawa ke Maluku untuk dihadirkan dalam persidangan. LPSK lantas menggunakan cara pendekatan dengan Myanmar supaya korban dapat dijadikan saksi.
 
"Di akhir tahun kemarin proses persidangan dimulai, kita jemput saksi di Myamar untuk memberikan kesaksian di Tual, Maluku," beber Haris.
 
Haris berharap ke depan setelah adanya kesamaan itu, apabila terjadi perdagangan orang, korban dan saksi memperoleh hak. Sebab, kata dia, sulit untuk memastikan perdagangan orang tak terjadi.
 
Tindak pidana perdagangan orang, kata dia, sudah menjadi bisnis menggiurkan, agen dan perekrut bisa mendapatkan uang puluhan juta dari satu kepala yang dijual. Belum lagi, di Indonesia penegak hukum hingga pemerintah daerah sering ikut ambil bagian.
 
"Pernah kita tanya Pemdanya di sini ada perdagangan orang nggak, dia bilang enggak ada, padahal ada," beber Haris.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan