New York: Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menargetkan Indonesia bebas penyakit TBC di tahun 2030. Hal itu disampaikan Menkes dalam diskusi bersama Forum Stop TB Partnership Indonesia (FSTPI), WHO Global TB Program dan Stop TB Partnership Global di The Roosevelt Hotel, New york, 24 September 2018.
"Pertemuan ini merupkan langkah pertama dari berbagai tindakan berbagai sektor untuk sama-sama mengeliminasi TBC secara meluas pada tahun 2030," kata Nila.
Untuk mengakhiri TBC pada tahun 2030, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Butuh komitmen yang kuat dan tindakan dari semua sektor.
“Seluruh sektor perlu dilibatkan, harmonisasi program agar visi misi sama dan pemerintah sudah menjadikan TBC sebagai salah satu prioritas Nasional dalam Renstra dan menjadikan TBC sebagai indikator PISPK dan Standar Pelayanan Minimal,” kata Nila.
Pemerintah telah menyiapkan tiga langkah strategis mengeliminasi penyakit menular ini. Pertama, pembiayaan alternatif yang memungkinkan kombinasi negara dan donor atau sumber daya swasta.
Kedua, kerja sama lintas sektor. Salah satunya peran serta masyarakat. Mereka dapat menjadi jembatan untuk mengakhiri TBC. Sementara pada saat yang sama bekerja erat dengan pemerintah dan akademisi dan sektor lain, sehingga akan menurunkan lebih cepat kasus TBC.
Ketiga, regulasi dari pemerintah berupa Instruksi Presiden tentang Germas, Keputusan Menteri tentang PIS-PK, dan juga Standar Pelayanan Kesehatan Minimum.
“Semua itu adalah tiga peraturan strategis yang harus kita semua manfaatkan secara optimal,” kata Nila.
Baca: Menkes Minta Semua Pihak Berperan Tekan Jumlah Penderita TBC
Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek mengatakan TBC membunuh 1,7 juta jiwa lebih banyak daripada AIDS dan Malaria. TBC tidak mudah ditangani, untuk itu perlu peran berbagai sektor untuk penanganannya.
Dari catatan badan kesehatan dunia, TBC juga menimbulkan kerugian dari sisi ekonomis. Tercatat, sejak periode 2000-2015 kerugian mencapai US$616 miliar. Dalam jangka panjang, ini dapat menyebabkan kerugian lebih lanjut sebesar US$984 miliar secara global.
“Kita tahu bahwa TBC tidak pernah menjadi masalah yang sederhana dan mudah terutama dari sudut bagian termiskin dan terabaikan di dunia. Jelas bahwa TBC bukan hanya masalah kesehatan, tetapi membutuhkan pendekatan multidimensi untuk akhirnya dihilangkan,” ucap Nila.
New York: Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menargetkan Indonesia bebas penyakit TBC di tahun 2030. Hal itu disampaikan Menkes dalam diskusi bersama Forum Stop TB Partnership Indonesia (FSTPI), WHO Global TB Program dan Stop TB Partnership Global di The Roosevelt Hotel, New york, 24 September 2018.
"Pertemuan ini merupkan langkah pertama dari berbagai tindakan berbagai sektor untuk sama-sama mengeliminasi TBC secara meluas pada tahun 2030," kata Nila.
Untuk mengakhiri TBC pada tahun 2030, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Butuh komitmen yang kuat dan tindakan dari semua sektor.
“Seluruh sektor perlu dilibatkan, harmonisasi program agar visi misi sama dan pemerintah sudah menjadikan TBC sebagai salah satu prioritas Nasional dalam Renstra dan menjadikan TBC sebagai indikator PISPK dan Standar Pelayanan Minimal,” kata Nila.
Pemerintah telah menyiapkan tiga langkah strategis mengeliminasi penyakit menular ini. Pertama, pembiayaan alternatif yang memungkinkan kombinasi negara dan donor atau sumber daya swasta.
Kedua, kerja sama lintas sektor. Salah satunya peran serta masyarakat. Mereka dapat menjadi jembatan untuk mengakhiri TBC. Sementara pada saat yang sama bekerja erat dengan pemerintah dan akademisi dan sektor lain, sehingga akan menurunkan lebih cepat kasus TBC.
Ketiga, regulasi dari pemerintah berupa Instruksi Presiden tentang Germas, Keputusan Menteri tentang PIS-PK, dan juga Standar Pelayanan Kesehatan Minimum.
“Semua itu adalah tiga peraturan strategis yang harus kita semua manfaatkan secara optimal,” kata Nila.
Baca: Menkes Minta Semua Pihak Berperan Tekan Jumlah Penderita TBC
Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek mengatakan TBC membunuh 1,7 juta jiwa lebih banyak daripada AIDS dan Malaria. TBC tidak mudah ditangani, untuk itu perlu peran berbagai sektor untuk penanganannya.
Dari catatan badan kesehatan dunia, TBC juga menimbulkan kerugian dari sisi ekonomis. Tercatat, sejak periode 2000-2015 kerugian mencapai US$616 miliar. Dalam jangka panjang, ini dapat menyebabkan kerugian lebih lanjut sebesar US$984 miliar secara global.
“Kita tahu bahwa TBC tidak pernah menjadi masalah yang sederhana dan mudah terutama dari sudut bagian termiskin dan terabaikan di dunia. Jelas bahwa TBC bukan hanya masalah kesehatan, tetapi membutuhkan pendekatan multidimensi untuk akhirnya dihilangkan,” ucap Nila.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DMR)