Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat ada 1.500 laporan soal kekerasan seksual anak. Laporan itu masuk dalam sistem informasi daring PPA dalam kurun waktu Januari-Juni 2019.
Deputi Perlindungan Anak KPPPA Nahar mengatakan korban kekerasan didominasi anak perempuan dengan jumlah 1.300 korban di 34 provinsi. Seluruh kasus telah ditindaklanjuti KPPPA.
"KKPPA akan merespons semua persoalan tentang kasus-kasus anak, dengan berkoordinasi dengan dinas atau organisasi perangkat daerah setempat dan lembaga penegak hukum di daerah," kata Nahar dalam Sosialisasi Teman Anak, di Harmoni, Jakarta Pusat, Kamis, 5 September 2019.
Menurut dia, saat ini belum dapat diketahui pasti penyebab kekerasan seksual terhadap anak. Namun, ia memperkirakan peran internet tidak terlepas dalam aksi melawan hukum tersebut.
KPPA berusaha mencegah dampak negatif dari internet, terutama yang bersumber dari gawai. Pasalnya, Indonesia menjadi pasar potensial penggunaan gawai dan aktivitas dunia maya. Bedasarkan data, anak usia enam hingga 19 tahun telah memiliki gawai yang terkoneksi internet.
"Akibat terbiasa menggunakan internet dan kurang kontrol itu bisa menggunakan hal-hal yang tidak baik dan berdampak pada tindakan lain," tutur dia.
Pencegahan diimplementasikan melalui sosialisasi terhadap anak-anak dan pihak terkait. Anak-anak penyandang disabilitas tuna wicara ikut dilibatkan. Pasalnya, keterbatasan itu membuat mereka tidak menyadari akan bahaya negatif dari internet.
"Sebagian dari mereka (disabilitas) kadang-kadang kalau tidak dikenalkan maka beberapa kasus yang kami terima, mereka kurang paham kalau mereka sebagai menjadi korban," tutur dia.
Koordinator Nasional End Child Prostitusion on Asian Tourism (ECPAT) Indonesia Ahmad Sofian mengatakan terdapat 800 juta anak di dunia menggunakan internet. Mereka menjadi sasaran empuk predator seks.
"Di banyak negara, internet digunakan untuk melakukan kejahatan terutama untuk kejahatan anak-anak," jelas dia.
Berdasarkan data ECPAT Indonesia pada 2018, terdapat 370 anak menjadi korban eksploitasi seksual anak. Sebanyak 21 persen menjadi korban pornografi anak, 17,7 persen korban prostitusi, dan 0,79 korban bujuk rayu predator anak di dunia maya.
"Ada hubungan antara internet dengan meningkatkan kejahatan seksual terhadap anak-anak," jelas dia.
Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat ada 1.500 laporan soal kekerasan seksual anak. Laporan itu masuk dalam sistem informasi daring PPA dalam kurun waktu Januari-Juni 2019.
Deputi Perlindungan Anak KPPPA Nahar mengatakan korban kekerasan didominasi anak perempuan dengan jumlah 1.300 korban di 34 provinsi. Seluruh kasus telah ditindaklanjuti KPPPA.
"KKPPA akan merespons semua persoalan tentang kasus-kasus anak, dengan berkoordinasi dengan dinas atau organisasi perangkat daerah setempat dan lembaga penegak hukum di daerah," kata Nahar dalam Sosialisasi Teman Anak, di Harmoni, Jakarta Pusat, Kamis, 5 September 2019.
Menurut dia, saat ini belum dapat diketahui pasti penyebab kekerasan seksual terhadap anak. Namun, ia memperkirakan peran internet tidak terlepas dalam aksi melawan hukum tersebut.
KPPA berusaha mencegah dampak negatif dari internet, terutama yang bersumber dari gawai. Pasalnya, Indonesia menjadi pasar potensial penggunaan gawai dan aktivitas dunia maya. Bedasarkan data, anak usia enam hingga 19 tahun telah memiliki gawai yang terkoneksi internet.
"Akibat terbiasa menggunakan internet dan kurang kontrol itu bisa menggunakan hal-hal yang tidak baik dan berdampak pada tindakan lain," tutur dia.
Pencegahan diimplementasikan melalui sosialisasi terhadap anak-anak dan pihak terkait. Anak-anak penyandang disabilitas tuna wicara ikut dilibatkan. Pasalnya, keterbatasan itu membuat mereka tidak menyadari akan bahaya negatif dari internet.
"Sebagian dari mereka (disabilitas) kadang-kadang kalau tidak dikenalkan maka beberapa kasus yang kami terima, mereka kurang paham kalau mereka sebagai menjadi korban," tutur dia.
Koordinator Nasional End Child Prostitusion on Asian Tourism (ECPAT) Indonesia Ahmad Sofian mengatakan terdapat 800 juta anak di dunia menggunakan internet. Mereka menjadi sasaran empuk predator seks.
"Di banyak negara, internet digunakan untuk melakukan kejahatan terutama untuk kejahatan anak-anak," jelas dia.
Berdasarkan data ECPAT Indonesia pada 2018, terdapat 370 anak menjadi korban eksploitasi seksual anak. Sebanyak 21 persen menjadi korban pornografi anak, 17,7 persen korban prostitusi, dan 0,79 korban bujuk rayu predator anak di dunia maya.
"Ada hubungan antara internet dengan meningkatkan kejahatan seksual terhadap anak-anak," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)