apat Paripurna DPR RI menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023.
apat Paripurna DPR RI menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023.

Ini Poin-poin yang Ditolak soal Pengesahan RUU Kesehatan jadi UU

M Rodhi Aulia • 11 Juli 2023 19:10
Jakarta: Aksi penolakan yang dilakukan sejumlah organisasi profesi di bidang kesehatan tidak menghambat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-undang (UU).
 
DPR tetap mengesahkan UU Omnibus Law di bidang kesehatan tersebut dalam sidang paripurna, Selasa, 11 Juli 2023.
 
Rapat dipimpin Ketua DPR Puan Maharani dan didampingi dua Wakil Ketua DPR. Mereka adalah Lodewijk Freidrich Paulus, dan Rachmat Gobel.

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkias Lakalena melaporkan UU Omnibus Law Kesehatan ini terdiri dari 20 bab dan 478 pasal. Melkias mengeklaim UU ini telah melibatkan peran masyarakat.
 
Lima organisasi profesi menolak RUU jadi UU, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Mereka menyampaikan penolakan secara resmi dalam konferensi pers di Jakarta, 26 September 2022.
 
Sejak saat itu lima organisasi profesi ini secara aktif melakukan rangkaian penolakan hingga melakukan aksi demonstrasi di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta dalam beberapa kesempatan. Aksi ini berlanjut menjelang detik-detik pengesahan RUU Kesehatan di DPR. 
 
Mereka menegaskan RUU Kesehatan tidak diperlukan. Apalagi dalam draft RUU Kesehatan yang mereka terima terdapat sejumlah kejanggalan. Kami merangkum poin-poin penolakan tersebut:

1. Penghapusan Mandatory Spending 5 Persen dari APBN dan 10 Persen dari APBD


Organisasi profesi kesehatan menyoroti hilangnya mandatory sepnding sebesar 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD dari draft RUU Kesehatan. Mereka menyesalkan penghapusan tersebut, terutama tenaga kesehatan honorer.
 
"Apa jadinya kalau mandatory spending dihilangkan? Saya rasa akan makin parah (dan) tidak ada kejelasan bagaimana mereka akan dibayar, sementara mereka sudah mengabdi selama puluhan tahun pada fasilitas kesehatan milik pemerintah," kata Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah di Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023.

2. Mempermudah Masuknya Tenaga Kesehatan Asing


RUU Kesehatan dinilai mengakomodasi kemudahan masuknya tenaga asing ke Indonesia. Hal ini mengancam eksistensi atau lapangan pekerjaan di sektor kesehatan bagi tenaga lokal baru yang baru lulus dan jumlahnya mencapai ribuan setiap tahun.
 
"Mau kemana ini (lulusan tenaga kesehatan setiap tahun)?," ujar Harif.
 
Baca juga: Alasan Demokrat Tolak Pengesahan RUU Kesehatan Jadi Undang-Undang

3. Penghapusan UU Profesi


RUU Kesehatan menggabungkan sejumlah UU yang ada terkait profesi di bidang kesehatan. Penggabungan UU ini menjadi satu dinilai tidak tepat karena masing-masing profesi meski sama-sama di sektor kesehatan, memiliki keunikan tersendiri. 
 
"Sekali pun profesi kesehatan itu sama-sama bergerak di bidang yang sama, namun masing-masing memiliki kekhasannya. Tidak dapat begitu saja digabung. Apabila ada yang ingin menggabungkan ke dalam suatu RUU Omnibus Law, dapat diduga oknum tersebut tidak paham esensi profesi. Bahwa kemudian dibutuhkan UU Sistem Kesehatan Nasional untuk menjembatani agar saling berinteraksi dan mendukung, mungkin ya, tetapi bukan menggabungkannya," kata Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Periode 2012-2015, Dr. Zaenal Abidin dalam artikelnya yang dimuat di situs resmi IDI.

4. Pemberlakuan STR Seumur Hidup


Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkias Lakalena menyatakan UU Kesehatan ini memuat aturan Surat Tanda Registrasi (STR) berlaku seumur hidup. Aturan ini ditujukan untuk kemajuan sistem kesehatan di Indonesia dan menyediakan pelayanan kesehatan terbaik sehingga masyarakat tidak perlu berobat ke luar negeri.
 
Pemberlakuan STR ini tidak sesuai dengan yang lazim berlaku di Indonesia. Selama ini, setiap tenaga kesehatan harus memperpanjang STR setiap lima tahun sekali.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan