Jakarta: Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban Din Syamsudin mengungkap ada dua alasan besar mengapa Indonesia menginisiasi gelaran Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Wasatiyyah Islam.
Pertama, kata Din, berkenaan dengan realitas umat Islam baik nasional maupun global yang menampilkan corak yang tidak wasatiyyah (moderat). Artinya, mementingkan radikalisme, fundamentalisme, esktremisme bahkan menggunakan kekerasan atas nama agama.
Kedua, kehidupan manusia yang mengalami kerusakan, ketidakteraturan, dan ketidakpastian secara global yang membuat umat Islam mudah terbelah.
"Realitas ini harus diatasi dan wasatiyyah Islam harus dipertimbangan menjadi solusi untuk semua masalah termasuk radikalisme, fundamentalisme, dan ekstremisme," ungkapnya, dalam Metro Pagi Primetime, Kamis, 3 Mei 2018.
Din mengatakan wasatiyyah Islam menunjukkan jalan tengah dalam mengatasi berbagai persoalan. Islam yang wasatiyyah dianggap sebagai islam yang seimbang dan berkeadilan, penuh toleransi, dan cenderung menyelesaikan masalah dengan konsultasi atau musyawarah.
Melalui forum ini, Indonesia ingin menunjukkan bahwa islam merupakan agama yang yang damai dan mampu berbaur dengan sistem demokrasi suatu negara atau bangsa. Islam bukan alat yang bisa dijadikan sebagai tameng melindungi kekerasan.
"Saya optimistis bahwa berbagai masalah akan bisa diatasi. Selama mayoritas umat Islam di Indonesia dan manusia secara umum memiliki paradigma wasathiyah akan mencari warna dan bisa diarusutamakan pada kehidupan global," ungkapnya.
Jakarta: Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban Din Syamsudin mengungkap ada dua alasan besar mengapa Indonesia menginisiasi gelaran Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Wasatiyyah Islam.
Pertama, kata Din, berkenaan dengan realitas umat Islam baik nasional maupun global yang menampilkan corak yang tidak wasatiyyah (moderat). Artinya, mementingkan radikalisme, fundamentalisme, esktremisme bahkan menggunakan kekerasan atas nama agama.
Kedua, kehidupan manusia yang mengalami kerusakan, ketidakteraturan, dan ketidakpastian secara global yang membuat umat Islam mudah terbelah.
"Realitas ini harus diatasi dan wasatiyyah Islam harus dipertimbangan menjadi solusi untuk semua masalah termasuk radikalisme, fundamentalisme, dan ekstremisme," ungkapnya, dalam
Metro Pagi Primetime, Kamis, 3 Mei 2018.
Din mengatakan wasatiyyah Islam menunjukkan jalan tengah dalam mengatasi berbagai persoalan. Islam yang wasatiyyah dianggap sebagai islam yang seimbang dan berkeadilan, penuh toleransi, dan cenderung menyelesaikan masalah dengan konsultasi atau musyawarah.
Melalui forum ini, Indonesia ingin menunjukkan bahwa islam merupakan agama yang yang damai dan mampu berbaur dengan sistem demokrasi suatu negara atau bangsa. Islam bukan alat yang bisa dijadikan sebagai tameng melindungi kekerasan.
"Saya optimistis bahwa berbagai masalah akan bisa diatasi. Selama mayoritas umat Islam di Indonesia dan manusia secara umum memiliki paradigma wasathiyah akan mencari warna dan bisa diarusutamakan pada kehidupan global," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)