medcom.id, Jakarta: Sudah akrab di telinga kita slogan 'buku merupakan jendela dunia'. Maksudnya, kita tak perlu sampai masuk ke perut bumi untuk melihat seperti apa di sana atau kembali ke masa lalu untuk mengetahui perjalanan Perang Dunia ke-1.
Sayangnya, di Indonesia minat membaca buku masih rendah. Menilik survei UNESCO tahun 2016, minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya dari seribu orang hanya ada satu orang yang memiliki minat baca.
Minat baca literasi Indonesia juga tertinggal dari negara lain. Data World's Most Literature Nations 2016 menunjukkan daya literasi masyarakat Indonesia berada di posisi 60 dari 61 negara, atau satu tingkat di atas Bostwana yang menempati posisi bontot.
Siapa yang tak prihatin melihat data tersebut? Sejatinya, buku menjadi sumber ilmu pengetahuan dan membacanya adalah kunci untuk menangkap pengetahuan tersebut.
Gerakan membaca bisa menjadi motor penggerak yang memotivasi masyarakat untuk mulai membentuk budaya membaca. Itulah yang dilakukan Komunitas Jendela.
Komunitas tersebut awalnya dibentuk di Yogyakarta pada 2011. Pendirinya para finalis Pengajar Muda Indonesia Mengajar batch 2 yang menimba ilmu di Universitas Gajah Mada (UGM).
"Ada beberapa yang enggak lolos dan berpikiran meskipun mereka enggak mendapat kesempatan jadi Pengajar Muda di Indonesia Mengajar, gimana kalau mereka membuat satu komunitas atau satu kegiatan yang bermanfaat bagi orang-orang," jelas Koordinator Public Relation Komunitas Jendela Jakarta, Isna Oktaviani, kepada Metrotvnews.com, Rabu 3 Mei 2017.
Kegiatan Komunitas Jendela Jakarta. Foto: Dok/Komunitas Jendela Jakarta
Kebetulan, saat Komunitas Jendela akan didirikan, Gunung Merapi baru saja mengeluarkan erupsi. Mereka membuat taman baca di salah satu posko pengungsian.
"Di sana enggak ada buku, sekolah juga libur, jadi kita berinisiatif kumpulin buku buat semacam taman baca supaya anak-anak di sana tetap ada kegiatan positifnya," ujar Isna.
Setahun setelahnya, tepatnya pada 29 September 2012, Komunitas Jendela Jakarta didirikan sebagai cabang Komunitas Jendela Yogya. Isna mengatakan, banyak dari pendiri Komunitas Jendela merantau dari Yogya dan mendirikan cabang di tempatnya masing-masing.
"Dan kenapa enggak bikin juga di tempatnya dia sekarang. Akhirnya muncul lah cabang-cabang baru di kota lain," ucap Isna.
Komunitas Jendela memiliki motto 'Prepare the Reader to Built the Future'. Misi mereka tentunya menumbuhkan minat baca anak-anak di lingkungan mereka berada.
"Misinya itu dengan meningkatkan minat baca anak, membuat pendidikan alternatif bagi anak, atau membuat edukasi lainnya bagi anak-anak," terangnya.
Isna menjelaskan, gerakan membaca ini dijalankan karena adanya kekhawatiran melihat fenomena yang ada di masyarakat. Anak-anak lebih suka bermain gawai dibanding membaca buku.
"Minatnya adik-adik banyak yang main gadget juga, ke mal. Dari situ kita ingin adik-adik tetap mau baca buku, bareng teman, bareng keluarga, bareng mamah-papanya," ucap Isna.
medcom.id, Jakarta: Sudah akrab di telinga kita slogan 'buku merupakan jendela dunia'. Maksudnya, kita tak perlu sampai masuk ke perut bumi untuk melihat seperti apa di sana atau kembali ke masa lalu untuk mengetahui perjalanan Perang Dunia ke-1.
Sayangnya, di Indonesia minat membaca buku masih rendah. Menilik survei UNESCO tahun 2016, minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya dari seribu orang hanya ada satu orang yang memiliki minat baca.
Minat baca literasi Indonesia juga tertinggal dari negara lain. Data World's Most Literature Nations 2016 menunjukkan daya literasi masyarakat Indonesia berada di posisi 60 dari 61 negara, atau satu tingkat di atas Bostwana yang menempati posisi bontot.
Siapa yang tak prihatin melihat data tersebut? Sejatinya, buku menjadi sumber ilmu pengetahuan dan membacanya adalah kunci untuk menangkap pengetahuan tersebut.
Gerakan membaca bisa menjadi motor penggerak yang memotivasi masyarakat untuk mulai membentuk budaya membaca. Itulah yang dilakukan Komunitas Jendela.
Komunitas tersebut awalnya dibentuk di Yogyakarta pada 2011. Pendirinya para finalis Pengajar Muda Indonesia Mengajar batch 2 yang menimba ilmu di Universitas Gajah Mada (UGM).
"Ada beberapa yang enggak lolos dan berpikiran meskipun mereka enggak mendapat kesempatan jadi Pengajar Muda di Indonesia Mengajar, gimana kalau mereka membuat satu komunitas atau satu kegiatan yang bermanfaat bagi orang-orang," jelas Koordinator Public Relation Komunitas Jendela Jakarta, Isna Oktaviani, kepada
Metrotvnews.com, Rabu 3 Mei 2017.
Kegiatan Komunitas Jendela Jakarta. Foto: Dok/Komunitas Jendela Jakarta
Kebetulan, saat Komunitas Jendela akan didirikan, Gunung Merapi baru saja mengeluarkan erupsi. Mereka membuat taman baca di salah satu posko pengungsian.
"Di sana enggak ada buku, sekolah juga libur, jadi kita berinisiatif kumpulin buku buat semacam taman baca supaya anak-anak di sana tetap ada kegiatan positifnya," ujar Isna.
Setahun setelahnya, tepatnya pada 29 September 2012, Komunitas Jendela Jakarta didirikan sebagai cabang Komunitas Jendela Yogya. Isna mengatakan, banyak dari pendiri Komunitas Jendela merantau dari Yogya dan mendirikan cabang di tempatnya masing-masing.
"Dan kenapa enggak bikin juga di tempatnya dia sekarang. Akhirnya muncul lah cabang-cabang baru di kota lain," ucap Isna.
Komunitas Jendela memiliki motto '
Prepare the Reader to Built the Future'. Misi mereka tentunya menumbuhkan minat baca anak-anak di lingkungan mereka berada.
"Misinya itu dengan meningkatkan minat baca anak, membuat pendidikan alternatif bagi anak, atau membuat edukasi lainnya bagi anak-anak," terangnya.
Isna menjelaskan, gerakan membaca ini dijalankan karena adanya kekhawatiran melihat fenomena yang ada di masyarakat. Anak-anak lebih suka bermain gawai dibanding membaca buku.
"Minatnya adik-adik banyak yang main gadget juga, ke mal. Dari situ kita ingin adik-adik tetap mau baca buku, bareng teman, bareng keluarga, bareng mamah-papanya," ucap Isna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)