Banyak persidangan di berbagai daerah harus ditunda, seperti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menunda hingga 70 persen persidangan.
Fenomena ini terjadi di tengah tuntutan para hakim yang menuntut kenaikan gaji dan tunjangan, tuntutan yang kini telah disetujui oleh pemerintah.
Baca juga: Menkumham Tindak Lanjuti Tuntutan Solidaritas Hakim Indonesia |
Menurut Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Soeharto, para hakim tidak sedang melakukan mogok kerja melainkan menggunakan hak cuti mereka secara bersamaan.
"Kalau adik-adik hakim ini, atau kawan-kawan SHI, ini bukan cuti bersama, mereka menggunakan hak cutinya berbarengan, tanggalnya mereka yang pilih," ungkap Soeharto, Senin 7 Oktober 2024.
Baca juga: 12 Tahun tak Naik Gaji, Wakil Tuhan Tuntut Keadilan |
Cuti ini mengakibatkan banyak sidang harus ditunda, yang mana hal ini cukup mengganggu kelancaran proses hukum. Meski begitu, beberapa sidang tetap dilaksanakan, terutama yang menyangkut praperadilan dan kasus-kasus dengan terdakwa yang masa penahanannya hampir habis.
"Memang banyak sidang yang ditunda hingga pekan depan, ini hampir 70 persen," jelas Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto.
Gerakan ini dilakukan oleh para hakim sebagai bentuk tekanan kepada pemerintah terkait kesejahteraan yang dinilai tak kunjung mendapat perhatian. Sementara itu, tuntutan kenaikan gaji dan tunjangan telah mendapat lampu hijau dari pemerintah.
Juru Bicara MA, Soeharto, menyebut KemenPAN-RB telah menyetujui usulan kenaikan gaji dan tunjangan hakim. Persetujuan ini terungkap usai aksi cuti massal para hakim.
"Setelah berproses dengan Kemenkeu, yang deal itu tiga, gaji pokok, pensiun, sama tunjangan hakim," ujar Soeharto.
Situasi ini menimbulkan perbandingan yang tajam dengan nasib buruh di Indonesia, yang kerap kali melakukan aksi demonstrasi atau mogok kerja untuk menuntut kenaikan upah dan tunjangan, namun tidak mendapatkan hasil secepat atau seotomatis yang dirasakan oleh para hakim.
Buruh sering kali harus menghadapi penolakan atau pembahasan yang berlarut-larut, sementara hakim mendapatkan kenaikan gaji mereka hanya setelah mengajukan permohonan dalam beberapa waktu.
Juru Bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar, mengatakan bahwa Presiden terpilih Prabowo Subianto telah mengetahui tentang tuntutan para hakim ini dan diharapkan pihak eksekutif segera mendukung upaya tersebut.
"Pak Prabowo juga menyampaikan berita ini semoga dari pihak eksekutif bisa juga mendukung," ujarnya.
Aksi cuti massal ini menyoroti pentingnya kesejahteraan hakim demi menjaga integritas pengadilan. Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid, menyatakan bahwa tanpa kesejahteraan yang layak, hakim rentan terhadap praktik korupsi.
"Revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak," tegasnya.
Gerakan cuti massal ini menggambarkan tantangan yang dihadapi sistem peradilan dalam menyeimbangkan hak para hakim dengan proses penegakan hukum yang berkeadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News