medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddik, menyatakan saat ini Indonesia dalam keadaan darurat bahaya lesbian, gay, biseks dan transgender (LGBT) sehingga dibutuhkan perhatian serius dari semua pihak.
"Munculnya kasus-kasus hukum berkaitan dengan pelaku dan perilaku LGBT makin menyentakkan kesadaran masyarakat luas akan ancaman dan bahaya LGBT," katanya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (20/2/2016).
Dia berpandangan, indikator darurat fenomena LGBT justru menyeruak dari kalangan publik figur. Pelaku dan perilaku tersebut kemudian disebarluaskan secara masif oleh lembaga penyiaran, khususnya televisi.
Sebagai bukti, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selama bulan Februari 2016 sudah mengeluarkan sekitar enam sanksi teguran terhadap program-program televisi yang mempromosikan pelaku dan perilaku LGBT.
"Bayangkan jika setiap hari ada beberapa televisi menampilkan pelaku dan perilaku LGBT dalam programnya, maka berapa juta warga masyarakat Indonesia yang terterpa pesan langsung dan tidak langsung tentang LGBT?," ungkap dia.
Dia menambahkan, disorientasi perilaku seksual itu juga dapat ditularkan. Terlebih saat ini muncul pembelaan dan advokasi dari berbagai kalangan baik perorangan maupun kelembagaan. Bahkan, perusahaan-perusahaan multinasional turut mempromosikan LGBT.
"Penularan yang terlihat cepat di kalangan figur publik khususnya artis, bisa jadi contoh paling gamblang," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Dengan memperhatikan indikator- indikator tersebut, lanjutnya, pemerintah, DPR dan semua komponen masyarakat sudah semestinya memiliki kesadaran kolektif untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan ini.
"Lebih khusus lagi media massa, media penyiaran dan media sosial harus mawas diri agar tidak menjadi agen penyebarluasan pelaku dan perilaku LGBT," tandasnya.
medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddik, menyatakan saat ini Indonesia dalam keadaan darurat bahaya lesbian, gay, biseks dan transgender (LGBT) sehingga dibutuhkan perhatian serius dari semua pihak.
"Munculnya kasus-kasus hukum berkaitan dengan pelaku dan perilaku LGBT makin menyentakkan kesadaran masyarakat luas akan ancaman dan bahaya LGBT," katanya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (20/2/2016).
Dia berpandangan, indikator darurat fenomena LGBT justru menyeruak dari kalangan publik figur. Pelaku dan perilaku tersebut kemudian disebarluaskan secara masif oleh lembaga penyiaran, khususnya televisi.
Sebagai bukti, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selama bulan Februari 2016 sudah mengeluarkan sekitar enam sanksi teguran terhadap program-program televisi yang mempromosikan pelaku dan perilaku LGBT.
"Bayangkan jika setiap hari ada beberapa televisi menampilkan pelaku dan perilaku LGBT dalam programnya, maka berapa juta warga masyarakat Indonesia yang terterpa pesan langsung dan tidak langsung tentang LGBT?," ungkap dia.
Dia menambahkan, disorientasi perilaku seksual itu juga dapat ditularkan. Terlebih saat ini muncul pembelaan dan advokasi dari berbagai kalangan baik perorangan maupun kelembagaan. Bahkan, perusahaan-perusahaan multinasional turut mempromosikan LGBT.
"Penularan yang terlihat cepat di kalangan figur publik khususnya artis, bisa jadi contoh paling gamblang," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Dengan memperhatikan indikator- indikator tersebut, lanjutnya, pemerintah, DPR dan semua komponen masyarakat sudah semestinya memiliki kesadaran kolektif untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan ini.
"Lebih khusus lagi media massa, media penyiaran dan media sosial harus mawas diri agar tidak menjadi agen penyebarluasan pelaku dan perilaku LGBT," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)