medcom.id, Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memastikan obat PCC yang beredar di Kendari, Sulawesi Tenggara, adalah obat palsu. Obat PCC bahkan tidak terdaftar dan tak memiliki izin edar.
"PCC produk palsu. Kalau produk legal kami awasi seluruhnya," ungkap Direktur Pengawasan Narkotika dan Zat Adiktif BPOM Rita Endang, dalam Primetime News, Minggu 17 September 2017.
Meskipun peredaran pil yang mengandung parasetamol, kafein, dan karisoprodol itu luas dan diduga sudah berlangsung lama, Rita membantah bahwa pihaknya kecolongan. Rita menyebut bahwa selama ini BPOM sudah melakukan deteksi dini dan melakukan pengawasan secara komprehensif dari hulu ke hilir.
Menurut Rita, yang terjadi di Kendari bukan hanya tanggung jawab BPOM melainkan juga kepolisian dan instansi terkait. Sebab peredaran obat yang diduga palsu dan ilegal itu di luar kewenangan BPOM.
"Kalau produknya palsu tanpa izin edar tentu ini tanggung jawab bersama, BBPOM dan kepolisian. (BPOM) Sama sekali bukan kecolongan Kami berkoordinasi dan betul-betul melakukan pengawasan di 33 provinsi," kata Rita.
Rita memastikan obat PCC dibuat oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab dan hasilnya adalah produk ilegal. BPOM menyebutnya bukanlah obat, sebab obat dibuat dengan cara pembuatan yang baik dan dilakukan oleh industri yang telah ditunjuk.
"Obat asli ada penandaannya, indikasinya apa dan efek sampingnya. Ini enggak ada semua bahkan ditaruh di kantong begitu saja, (PCC) sebetulnya bukan obat," jelasnya.
Rita pun mengakui bahwa setelah dilakukan pengujian, kandungan dalam PCC bukan hanya paracetamol, caffein, dan carisoprodol saja, melainkan ada lagi campuran antara carisoprodol dengan tramadol dan carisoprodol dengan trihexyphenidyl.
"Ini pengujian yang baru kami terima bahwa itu adalah tiga bentuk sediaan dengan kandungan yang berbeda, jadi bisa dibayangkan bahwa bukan hanya carisoprodol tetapi carisoprodol trihexyphenidyl, carisoprodol dan tramadol, jadi luar biasa ini (efeknya)," jelas Rita.
medcom.id, Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memastikan obat PCC yang beredar di Kendari, Sulawesi Tenggara, adalah obat palsu. Obat PCC bahkan tidak terdaftar dan tak memiliki izin edar.
"PCC produk palsu. Kalau produk legal kami awasi seluruhnya," ungkap Direktur Pengawasan Narkotika dan Zat Adiktif BPOM Rita Endang, dalam
Primetime News, Minggu 17 September 2017.
Meskipun peredaran pil yang mengandung parasetamol, kafein, dan karisoprodol itu luas dan diduga sudah berlangsung lama, Rita membantah bahwa pihaknya kecolongan. Rita menyebut bahwa selama ini BPOM sudah melakukan deteksi dini dan melakukan pengawasan secara komprehensif dari hulu ke hilir.
Menurut Rita, yang terjadi di Kendari bukan hanya tanggung jawab BPOM melainkan juga kepolisian dan instansi terkait. Sebab peredaran obat yang diduga palsu dan ilegal itu di luar kewenangan BPOM.
"Kalau produknya palsu tanpa izin edar tentu ini tanggung jawab bersama, BBPOM dan kepolisian. (BPOM) Sama sekali bukan kecolongan Kami berkoordinasi dan betul-betul melakukan pengawasan di 33 provinsi," kata Rita.
Rita memastikan obat PCC dibuat oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab dan hasilnya adalah produk ilegal. BPOM menyebutnya bukanlah obat, sebab obat dibuat dengan cara pembuatan yang baik dan dilakukan oleh industri yang telah ditunjuk.
"Obat asli ada penandaannya, indikasinya apa dan efek sampingnya. Ini enggak ada semua bahkan ditaruh di kantong begitu saja, (PCC) sebetulnya bukan obat," jelasnya.
Rita pun mengakui bahwa setelah dilakukan pengujian, kandungan dalam PCC bukan hanya paracetamol, caffein, dan carisoprodol saja, melainkan ada lagi campuran antara carisoprodol dengan tramadol dan carisoprodol dengan trihexyphenidyl.
"Ini pengujian yang baru kami terima bahwa itu adalah tiga bentuk sediaan dengan kandungan yang berbeda, jadi bisa dibayangkan bahwa bukan hanya carisoprodol tetapi carisoprodol trihexyphenidyl, carisoprodol dan tramadol, jadi luar biasa ini (efeknya)," jelas Rita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)