Jakarta: Kriminolog Erlangga Masdiana menilai perilaku masyarakat yang mengonsumsi minuman keras (miras) oplosan tak lepas dari gaya hidup yang terpengaruh budaya asing.
Bagi sebagian orang mengonsumsi minuman keras merupakan sebuah kebanggan dengan nilai tertentu dan kerap dijadikan sebagai alat pemersatu pergaulan di antara mereka.
"Pada remaja, kalau tidak melakukan ini tidak keren, tidak punya solidaritas, dan sebagainya," ungkap Erlangga, dalam Metro Siang, Selasa, 10 April 2018.
Erlangga mengatakan perilaku mengonsumsi miras akan terus ada jika masyarakat masih mengedepankan budaya populer yang akrab dengan minum-minuman dan obat-obatan dalam pergaulan.
Persoalannya, hal itu tidak bisa dikesampingkan begitu saja terlebih bagi sebagian kalangan menengah ke bawah. Sebab mencari 'kesenangan' yang legal bagi mereka relatif mahal apalagi melakukan peredaran minuman keras secara terbuka.
"Mereka (kalangan menengah ke bawah) ingin memiliki gaya hidup sama dan mereka melakukan berbagai macam kreativitas dengan harga murah," kata Erlangga.
Sama halnya dengan narkoba dan obat-obatan terlarang, minuman keras termasuk barang ilegal yang hanya bisa dihalau dengan ketahanan sosial masyarakat itu sendiri.
Sayangnya, masyarakat menengah ke bawah terutama kalangan remaja tidak memiliki ketahanan sosial yang kuat sehingga dengan mudah mengakses minuman keras ilegal yang tidak seharusnya dikonsumsi.
"Masyarakat kita terutama yang berusia 17-30 tahun seharusnya memiliki ketahanan sosial tinggi, punya nilai yang kuat, bahwa minuman keras itu berbahaya bagi dia maupun orang lain," ungkapnya.
Menurut Erlangga kelompok muda seharusnya difasilitasi kegiatan positif di masyarakat. Melarang secara total untuk tidak mengonsumsi minuman keras tidak bisa dilakukan karenanya ketahanan sosial masyarakat mutlak diperlukan.
"Ketahanan sosial dan nilai yang kuat agar mereka tidak terpengaruh apalagi kalau memiliki wawasan, pengetahuan bahwa mencampur miras oplosan itu berbahaya bagi dirinya dan orang lain," kata dia.
Jakarta: Kriminolog Erlangga Masdiana menilai perilaku masyarakat yang mengonsumsi minuman keras (miras) oplosan tak lepas dari gaya hidup yang terpengaruh budaya asing.
Bagi sebagian orang mengonsumsi minuman keras merupakan sebuah kebanggan dengan nilai tertentu dan kerap dijadikan sebagai alat pemersatu pergaulan di antara mereka.
"Pada remaja, kalau tidak melakukan ini tidak keren, tidak punya solidaritas, dan sebagainya," ungkap Erlangga, dalam
Metro Siang, Selasa, 10 April 2018.
Erlangga mengatakan perilaku mengonsumsi miras akan terus ada jika masyarakat masih mengedepankan budaya populer yang akrab dengan minum-minuman dan obat-obatan dalam pergaulan.
Persoalannya, hal itu tidak bisa dikesampingkan begitu saja terlebih bagi sebagian kalangan menengah ke bawah. Sebab mencari 'kesenangan' yang legal bagi mereka relatif mahal apalagi melakukan peredaran minuman keras secara terbuka.
"Mereka (kalangan menengah ke bawah) ingin memiliki gaya hidup sama dan mereka melakukan berbagai macam kreativitas dengan harga murah," kata Erlangga.
Sama halnya dengan narkoba dan obat-obatan terlarang, minuman keras termasuk barang ilegal yang hanya bisa dihalau dengan ketahanan sosial masyarakat itu sendiri.
Sayangnya, masyarakat menengah ke bawah terutama kalangan remaja tidak memiliki ketahanan sosial yang kuat sehingga dengan mudah mengakses minuman keras ilegal yang tidak seharusnya dikonsumsi.
"Masyarakat kita terutama yang berusia 17-30 tahun seharusnya memiliki ketahanan sosial tinggi, punya nilai yang kuat, bahwa minuman keras itu berbahaya bagi dia maupun orang lain," ungkapnya.
Menurut Erlangga kelompok muda seharusnya difasilitasi kegiatan positif di masyarakat. Melarang secara total untuk tidak mengonsumsi minuman keras tidak bisa dilakukan karenanya ketahanan sosial masyarakat mutlak diperlukan.
"Ketahanan sosial dan nilai yang kuat agar mereka tidak terpengaruh apalagi kalau memiliki wawasan, pengetahuan bahwa mencampur miras oplosan itu berbahaya bagi dirinya dan orang lain," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)