Jakarta: Wakil Ketua Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia Triarko Nurlambang menilai kearifan lokal bisa dijadikan alternatif rujukan bangunan tahan gempa.
Belajar dari rumah adat Bayan di Kabupaten Lombok yang tak goyah meski diguncang gempa berkekuatan 7.0 skala richter, pemerintah sudah harus memasukkan risiko bencana dalam rancangan tata ruang.
"Ada unsur-unsur teknis yang bisa dipelajari dari kearifan lokal. Karakter bangunan di Lombok sekarang konstruksinya baru dan modern padahal ada pembelajaran dari rumah adat yang masih bisa dimasukkan ke dalam konstruksinya," ujarnya dalam Metro Pagi Primetime, Senin, 13 Agustus 2018.
Menurut Triarko membangun kembali Lombok setelah diguncang gempa tidak bisa lagi ditunda dan harus dilakukan saat ini. Mulai dari rencana tata ruang sampai bagaimana mendesain bangunannya.
Dia mengatakan pemerintah juga harus meninjau kembali izin mendirikan bangunan (IMB) yang sudah dikeluarkan untuk memastikan konstruksi bangunan yang akan didirikan nantinya sudah memuat risiko bencana dalam rancangannya.
"Secara sistematis dimulai dari data, baik jumlah bangunan sampai peta wilayah rawan gempa. Ini untuk memastikan rencana tata ruang dan bangunan yang akan didirikan sesuai konstruksi tahan gempa," kata dia.
Triarko mengungkap kendala yang dihadapi biasanya tidak semua masyarakat memiliki pengetahuan yang sama tentang gempa. Termasuk gempa itu sendiri, apakah daerahnya masuk wilayah rawan sampai dengan bagaimana konstruksi ideal bangunan.
Prinsipnya, kata dia, seberapa parah kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tidak ada yang mampu memprediksi. Namun, paling tidak risiko itu bisa dikurangi dengan konstruksi, mulai dari pondasi, tiang-tiang, sampai atap bangunan agar tahan terhadap guncangan.
"Pengetahuan ini harus disebarluaskan ke masyarakat atau kepada siapa saja yang akan mendirikan bangunan. Bangunan sensitif seperti sekolah, rumah sakit, dan kantor layanan publik harus diutamakan," jelas dia.
Jakarta: Wakil Ketua Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia Triarko Nurlambang menilai kearifan lokal bisa dijadikan alternatif rujukan bangunan tahan gempa.
Belajar dari rumah adat Bayan di Kabupaten Lombok yang tak goyah meski diguncang gempa berkekuatan 7.0 skala richter, pemerintah sudah harus memasukkan risiko bencana dalam rancangan tata ruang.
"Ada unsur-unsur teknis yang bisa dipelajari dari kearifan lokal. Karakter bangunan di Lombok sekarang konstruksinya baru dan modern padahal ada pembelajaran dari rumah adat yang masih bisa dimasukkan ke dalam konstruksinya," ujarnya dalam
Metro Pagi Primetime, Senin, 13 Agustus 2018.
Menurut Triarko membangun kembali Lombok setelah diguncang gempa tidak bisa lagi ditunda dan harus dilakukan saat ini. Mulai dari rencana tata ruang sampai bagaimana mendesain bangunannya.
Dia mengatakan pemerintah juga harus meninjau kembali izin mendirikan bangunan (IMB) yang sudah dikeluarkan untuk memastikan konstruksi bangunan yang akan didirikan nantinya sudah memuat risiko bencana dalam rancangannya.
"Secara sistematis dimulai dari data, baik jumlah bangunan sampai peta wilayah rawan gempa. Ini untuk memastikan rencana tata ruang dan bangunan yang akan didirikan sesuai konstruksi tahan gempa," kata dia.
Triarko mengungkap kendala yang dihadapi biasanya tidak semua masyarakat memiliki pengetahuan yang sama tentang gempa. Termasuk gempa itu sendiri, apakah daerahnya masuk wilayah rawan sampai dengan bagaimana konstruksi ideal bangunan.
Prinsipnya, kata dia, seberapa parah kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa tidak ada yang mampu memprediksi. Namun, paling tidak risiko itu bisa dikurangi dengan konstruksi, mulai dari pondasi, tiang-tiang, sampai atap bangunan agar tahan terhadap guncangan.
"Pengetahuan ini harus disebarluaskan ke masyarakat atau kepada siapa saja yang akan mendirikan bangunan. Bangunan sensitif seperti sekolah, rumah sakit, dan kantor layanan publik harus diutamakan," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)