Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Epidemiolog: Pencegahan Varian Omicron di Indonesia Harus Optimal

Theofilus Ifan Sucipto • 26 Desember 2021 22:16
Jakarta: Pemerintah dinilai tak bisa mengabaikan varian Omicron. Pencegahan varian Omicron harus optimal dan dibutuhkan penanganan serius.
 
"Tidak bisa kita anggap remeh (Omicron), karena data menunjukkan bahwa setidaknya varian Omicron ini 25 persen memang lebih tidak menyebabkan keparahan dibandingkan Delta," kata Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman, kepada Media Indonesia, Minggu, 26 Desember 2021.
 
Namun, berdasarkan data lainnya, varian Omicron jauh lebih menyebabkan kepatahan dibandingkan semua varian lain selain Delta. "Artinya dibandingkan Alpha, dibandingkan Beta, dibandingkan juga varian lain, atau yang lebih sering dibandingkan adalah virus liar yang di Wuhan," ujarnya.

Oleh karena itu, dia meminta penemuan kasus varian Omicron di Indonesia tetap harus disikapi serius. Apalagi, varian Omicron juga masih berpotensi menyebabkan lonjakan dari gelombang pandemi di Tanah Air.
 
"Karena apa? karena dia memiliki kemampuan reinfeksi, orang yang sudah terinfeksi tetap bisa terinfeksi bahkan 3 kali dibandingkan varian lain kemampuannya untuk menyebabkan infeksi ulang," paparnya.
 
Terlebih, lanjut Dicky varian Omicron bisa menurunkan kemampuan antibodi dalam deteksi. Sehingga, dalam situasi liburan ini, masyarakat harus menempatkan mitigasi risiko.
 
Antara lain dalam setiap aktivitas maupun bepergian di dalam kota dan luar kota dengan prinsip bahwa pertama apa yang dilakukan, ada yang dilakukan sebelum bepergian, selama bepergian, dan setelah bepergian.
 
"Sebelum itu diputuskan, tentu bagi yang belum memiliki rencana ataupun membeli tiket, belum terlanjur booking kalau saran saya, berlibur di sekitar rumah atau di dalam kota," tuturnya.
 
Namun, bagi masyarakat yang sudah terlanjur booking tempat destinasi liburan, pastikan sudah mendapatkan vaksinasi penuh dalam durasi proteksi 7 bulan sejak suntikan kedua. Bahkan, memastikan tidak dalam risiko tinggi, tidak komorbid, dan risiko lainnya.
 
"Risiko lainnya tuh bisa disabilitas ada juga bisa didiga kasus kontak, dalam kondisi tidak sehat jangan, pastikan bahwa tidak bergejala, tidak juga atau hasil rapid test harus negatif sebelumnya berpergian," tegansya.
 
Selama perjalanan, masyarakat juga harus menerapkan protokol kesehatan ketat dengan standar masker yang baik, N95 sebaiknya dipakai. Masyarakat pun harus memilih lokasi-lokasi yang out door atau taat dalam protokol kesehatan, sehingga berkurang potensi risiko tersebut.
 
"Pilih moda transportasi yang paling baik, aman, baim pesawat terbang atau kalaupun perjalanan darat gunakan moda transportasi mobil pribadi atau sewa. Itu lebih aman," tegasnya.
 
Ketika sudah pulang, sebaiknya tetap di rumah 3-5 hari. Setelah tiga hari, sebaiknya lakukan tes ulang untuk memastikan tidak membawa risiko kepada keluarga terdekat.
 
"Itu yang harus dilakukan," ujarnya.
 
Dia meminta pemerintah daerah harus memperkuat lininya dengan pengawasan di lokasi destinasi wisata, satgas, dan upayakan ada yang disebut dengan pola yang lebih dinamis di area destinasi itu. Sehingga tidak membuat masyarakat berkerumun, dan bergerombolan .
 
Menurut dia, kondisi seperti itu yang harus dicegah. Selain itu, mekanis barcode scanning, PeduliLindungi harus menjadi menjadi satu kewajiban sehingga pemerintah daerah sebaiknya memiliki list terdaftar daerah yang memilili risiko keclil tersebut.
 
"Mulai kategori sangat kecil seperti kriteria indoor dan kepatuhan keprotokolan, kelengkapan sarana dan prasarana menjadi ukuran, dan mana yang tidak dan ini yang seharusnya disampaikan," ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan