medcom.id, Jakarta: Kementerian Sosial meninjau beberapa lokasi penampungan eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Dalam beberapa hari ke depan, Kemensos menargetkan seluruh pengungsi kembali ke daerah asal.
Metrotvnews.com ikut dalam rombongan Kemensos, sempat mewawancara puluhan eks anggota Gafatar. Ketika ditanya alasan bergabung Gafatar, mereka kompak menjawab ingin bertani.
Agus, 44, salah seorang eks anggota Gafatar mengaku heran dengan sikap pemerintah. Seharusnya, kata dia, pemerintah mendukung Gafatar lantaran memberikan pemahaman kepada mereka untuk memperkuat sektor pertanian.
"Kita mau bertani kok dilarang? Harusnya didukung. Coba lihat, semuanya kita masih mengimpor. Ini saatnya kita membangun ketahanan pangan," kata Agus, warga asal Klaten, Jawa Tengah, di Barak Pengungsian Yon Bekangdam XII, Tanjung Pura, Kalimantan Barat, Selasa (22/1/2016).
Agus yang mengaku sebagai koordinator lapangan di wilayah Bengkayang mengungkapkan, mereka tinggal di sebuah bangunan rumah terdiri dari beberapa kamar. Mereka tinggal bersama, melakukan aktivitas bersama.
Kawasan Pertanian Terpadu milik Kelompok Tani Manunggal Sejati di Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Kecamatan Mempawah Hilir. Kawasan ini disebut-sebut sebagai salah satu lokasi eksodus anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. MI/Aries Munandar.
Mereka mengumpulkan dana bersama untuk membeli lahan. Lahan itu digunakan untuk pertanian. Hasil tani akan dibagi rata kepada anggota yang ikut menggarap lahan pertanian.
Namun, Agus tidak bisa menjawab atas nama siapa sertifikat lahan yang mereka beli. Tatapan matanya kosong, dan sesekali menatap wajah teman lain yang berada disamping. "Itu milik yayasan. Tapi tidak tahu yayasan apa," jawab dia.
Hal sama diungkapkan Yani, 66. Dia membantah kabar yang menyebut Gafatar mengajarkan tidak perlu solat dan puasa. Dia bilang, persoalan ibadah menjadi urusan pribadi.
"Itu tidak benar semua. Kami tidak diajarkan seperti itu. Jangan melihat orang dari luarnya saja, mereka harus tahu dalamnya. Kami di sini hanya bertani. Yang tinggal di sini dari banyak agama. Kami hidup selaras dalam perbedaan," kata Yani.
Warga asal Sleman Yogyakarta mengungkapkan ini, awal mula masuk Gafatar lantaran organisasi itu sering melakukan aksi sosial di desanya, seperti donor darah. Tertarik, Yani yang sudah berada di Kalbar sejak 2014 lalu, mengaku mendatangi pengurus Gafatar sendiri.
Yani mendapat tawaran kehidupan layak jika mau bekerja sebagai petani di Kalimantan Barat. Yani pun menjual seluruh harta benda yang dia miliki di Sleman untuk menuju Kalbar.
"Tidak ada paksaan. Kami di sini atas keinginan kami sendiri. Kenapa di Kalbar, karena di sini kan tanahnya masih lebar, kalau di Jawa kita tidak bisa bertani, lahan sempit," tegas dia.
Senada, Tikno, 45, warga Bekasi juga mengaku nyaman selama berada di Sanggau, salah satu titik pemukiman bekas anggota Gafatar. Dia juga mengaku tidak merasa Gafatar melakukan perekrutan dengan pencucian otak.
"Tidak adalah. Kami di sini hanya ingin bertani, itu saja. Kami tidak ingin pulang," katanya.
Kondisi pengungsian eks anggota Gafatar. MTVN/Wanda Indana.
Pantauan Metrotvnews.com, selama kunjungan Mensos di barak pengungsian di Yon Bekangdam XII, sama sekali tidak terlihat aktivitas warga melakukan ibadah salat lima waktu. Warga tampak saling mengobrol satu dengan yang lain. Tak ada raut penyesalan pada wajah-wajah mereka.
medcom.id, Jakarta: Kementerian Sosial meninjau beberapa lokasi penampungan eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Dalam beberapa hari ke depan, Kemensos menargetkan seluruh pengungsi kembali ke daerah asal.
Metrotvnews.com ikut dalam rombongan Kemensos, sempat mewawancara puluhan eks anggota Gafatar. Ketika ditanya alasan bergabung Gafatar, mereka kompak menjawab ingin bertani.
Agus, 44, salah seorang eks anggota Gafatar mengaku heran dengan sikap pemerintah. Seharusnya, kata dia, pemerintah mendukung Gafatar lantaran memberikan pemahaman kepada mereka untuk memperkuat sektor pertanian.
"Kita mau bertani
kok dilarang? Harusnya didukung. Coba lihat, semuanya kita masih mengimpor. Ini saatnya kita membangun ketahanan pangan," kata Agus, warga asal Klaten, Jawa Tengah, di Barak Pengungsian Yon Bekangdam XII, Tanjung Pura, Kalimantan Barat, Selasa (22/1/2016).
Agus yang mengaku sebagai koordinator lapangan di wilayah Bengkayang mengungkapkan, mereka tinggal di sebuah bangunan rumah terdiri dari beberapa kamar. Mereka tinggal bersama, melakukan aktivitas bersama.

Kawasan Pertanian Terpadu milik Kelompok Tani Manunggal Sejati di Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Kecamatan Mempawah Hilir. Kawasan ini disebut-sebut sebagai salah satu lokasi eksodus anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. MI/Aries Munandar.
Mereka mengumpulkan dana bersama untuk membeli lahan. Lahan itu digunakan untuk pertanian. Hasil tani akan dibagi rata kepada anggota yang ikut menggarap lahan pertanian.
Namun, Agus tidak bisa menjawab atas nama siapa sertifikat lahan yang mereka beli. Tatapan matanya kosong, dan sesekali menatap wajah teman lain yang berada disamping. "Itu milik yayasan. Tapi tidak tahu yayasan apa," jawab dia.
Hal sama diungkapkan Yani, 66. Dia membantah kabar yang menyebut Gafatar mengajarkan tidak perlu solat dan puasa. Dia bilang, persoalan ibadah menjadi urusan pribadi.
"Itu tidak benar semua. Kami tidak diajarkan seperti itu. Jangan melihat orang dari luarnya saja, mereka harus tahu dalamnya. Kami di sini hanya bertani. Yang tinggal di sini dari banyak agama. Kami hidup selaras dalam perbedaan," kata Yani.
Warga asal Sleman Yogyakarta mengungkapkan ini, awal mula masuk Gafatar lantaran organisasi itu sering melakukan aksi sosial di desanya, seperti donor darah. Tertarik, Yani yang sudah berada di Kalbar sejak 2014 lalu, mengaku mendatangi pengurus Gafatar sendiri.
Yani mendapat tawaran kehidupan layak jika mau bekerja sebagai petani di Kalimantan Barat. Yani pun menjual seluruh harta benda yang dia miliki di Sleman untuk menuju Kalbar.
"Tidak ada paksaan. Kami di sini atas keinginan kami sendiri. Kenapa di Kalbar, karena di sini kan tanahnya masih lebar, kalau di Jawa kita tidak bisa bertani, lahan sempit," tegas dia.
Senada, Tikno, 45, warga Bekasi juga mengaku nyaman selama berada di Sanggau, salah satu titik pemukiman bekas anggota Gafatar. Dia juga mengaku tidak merasa Gafatar melakukan perekrutan dengan pencucian otak.
"Tidak adalah. Kami di sini hanya ingin bertani, itu saja. Kami tidak ingin pulang," katanya.
Kondisi pengungsian eks anggota Gafatar. MTVN/Wanda Indana.
Pantauan
Metrotvnews.com, selama kunjungan Mensos di barak pengungsian di Yon Bekangdam XII, sama sekali tidak terlihat aktivitas warga melakukan ibadah salat lima waktu. Warga tampak saling mengobrol satu dengan yang lain. Tak ada raut penyesalan pada wajah-wajah mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)