Jakarta: Penyandang disabilitas membutuhkan sejumlah aplikasi atau software untuk memudahkan memperoleh informasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) terus mempermudah aksesibilitas bagi difabel di seluruh Indonesia.
"Kemkominfo dalam hal ini Bakti (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) itu berupaya agar semua aplikasi tersebut bukan hanya tersedia di Jabodetabek, tapi juga bisa menyediakannya di wilayah-wilayah di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) di Indonesia," kata Direktur Sumber Daya dan Administrasi Bakti Kominfo Fadhilah Mathar dalam webinar dengan tema Hari Pers Nasional: Pedoman Pemberitaan dan TIK Ramah Disabilitas, Kamis, 28 Januari 2021.
Fadhilah mengatakan infrastruktur telekomunikasi terbagi menjadi tiga bagian besar. Pertama, backbone. Indonesia telah mempunyai backbone sepanjang 348.442 kilometer (km).
"Itu hampir sembilan kali keliling dunia, yang terdiri atas backbone yang ditanam di darat maupun di dasar laut," ujar Fadhilah.
Kedua, middle mile. Fadhilah menjelaskan infrastruktur ini terdiri atas fiber optic yang hingga saat ini masih terbaik untuk kapasitas. Lalu, microwave link dan satelit.
Ketiga, last mile. Infrastruktur ini digunakan sampai diterima oleh user.
Kemkominfo tengah fokus melakukan pembangunan untuk membedakan operator seluler dengan komersil. Fokus pembangunan di wilayah-wilayah tertinggal, terluar, terdepan, terpencil, perbatasan, dan wilayah-wilayah prioritas lainnya.
"Sampai saat ini kami mengidentifikasi ada sekitar 7.904 desa atau kelurahan yang belum tejangkau akses 4G sampai 2022," ungkap Fadhilah.
Ketidakterjangkauan 4G itu menjadi salah satu hambatan penyandang disabilitas memperoleh informasi. Sebab, aplikasi-aplikasi yang dipakai sebagai alat aksesibilitas tidak akan bisa bekerja bila tidak mendapatkan jaringan 4G.
"Kami mengharapkan dengan adanya perluasan pembangunan sampai ke daerah-daerah yang terpencil tersebut kita bisa fokus kepada pengembangan aplikasi, e-commerce pun bisa kita tingkatkan bukan hanya di daerah-daerah perkotaan," tutur dia.
(Baca: 12.548 Desa/Kelurahan Akan Dilengkapi Infrastruktur Internet 4G)
Humas Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Ridwan Sumantri menyebut ada sejumlah kebutuhan aksesibilitas untuk memperoleh informasi bagi difabel. Pertama, braille.
Braille adalah alat untuk mengakses informasi secara manual bagi tunanetra. Penyandang disabilitas tunanetra akan meraba kertas atau bahan yang dibuat print braile. Saat ini sudah ada print digital, jadi semua buku sudah bisa di-convert ke braile.
Kedua, penggunaan bahasa isyarat bagi penyandang tuli. Ketiga, pembaca layar. Ridwan menyebut pembaca layar sangat penting bagi tunanetra.
"Kehadiran pembaca layar akan membantu teman-teman mendapatkan informasi yang detail tanpa bantuan orang lain, untuk itu lah banyak server yang berkembang," ujar Ridwan.
Saat ini sejumlah perangkat digunakan tunanetra. Aplikasi itu ada berbayar dan gratis. Sejumlah aplikasi yang berbayar, yakni JAWS; Dolphin Screen Reader; Coba; System Access; dan Zoom Text. Sedangkan, aplikasi gratis yakni NVDA; WebAnyWhere; Orca; BRLTYY; dan Apple Voice Over.
Kelima, aksesibilitas website. Ridwan menyebut hampir semua informasi bisa diakses melalui website. Namun, masih ada website belum memenuhi kriteria aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, khususnya tunanetra.
"Website itu ada panduannya. Jadi, ada website aksesibilitas mengatur bagaimana membuat sebuah website agar bisa diakses oleh pembaca layar. Nah, pembaca layar akan membaca website tersebut lalu menerjemahkan ke audio bagi teman-teman tunanetra pada saat mengakses website-website tersebut," ungkapnya.
Keenam, subtitle. Ridwan menyebut saat ini marak penyampaian informasi melalui YouTube terlebih di tengah pandemi covid-19. Namun, tak semua YouTuber peduli dengan difabel.
"Karena tidak menyediakan subtitle, padahal itu sangat penting keberadaannya. Teman-teman tuli hanya mampu memahami video yang dia tonton dengan tulisan atau peragaan guru bahasa isyarat," ujar Ridwan.
Jakarta: Penyandang disabilitas membutuhkan sejumlah aplikasi atau
software untuk memudahkan memperoleh informasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (
Kemkominfo) terus mempermudah aksesibilitas bagi difabel di seluruh Indonesia.
"Kemkominfo dalam hal ini Bakti (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) itu berupaya agar semua aplikasi tersebut bukan hanya tersedia di Jabodetabek, tapi juga bisa menyediakannya di wilayah-wilayah di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) di Indonesia," kata Direktur Sumber Daya dan Administrasi Bakti Kominfo Fadhilah Mathar dalam webinar dengan tema Hari Pers Nasional: Pedoman Pemberitaan dan TIK Ramah Disabilitas, Kamis, 28 Januari 2021.
Fadhilah mengatakan infrastruktur telekomunikasi terbagi menjadi tiga bagian besar. Pertama,
backbone. Indonesia telah mempunyai
backbone sepanjang 348.442 kilometer (km).
"Itu hampir sembilan kali keliling dunia, yang terdiri atas
backbone yang ditanam di darat maupun di dasar laut," ujar Fadhilah.
Kedua,
middle mile. Fadhilah menjelaskan infrastruktur ini terdiri atas fiber optic yang hingga saat ini masih terbaik untuk kapasitas. Lalu,
microwave link dan satelit.
Ketiga,
last mile. Infrastruktur ini digunakan sampai diterima oleh user.
Kemkominfo tengah fokus melakukan pembangunan untuk membedakan operator seluler dengan komersil. Fokus pembangunan di wilayah-wilayah tertinggal, terluar, terdepan, terpencil, perbatasan, dan wilayah-wilayah prioritas lainnya.
"Sampai saat ini kami mengidentifikasi ada sekitar 7.904 desa atau kelurahan yang belum tejangkau akses
4G sampai 2022," ungkap Fadhilah.
Ketidakterjangkauan 4G itu menjadi salah satu hambatan penyandang disabilitas memperoleh informasi. Sebab, aplikasi-aplikasi yang dipakai sebagai alat aksesibilitas tidak akan bisa bekerja bila tidak mendapatkan jaringan 4G.
"Kami mengharapkan dengan adanya perluasan pembangunan sampai ke daerah-daerah yang terpencil tersebut kita bisa fokus kepada pengembangan aplikasi, e-commerce pun bisa kita tingkatkan bukan hanya di daerah-daerah perkotaan," tutur dia.
(Baca:
12.548 Desa/Kelurahan Akan Dilengkapi Infrastruktur Internet 4G)
Humas Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Ridwan Sumantri menyebut ada sejumlah kebutuhan aksesibilitas untuk memperoleh informasi bagi difabel. Pertama, braille.
Braille adalah alat untuk mengakses informasi secara manual bagi tunanetra. Penyandang disabilitas tunanetra akan meraba kertas atau bahan yang dibuat print braile. Saat ini sudah ada print digital, jadi semua buku sudah bisa di
-convert ke braile.
Kedua, penggunaan bahasa isyarat bagi penyandang tuli. Ketiga, pembaca layar. Ridwan menyebut pembaca layar sangat penting bagi tunanetra.
"Kehadiran pembaca layar akan membantu teman-teman mendapatkan informasi yang detail tanpa bantuan orang lain, untuk itu lah banyak server yang berkembang," ujar Ridwan.
Saat ini sejumlah perangkat digunakan tunanetra. Aplikasi itu ada berbayar dan gratis. Sejumlah aplikasi yang berbayar, yakni JAWS; Dolphin Screen Reader; Coba; System Access; dan Zoom Text. Sedangkan, aplikasi gratis yakni NVDA; WebAnyWhere; Orca; BRLTYY; dan Apple Voice Over.
Kelima, aksesibilitas website. Ridwan menyebut hampir semua informasi bisa diakses melalui website. Namun, masih ada website belum memenuhi kriteria aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, khususnya tunanetra.
"Website itu ada panduannya. Jadi, ada website aksesibilitas mengatur bagaimana membuat sebuah website agar bisa diakses oleh pembaca layar. Nah, pembaca layar akan membaca website tersebut lalu menerjemahkan ke audio bagi teman-teman tunanetra pada saat mengakses website-website tersebut," ungkapnya.
Keenam,
subtitle. Ridwan menyebut saat ini marak penyampaian informasi melalui YouTube terlebih di tengah pandemi covid-19. Namun, tak semua YouTuber peduli dengan difabel.
"Karena tidak menyediakan
subtitle, padahal itu sangat penting keberadaannya. Teman-teman tuli hanya mampu memahami video yang dia tonton dengan tulisan atau peragaan guru bahasa isyarat," ujar Ridwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)