Jakarta: Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman Institute Amin Soebandrio mengingatkan masyarakat tidak melanggar protokol kesehatan setelah divaksinasi covid-19. Pasalnya, vaksin untuk meningkatkan imunitas bukan satu-satunya faktor pengendalian covid-19.
“Jangan disalahartikan bahwa imunitas membereskan segalanya sehingga boleh melanggar 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun),” tegas Amin dalam Newsmaker Special Medcom.id bertajuk ‘Refleksi 1 Tahun Covid-19’ secara virtual, Selasa, 2 Maret 2021.
Amin menyebut ada rumus untuk memetakan risiko terjadinya infeksi. Yakni, kemampuan virus menimbulkan penyakit atau virulensi dikali jumlah virus dosis. Kemudian, dibagi dengan angka imunitas.
(Baca: IDI: Mutasi Covid-19, Protokol Kesehatan Jangan Kendur)
Amin mencontohkan dosis, yakni konsentrasi penularan virus seperti berada di ruang terbuka atau tertutup. Misalnya tenaga kesehatan (nakes) di rumah sakit yang terpapar covid-19 meski memakai alat pelindung diri (APD) lengkap.
“Tapi dosisnya berlipat-lipat karena kerja setiap hari. Pasti ada sejumlah kecil (virus). Walaupun punya kekebalan, tapi jebol (terpapar) juga,” terang dia.
Amin menyebut virulensi yakni seberapa cepat virus menular. Bahkan ada kemungkinan seseorang mengalami gejala berat setelah terpapar covid-19.
“Dengan memahami rumus itu, kita bisa mengerti apa saja yang bisa memengaruhi risiko infeksi,” tutur Amin.
Jakarta: Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman Institute Amin Soebandrio mengingatkan masyarakat tidak melanggar protokol kesehatan setelah
divaksinasi covid-19. Pasalnya, vaksin untuk meningkatkan imunitas bukan satu-satunya faktor pengendalian covid-19.
“Jangan disalahartikan bahwa imunitas membereskan segalanya sehingga boleh melanggar
3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun),” tegas Amin dalam Newsmaker Special Medcom.id bertajuk ‘Refleksi 1 Tahun Covid-19’ secara virtual, Selasa, 2 Maret 2021.
Amin menyebut ada rumus untuk memetakan risiko terjadinya infeksi. Yakni, kemampuan virus menimbulkan penyakit atau virulensi dikali jumlah virus dosis. Kemudian, dibagi dengan angka imunitas.
(Baca:
IDI: Mutasi Covid-19, Protokol Kesehatan Jangan Kendur)
Amin mencontohkan dosis, yakni konsentrasi penularan virus seperti berada di ruang terbuka atau tertutup. Misalnya tenaga kesehatan (nakes) di rumah sakit yang terpapar covid-19 meski memakai alat pelindung diri (APD) lengkap.
“Tapi dosisnya berlipat-lipat karena kerja setiap hari. Pasti ada sejumlah kecil (virus). Walaupun punya kekebalan, tapi jebol (terpapar) juga,” terang dia.
Amin menyebut virulensi yakni seberapa cepat virus menular. Bahkan ada kemungkinan seseorang mengalami gejala berat setelah terpapar covid-19.
“Dengan memahami rumus itu, kita bisa mengerti apa saja yang bisa memengaruhi risiko infeksi,” tutur Amin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)