“Sidang Isbat ini merupakan salah satu layanan keagamaan bagi masyarakat untuk mendapat kepastian mengenai pelaksanaan ibadah,” ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kamaruddin Amin pada Rapat Persiapan Penetapan Awal Ramadan beberapa waktu lalu.
Sidang isbat dilakukan secara rutin oleh pemerintah untuk menentukan awal Ramadan. Dalam kegiatan ini, Kemenag mengundang perwakilan organisasi masyarakat (ormas) Islam hingga diplomat dari sejumlah negara sahabat. Sementara itu, sidang isbat dibagi menjadi tiga tahap.
Tahap pertama sidang isbat adalah pemaparan posisi hilal awal Ramadan berdasarkan hasil hisab (perhitungan astronomi). Pemaparan pada sidang isbat tahun ini dilakukan oleh Tim Hisab dan Rukyat Kemenag mulai pukul 17.00 WIB.
Tahap kedua yakni penetapan awal Ramadan 1445 Hijriah yang digelar secara tertutup setelah Salat Magrib. Selain data hisab (informasi), sidang isbat juga akan merujuk pada hasil pemantauan hilal yang dilakukan Tim Kemenag pada 134 lokasi di seluruh Indonesia.
Tahap terakhir adalah konferensi pers untuk memaparkan hasil sidang isbat kepada khalayak umum. Konferensi pers ini juga akan disiarkan melalui media sosial resmi milik Kementerian Agama.
Baca juga: Gelar Sidang Isbat Sore Ini, Kemenag Undang MUI sampai DPR |
Sejarah Sidang Isbat
Seperti disebutkan sebelumnya, sidang isbat secara rutin dilakukan pemerintah untuk menentukan awal Ramdan, tepatnya tidak lama setelah Kemenag dibentuk pada 3 Januari 1946 lalu.Melansir laman Kementerian Agama, sidang isbat mulai digelar pada tahun 1950-an. Kegiatan ini diisi dengan pemaparan ulama/ahli, serta pendapat organisasi Islam sebelum pengambilan keputusan awal Ramadan dan Idulfitri.
Berdasarkan buku Agenda Kementerian Agama 1950-1952 dijelaskan bahwa penetapan Ramadan juga didasari oleh rukyat. Oleh karenanya, penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri harus menunggu rukyatul hilal yang kelak akan diumumkan pada waktunya
“Penetapan Hari Raya Islam, terutama permulaan Puasa Ramadan, selain dengan memperhitungkan peredaran bulan, juga berdasarkan rukyat maka oleh karena itu penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri pada pokoknya harus menunggu rukyatul hilal yang kelak akan diumumkan pada waktunya,” demikian penjelasan yang tertulis pada buku tersebut, seperti dikutip dari laman Kemenag, Minggu, 10 Maret 2024.
Baca juga: Perbedaan Awal Ramadan, Kemenag: Kedepankan Sikap Saling Menghormati |
Hal ini kemudian dipertegas lagi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) lewat Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah. Keputusan tersebut berisi hal-hal berikut ini:
1. Penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyat dan hisab oleh Pemerintah RI c.q. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
2. Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah.
3. Dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait.
4. Hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla'-nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.
Baca juga: Awal Ramadan 2024 Berpotensi Berbeda, Menag Minta Masyarakat Tetap Jaga Toleransi |
Pembentukan Badan Hisab Rukyat (BHR)
Kementerian Agama atau yang pada saat itu disebut Departemen Agama membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR) pada 1972. Nama BHR kemudian diubah menjadi Tim Hisab dan Rukyat, lalu berubah lagi menjadi Tim Unifikasi Kalender Hijriah.Badan ini dibentuk guna menentukan hisab dan rukyat dan menyeragamkan pelaksanaan hari raya Islam, seperti Ramada, Idulfitri, dan Iduladha. BHR juga bertugas menjaga persatuan umat Islam, mengatasi pertentangan dan perbedaan dalam pandangan ahli hisab dan rukyat, serta meminimalisir adanya perbedaan dalam partisipasi untuk membangun bangsa dan negara.
Badan Hisab dan Rukyat dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1972 dan pertama kali diketuai oleh Sa'adoeddin Djambek, pakar ilmu falak terkemuka Muhammadiyah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News