Diskusi soal penyiaran di Hotel Mercure Tamansari, Jakarta, Selasa 7 November 2017/MTVN/Arga Sumantri
Diskusi soal penyiaran di Hotel Mercure Tamansari, Jakarta, Selasa 7 November 2017/MTVN/Arga Sumantri

Polemik Single dan Multi-operator di Industri Penyiaran Versi KPI

Arga sumantri • 07 November 2017 17:46
medcom.id, Jakarta: Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyoroti polemik single atau multi-operator dalam industri penyiaran masa depan. Dua poin ini tengah jadi perdebatan di DPR mengekor pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran dalam rencana digitalisasi televisi.
 
Wakil Ketua KPI Pusat Sudjarwanto Rahmat M Arifin membeberkan, ada kelebihan dan kekurangan dalam dua skema itu. Dalam konsep single operator, frekuensi penyiaran yang ada saat ini bakal dikelola satu pihak, dalam hal ini negara melalui LPP TVRI.
 
"Tercipta kesetaraan antar lembaga penyiaran (LP) karena masing-masing akan menjadi content provider yang bersaing ketat," kaya Sudjarwanto dalam diskusi di Hotel Mercure Tamansari, Jakarta, Selasa 7 November 2017.

Sementara Korbid PS2P KPI Pusat Agung Suprio menyatakan, single operator dianggap lebih netral. Selain itu, terjadi pula pemisahan antara infrastruktur dan konten penyiaran.
 
Namun, konsep single operator, kata Agung, masih memiliki kekurangan. Misal, tingkat kepercayaan terhadap TVRI. Agung mengatakan, sebagai lembaga yang bergantung pada APBN, TVRI dikhawatirkan tak bisa mengikuti ritme TV swasta.
 
"Misalnya, harus beli pemancar enggak bisa langsung keluarin uang karena belum dianggarkan. Nah, kalau jadi operator tunggal, lemah," ucap Agung.
 
Selain itu, TVRI juga dinilai masih menggunakan paradigma lama. Ia khawatir TVRI justru jadi tumpuan dan harus 'menggendong' TV swasta yang notabene punya pemikiran lebih maju.
 
Opsi single operator juga diserahkan ke PT Telkom memang ada. Namun, kata Agung, itu pun masih menjadi perdebatan lantaran sebagian saham Telkom dimiliki asing.
 
"Ditakutkan juga terjadi monopoli frekuensi, misalnya," beber Agung.
 
Sementara itu, infrastruktur sudah siap bila menggunakan konsep multi-operator. Konsep itu berarti pemegang operator penyiaran diserahkan ke swasta. Masalahnya, siapa dan bagaimana menentukan stasiun TV yang pantas memegang kendali penyiaran setelah digitalisasi TV.
 
"Ini jadi perdebatan kencang di antara asosiasi televisi. Selain itu persaingan usaha juga bisa tidak sehat antara tv swasta yang jadi operator dan yang sewa," ungkap Agung.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan