Jakarta: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan ada lima titik belok penting selama 10 tahun terakhir perjalanan Kementerian LHK (KLHK). Kelimanya diyakini membuat kerja-kerja kementerian semakin tertata dan visioner.
Kelima titik belok itu meliputi:
Penggabungan kementerian,
Pengelolaan gambut,
Pemulihan kerusakan lahan,
Pengembangan sistem informasi pemantauan kualitas lingkungan, dan
Kepemimpinan dan penerapan budaya baru
1. Penggabungan kementerian
Siti mengatakan titik belok pertama adalah penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan di masa awal dia memimpin, yakni pada 2014. Menurut dia, penggabungan dua kementerian ini mengawinkan kekuatan regulasi dan implementasi kebijakan di tingkat tapak.
"Saya yakin dampak dari cara kerja ini akan berpengaruh sampai 20 hingga 50 tahun mendatang jika kita mampu mempertahankan keberlanjutan dari kebijakan, program, dan implementasi kerja kita di lapangan,” kata Siti dikutip dari Antara, Rabu, 24 April 2024.
2. Pengelolaan gambut
Siti melanjutkan titik belok kedua adalah pengelolaan gambut. KLHK terus berupaya memulihkan ekosistem gambut melalui pengaturan regulasi, konsistensi dalam pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum, penggunaan ilmu pengetahuan dengan melibatkan perguruan tinggi untuk mencari solusi masalah, serta pelibatan perusahaan dan masyarakat setempat untuk upaya pemulihan.
3. Pemulihan kerusakan lahan
Titik belok ketiga, lanjut Siti, adalah pemulihan kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah menerapkan strategi pemulihan kerusakan lahan tambang. KLHK mengubah tambang rakyat menjadi fasilitasi pemulihan lahan bekas tambang pada obyek yang tidak memiliki konflik kepemilikan lahan.
"Di samping itu, masyarakat yang dianggap masih memiliki modal sosial, ditingkatkan penguatan kapasitas dan kelembagaannya dengan pengelola sehingga dapat mandiri dalam menyelesaikan masalah secara berkelanjutan," kata dia.
Konsep ini kemudian direplikasi. Hingga 2023, KLHK telah berhasil memulihkan lahan bekas tambang di 25 lokasi dengan total luasan 235 hektare.
4. Pengembangan sistem informasi pemantauan kualitas lingkungan
Titik belok keempat adalah pengembangan sistem informasi pemantauan kualitas lingkungan. Titik ini diwakili oleh kemitraan dengan perusahaan melalui program PROPER.
Pada 2023 tercatat sebanyak 233 perusahaan dengan kontribusi pemulihan lahan seluas 265.792 hektare. Terdapat pula 6 perusahaan yang melakukan pemulihan bekas tambang telantar seluas 76,8 hektare.
"PROPER memberikan catatan tersendiri. Dari tahun ke tahun terus dilakukan peningkatan penilaian dalam hal parameter yang relevan dan menjadi perhatian serta sebagai titik kritis kondisi lingkungan," kata Siti.
Penilaian terakhir PROPER dikembangkan dengan parameter penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yaitu ITMOs atau Internationally Transferred Mitigation Outcomes; dan inovasi sosial ESG (Environment, Social and Governance). Kedua ukuran tersebut, kata Siti, menjadi esensial dalam upaya pengendalian lingkungan dalam menghadapi Triple Planetary Ciris.
"ITMOs merupakan kredit yang kemudian dapat diperdagangkan dalam bentuk perdagangan hasil penurunan emisi GRK antarnegara melalui perjanjian bilateral atau multilateral," kata dia.
5. Kepemimpinan dan penerapan budaya baru
Dan titik belok terakhir adalah kepemimpinan dan penerapan budaya baru. Menurut Siti, titik belok tidak selalu dilakukan dengan restrukturisasi organisasi. Bisa juga melalui kepemimpinan dan penerapan budaya baru yang menumbuhkan budaya inovasi, akuntabilitas, dan perbaikan berkelanjutan.
"Penerapan budaya inovatif juga terjadi pada pengembangan sistem informasi dan pemantauan kualitas lingkungan, yakni informasi tentang kualitas udara disajikan dalam bentuk perhitungan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dan pemantauan kualitas air otomatis (Onlimo)," kata Siti.
Sejak 2016 KLHK mengembangkan sistem pemantauan kualitas udara dan kualitas air yang mengutamakan produksi dalam negeri. Hasilnya, telah terbangun stasiun pemantuan kualitas air sejak 2015 hingga 2023. Terdiri atas 194 unit stasiun, 154 unit stasiun terintegrasi, serta 68 unit Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA).
Selain itu dikembangkan sistem yang langsung memantau air limbah dan emisi udara dari industri. Hingga 2023, jumlah industri yang telah terkoneksi sistem pemantauan kualitas air limbah sebanyak 370 industri dari total 486 industri.
"Jumlah industri yang telah terintegasi ke dalam sistem pemantauan emisi udara sebanyak 310 cerobong dari 122 industri," kata Siti.
Siti mengatakan kelima titik belok itu bisa membuka cara baru untuk menyelesaikan masalah. Termasuk, meningkatkan kinerja yang semakin akuntabel dan terukur.
"KLHK dan seluruh mitra kerjanya harus menjadi organisasi pembelajaran. Organisasi yang memiliki karakteristik seperti berbagi pengetahuan, inovasi, refleksi diri, dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman," kata Siti.
Festival Pengendalian Lingkungan 2024
Pernyataan Siti tentang titik belok KLHK ini dikemukakan saat membuka Festival Pengendalian Lingkungan 2024 yang diselengarakan pada 23 hingga 24 April di Auditorium Dr Soedjarwo Manggala Wanabakti, Jakarta.
Festival ini bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pembinaan pemerintah daerah. Festival juga dimeriahkan pameran dan side event.
Siti mengatakan festival ini berusaha menjawab tantangan pengelolaan lingkungan hidup yang dihadapkan dengan beberapa isu penting nasional dan internasional. Meliputi, kontribusi pilar pelestarian lingkungan terhadap pencapaian target SDG’s dan penanganan isu triple planetary crisis yaitu perubahan iklim, polusi, dan ancaman kehilangan keanekaragaman hayati.
Pada Festival Pengendalian Lingkungan yang diselenggarakan perdana ini, KLHK ingin merangkul dan memperkuat kolaborasi dengan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. Tujuannya, melanjutkan upaya mengendalikan pencemaran dan memulihkan kerusakan lingkungan. Festival mengusung tema Atasi Pencemaran dan Pulihkan Lingkungan.
Jakarta: Menteri
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan ada lima titik belok penting selama 10 tahun terakhir perjalanan Kementerian LHK (KLHK). Kelimanya diyakini membuat kerja-kerja kementerian semakin tertata dan visioner.
Kelima titik belok itu meliputi:
- Penggabungan kementerian,
- Pengelolaan gambut,
- Pemulihan kerusakan lahan,
- Pengembangan sistem informasi pemantauan kualitas lingkungan, dan
- Kepemimpinan dan penerapan budaya baru
1. Penggabungan kementerian
Siti mengatakan titik belok pertama adalah penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan di masa awal dia memimpin, yakni pada 2014. Menurut dia, penggabungan dua kementerian ini mengawinkan kekuatan regulasi dan implementasi kebijakan di tingkat tapak.
"Saya yakin dampak dari cara kerja ini akan berpengaruh sampai 20 hingga 50 tahun mendatang jika kita mampu mempertahankan keberlanjutan dari kebijakan, program, dan implementasi kerja kita di lapangan,” kata Siti dikutip dari
Antara, Rabu, 24 April 2024.
2. Pengelolaan gambut
Siti melanjutkan titik belok kedua adalah pengelolaan gambut. KLHK terus berupaya memulihkan ekosistem gambut melalui pengaturan regulasi, konsistensi dalam pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum, penggunaan ilmu pengetahuan dengan melibatkan perguruan tinggi untuk mencari solusi masalah, serta pelibatan perusahaan dan masyarakat setempat untuk upaya pemulihan.
3. Pemulihan kerusakan lahan
Titik belok ketiga, lanjut Siti, adalah pemulihan kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah menerapkan strategi pemulihan kerusakan lahan tambang. KLHK mengubah tambang rakyat menjadi fasilitasi pemulihan lahan bekas tambang pada obyek yang tidak memiliki konflik kepemilikan lahan.
"Di samping itu, masyarakat yang dianggap masih memiliki modal sosial, ditingkatkan penguatan kapasitas dan kelembagaannya dengan pengelola sehingga dapat mandiri dalam menyelesaikan masalah secara berkelanjutan," kata dia.
Konsep ini kemudian direplikasi. Hingga 2023, KLHK telah berhasil memulihkan lahan bekas tambang di 25 lokasi dengan total luasan 235 hektare.
4. Pengembangan sistem informasi pemantauan kualitas lingkungan
Titik belok keempat adalah pengembangan sistem informasi pemantauan kualitas lingkungan. Titik ini diwakili oleh kemitraan dengan perusahaan melalui program PROPER.
Pada 2023 tercatat sebanyak 233 perusahaan dengan kontribusi pemulihan lahan seluas 265.792 hektare. Terdapat pula 6 perusahaan yang melakukan pemulihan bekas tambang telantar seluas 76,8 hektare.
"PROPER memberikan catatan tersendiri. Dari tahun ke tahun terus dilakukan peningkatan penilaian dalam hal parameter yang relevan dan menjadi perhatian serta sebagai titik kritis kondisi lingkungan," kata Siti.
Penilaian terakhir PROPER dikembangkan dengan parameter penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yaitu ITMOs atau Internationally Transferred Mitigation Outcomes; dan inovasi sosial ESG (Environment, Social and Governance). Kedua ukuran tersebut, kata Siti, menjadi esensial dalam upaya pengendalian lingkungan dalam menghadapi Triple Planetary Ciris.
"ITMOs merupakan kredit yang kemudian dapat diperdagangkan dalam bentuk perdagangan hasil penurunan emisi GRK antarnegara melalui perjanjian bilateral atau multilateral," kata dia.
5. Kepemimpinan dan penerapan budaya baru
Dan titik belok terakhir adalah kepemimpinan dan penerapan budaya baru. Menurut Siti, titik belok tidak selalu dilakukan dengan restrukturisasi organisasi. Bisa juga melalui kepemimpinan dan penerapan budaya baru yang menumbuhkan budaya inovasi, akuntabilitas, dan perbaikan berkelanjutan.
"Penerapan budaya inovatif juga terjadi pada pengembangan sistem informasi dan pemantauan kualitas lingkungan, yakni informasi tentang kualitas udara disajikan dalam bentuk perhitungan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dan pemantauan kualitas air otomatis (Onlimo)," kata Siti.
Sejak 2016 KLHK mengembangkan sistem pemantauan kualitas udara dan kualitas air yang mengutamakan produksi dalam negeri. Hasilnya, telah terbangun stasiun pemantuan kualitas air sejak 2015 hingga 2023. Terdiri atas 194 unit stasiun, 154 unit stasiun terintegrasi, serta 68 unit Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA).
Selain itu dikembangkan sistem yang langsung memantau air limbah dan emisi udara dari industri. Hingga 2023, jumlah industri yang telah terkoneksi sistem pemantauan kualitas air limbah sebanyak 370 industri dari total 486 industri.
"Jumlah industri yang telah terintegasi ke dalam sistem pemantauan emisi udara sebanyak 310 cerobong dari 122 industri," kata Siti.
Siti mengatakan kelima titik belok itu bisa membuka cara baru untuk menyelesaikan masalah. Termasuk, meningkatkan kinerja yang semakin akuntabel dan terukur.
"KLHK dan seluruh mitra kerjanya harus menjadi organisasi pembelajaran. Organisasi yang memiliki karakteristik seperti berbagi pengetahuan, inovasi, refleksi diri, dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman," kata Siti.
Festival Pengendalian Lingkungan 2024
Pernyataan Siti tentang titik belok KLHK ini dikemukakan saat membuka Festival Pengendalian Lingkungan 2024 yang diselengarakan pada 23 hingga 24 April di Auditorium Dr Soedjarwo Manggala Wanabakti, Jakarta.
Festival ini bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pembinaan pemerintah daerah. Festival juga dimeriahkan pameran dan side event.
Siti mengatakan festival ini berusaha menjawab tantangan pengelolaan lingkungan hidup yang dihadapkan dengan beberapa isu penting nasional dan internasional. Meliputi, kontribusi pilar pelestarian lingkungan terhadap pencapaian target SDG’s dan penanganan isu triple planetary crisis yaitu perubahan iklim, polusi, dan ancaman kehilangan keanekaragaman hayati.
Pada Festival Pengendalian Lingkungan yang diselenggarakan perdana ini, KLHK ingin merangkul dan memperkuat kolaborasi dengan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. Tujuannya, melanjutkan upaya mengendalikan pencemaran dan memulihkan kerusakan lingkungan. Festival mengusung tema Atasi Pencemaran dan Pulihkan Lingkungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)