Semarang: Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Aryani menyatakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wajib mengklarifikasi kasus dokter Terawan, penemu modifikasi Digital Substraction Angiogram (DSA) atau pengobatan cuci otak. Sebab keputusan itu mulai meresahkan banyak pihak.
Dewi mengatakan hal itu terkait dengan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI yang memecat Terawan (sapaan akrab Brigjen TNI dr. Terawan Agus Putranto) atas pelanggaran kode etik.
Dewi yang juga pernah terapi DSA dengan Terawan pada 2017 menyarankan agar Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Keternagakerjaan) DPR RI untuk segera memanggil IDI dan Terawan agar segera mengkarifikasi kepada publik agar masalah menjadi jernih, tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat.
"Semua rumah sakit punya tim etik dan hukum. Maka, pihak tim RSPAD juga harusnya nanti ikut dipanggil. Seharusnya mereka melindungi pegawai-pegawai di rumah sakit tersebut," katanya.
Baca: Dokter Terawan Didepak dari IDI
Ia mempertanyakan alasan IDI melakukan pemecatan. Oleh karena itu, Komisi IX perlu memanggil IDI supaya publik mengetahui pula fungsi tim etik hukum itu berjalan atau tidak.
Dewi juga menyesalkan karena praktik cuci otak sudah berjalan sekian tahun mengobati ribuan orang. Lalu, IDI menganggap pengobatan tersebut melanggar kode etik.
"Kalaupun ada pelanggaran seharusnya sejak awal sudah disetop. Di rumah sakit 'kan ada tim etik, ada para dokter senior yang paham tentang etik kedokteran dan 'clinical pathway'. Pegangan mereka 'kan itu. Sampai ada di brosur, bahkan dipromosikan," katanya.
Jika pelanggarannya hanya administrasi, menurut Dewi, mestinya ada solusi, bukan pemecatan. Kalau dinilai berat, IDI dan pihak Terawan harus menjelaskan kepada publik supaya tidak makin meresahkan dan jadi polemik berkepanjangan.
"Pemecatan juga ada kriterianya. Maka, harus dijelaskan pelanggaran beratnya apa saja dan kenapa setelah bertahun-tahun praktiknya berjalan?" tanyanya.
Semarang: Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Aryani menyatakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wajib mengklarifikasi kasus dokter Terawan, penemu modifikasi Digital Substraction Angiogram (DSA) atau pengobatan cuci otak. Sebab keputusan itu mulai meresahkan banyak pihak.
Dewi mengatakan hal itu terkait dengan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI yang memecat Terawan (sapaan akrab Brigjen TNI dr. Terawan Agus Putranto) atas pelanggaran kode etik.
Dewi yang juga pernah terapi DSA dengan Terawan pada 2017 menyarankan agar Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Keternagakerjaan) DPR RI untuk segera memanggil IDI dan Terawan agar segera mengkarifikasi kepada publik agar masalah menjadi jernih, tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat.
"Semua rumah sakit punya tim etik dan hukum. Maka, pihak tim RSPAD juga harusnya nanti ikut dipanggil. Seharusnya mereka melindungi pegawai-pegawai di rumah sakit tersebut," katanya.
Baca: Dokter Terawan Didepak dari IDI
Ia mempertanyakan alasan IDI melakukan pemecatan. Oleh karena itu, Komisi IX perlu memanggil IDI supaya publik mengetahui pula fungsi tim etik hukum itu berjalan atau tidak.
Dewi juga menyesalkan karena praktik cuci otak sudah berjalan sekian tahun mengobati ribuan orang. Lalu, IDI menganggap pengobatan tersebut melanggar kode etik.
"Kalaupun ada pelanggaran seharusnya sejak awal sudah disetop. Di rumah sakit 'kan ada tim etik, ada para dokter senior yang paham tentang etik kedokteran dan 'clinical pathway'. Pegangan mereka 'kan itu. Sampai ada di brosur, bahkan dipromosikan," katanya.
Jika pelanggarannya hanya administrasi, menurut Dewi, mestinya ada solusi, bukan pemecatan. Kalau dinilai berat, IDI dan pihak Terawan harus menjelaskan kepada publik supaya tidak makin meresahkan dan jadi polemik berkepanjangan.
"Pemecatan juga ada kriterianya. Maka, harus dijelaskan pelanggaran beratnya apa saja dan kenapa setelah bertahun-tahun praktiknya berjalan?" tanyanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)