medcom.id, Jakarta: Pemerintah diminta memasukkan pendidikan seksual dalam kurikulum. Hal itu penting untuk mencegah dan meminimalisasi kekerasan seksual pada anak.
Kordinator Aliansi Remaja Independen (ARI) Prameswari Puspa Ayu mengatakan, anak harus dibekali pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi secara komprehensif. Pendidikan seksualitas komprehensif mencakup pengetahuan kesehatan gender, reproduksi, kesetaraan gender, hubungan personal dengan teman, guru, dan orang dewasa lainnya.
"Dengan pendidikan seperti itu anak akan tahu tentang dirinya. Dia akan menjaga dirinya dari berbagai ancaman kekerasan," kata Prameswari di Gedung Kemendikbud, Jakarta Pusat, Senin (9/5/2016).
Foto: Antara/Rosa Pangabean
Tak hanya berguna untuk dirinya, pendidikan seksualitas membuat anak menghargai tubuh orang lain. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan UNESCO, ada korelasi positif antara pengetahun seksualitas dengan perilaku remaja.
"Kalau korban dan pelaku muda masih terjadi, bukan tidak mungkin nanti orang terdekat yang menjadi korban selanjutnya," kata Prameswari.
Ia meminta Pemerintah segera merancang kurikulum seksualitas dan menjadikan sebagai kurikulum pendidikan nasional. Menurutnya, itu langkah ampuh untuk mencegah dan meminimalisasi darurat kekerasan seksual.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, Pemerintah masih menganggap kekerasan terhadap anak sebagai tindak pidana biasa.
Foto: MI/Susanto
"Peristiwa ini (kekerasan seksual) terus berulang. Bangsa ini masih anggap kekerasan anak tindak pidana biasa," kata Arist.
Menurut Arist, kekerasan terhadap anak masuk ke dalam klasifikasi kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). "Saya anggap ini extra ordinary crime. Anak-anak direnggut nyawanya, dan hak mereka untuk hidup," jelas Arist
Arist meminta Pemerintah segera menetapkan pidana pokok pada kekerasan terhadap anak. Selain itu, ia meminta Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2016.
"Sangat penting merespon, kalau 90 persen pelaku pemerkosaan adalah remaja. Tindakan-tindakan sadis yang melibatkan anak-anak akan menjadi bom waktu jika data itu tidak diselesaikan dengan baik," kata Arist.
medcom.id, Jakarta: Pemerintah diminta memasukkan pendidikan seksual dalam kurikulum. Hal itu penting untuk mencegah dan meminimalisasi kekerasan seksual pada anak.
Kordinator Aliansi Remaja Independen (ARI) Prameswari Puspa Ayu mengatakan, anak harus dibekali pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi secara komprehensif. Pendidikan seksualitas komprehensif mencakup pengetahuan kesehatan gender, reproduksi, kesetaraan gender, hubungan personal dengan teman, guru, dan orang dewasa lainnya.
"Dengan pendidikan seperti itu anak akan tahu tentang dirinya. Dia akan menjaga dirinya dari berbagai ancaman kekerasan," kata Prameswari di Gedung Kemendikbud, Jakarta Pusat, Senin (9/5/2016).
Foto: Antara/Rosa Pangabean
Tak hanya berguna untuk dirinya, pendidikan seksualitas membuat anak menghargai tubuh orang lain. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan UNESCO, ada korelasi positif antara pengetahun seksualitas dengan perilaku remaja.
"Kalau korban dan pelaku muda masih terjadi, bukan tidak mungkin nanti orang terdekat yang menjadi korban selanjutnya," kata Prameswari.
Ia meminta Pemerintah segera merancang kurikulum seksualitas dan menjadikan sebagai kurikulum pendidikan nasional. Menurutnya, itu langkah ampuh untuk mencegah dan meminimalisasi darurat kekerasan seksual.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, Pemerintah masih menganggap kekerasan terhadap anak sebagai tindak pidana biasa.
Foto: MI/Susanto
"Peristiwa ini (kekerasan seksual) terus berulang. Bangsa ini masih anggap kekerasan anak tindak pidana biasa," kata Arist.
Menurut Arist, kekerasan terhadap anak masuk ke dalam klasifikasi kejahatan luar biasa (
extra ordinary crime). "Saya anggap ini
extra ordinary crime. Anak-anak direnggut nyawanya, dan hak mereka untuk hidup," jelas Arist
Arist meminta Pemerintah segera menetapkan pidana pokok pada kekerasan terhadap anak. Selain itu, ia meminta Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2016.
"Sangat penting merespon, kalau 90 persen pelaku pemerkosaan adalah remaja. Tindakan-tindakan sadis yang melibatkan anak-anak akan menjadi bom waktu jika data itu tidak diselesaikan dengan baik," kata Arist.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)