Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memperkuat upaya dalam menangani hoaks yang beredar selama proses sengketa Pilkada Serentak 2024, khususnya di Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini dilakukan untuk memastikan ruang digital tetap kondusif dan bebas dari disinformasi yang dapat memengaruhi opini publik maupun proses hukum.
Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Non Perjudian, Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Okky Robiana Sulaeman, mengungkapkan berbagai strategi dalam penanganan konten negatif tersebut.
“Penanganan konten pelanggaran Pemilu/Pilkada maupun pelanggaran konten pidana umum terkait Pemilu/Pilkada (berdasarkan) laporan dari lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilu serta APH,” ungkap Okky saat berbicara dalam acara Forum Advokat Muda untuk Pemilu Berkeadilan di Bandung, Jumat, 24 Januari 2025.
Baca juga: Hakim MK Cecar KPU dan Bawaslu Dugaan 1,6 Juta Tanda Tangan Palsu di Pilgub Sulsel
Ia menambahkan, kerja sama antara Komdigi dan Bawaslu melalui nota kesepahaman telah menjadi langkah strategis dalam meminimalkan hoaks terkait pemilu. Nota tersebut mencakup patroli digital secara intensif dan penanganan aduan kampanye negatif.
Dalam catatan sepanjang tahun 2024, Komdigi menangani total 409 kasus pelanggaran konten digital, terdiri atas 213 kasus fitnah, 48 kasus hoaks, dan 148 ujaran kebencian.
Deni Jaelani, Koordinator Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kabupaten Bandung, menekankan pentingnya profesionalisme dalam pengawasan pemilu, termasuk selama proses sengketa.
“Bawaslu harus hadir dalam setiap kegiatan KPU dan memberikan rekomendasi jika terdapat pelanggaran,” ungkapnya.
Di sisi lain, advokat Hardiansyah mengingatkan bahaya hoaks yang dapat memicu konsekuensi serius, termasuk kekerasan terhadap penyelenggara pemilu. "Hoaks bisa berdampak terhadap kekerasan kepada penyelenggara pemilu,” tegasnya.
Ia juga mendorong kolaborasi antara Komdigi, Bawaslu, dan masyarakat untuk membangun lingkungan digital yang sehat.
Diskusi bertema “Peran Komdigi dan Bawaslu dalam Penanganan Disinformasi/Hoaks di Media Sosial, Berkenaan Konten Persidangan Sengketa Hasil Pilkada Serentak 2024 di Mahkamah Konstitusi” ini menghadirkan peserta dari beragam latar belakang, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga praktisi hukum.
Menurut Dahman Sinaga, anggota Forum Advokat Muda untuk Pemilu Berkeadilan, diskusi ini menjadi langkah penting untuk mengedukasi masyarakat sekaligus memperkuat langkah konkret dalam memerangi hoaks. “Langkah ini penting agar demokrasi di Indonesia dapat berjalan lebih baik dan bebas dari disinformasi,” ujarnya.
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Digital (
Komdigi) memperkuat upaya dalam menangani hoaks yang beredar selama proses sengketa Pilkada Serentak 2024, khususnya di
Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini dilakukan untuk memastikan ruang digital tetap kondusif dan bebas dari disinformasi yang dapat memengaruhi opini publik maupun proses hukum.
Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Non Perjudian, Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Okky Robiana Sulaeman, mengungkapkan berbagai strategi dalam penanganan konten negatif tersebut.
“Penanganan konten pelanggaran Pemilu/Pilkada maupun pelanggaran konten pidana umum terkait Pemilu/Pilkada (berdasarkan) laporan dari lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilu serta APH,” ungkap Okky saat berbicara dalam acara Forum Advokat Muda untuk Pemilu Berkeadilan di Bandung, Jumat, 24 Januari 2025.
Baca juga:
Hakim MK Cecar KPU dan Bawaslu Dugaan 1,6 Juta Tanda Tangan Palsu di Pilgub Sulsel
Ia menambahkan, kerja sama antara Komdigi dan Bawaslu melalui nota kesepahaman telah menjadi langkah strategis dalam meminimalkan hoaks terkait pemilu. Nota tersebut mencakup patroli digital secara intensif dan penanganan aduan kampanye negatif.
Dalam catatan sepanjang tahun 2024, Komdigi menangani total 409 kasus pelanggaran konten digital, terdiri atas 213 kasus fitnah, 48 kasus hoaks, dan 148 ujaran kebencian.
Deni Jaelani, Koordinator Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kabupaten Bandung, menekankan pentingnya profesionalisme dalam pengawasan pemilu, termasuk selama proses sengketa.
“Bawaslu harus hadir dalam setiap kegiatan KPU dan memberikan rekomendasi jika terdapat pelanggaran,” ungkapnya.
Di sisi lain, advokat Hardiansyah mengingatkan bahaya hoaks yang dapat memicu konsekuensi serius, termasuk kekerasan terhadap penyelenggara pemilu. "Hoaks bisa berdampak terhadap kekerasan kepada penyelenggara pemilu,” tegasnya.
Ia juga mendorong kolaborasi antara Komdigi, Bawaslu, dan masyarakat untuk membangun lingkungan digital yang sehat.
Diskusi bertema “Peran Komdigi dan Bawaslu dalam Penanganan Disinformasi/Hoaks di Media Sosial, Berkenaan Konten Persidangan Sengketa Hasil Pilkada Serentak 2024 di Mahkamah Konstitusi” ini menghadirkan peserta dari beragam latar belakang, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga praktisi hukum.
Menurut Dahman Sinaga, anggota Forum Advokat Muda untuk Pemilu Berkeadilan, diskusi ini menjadi langkah penting untuk mengedukasi masyarakat sekaligus memperkuat langkah konkret dalam memerangi hoaks. “Langkah ini penting agar demokrasi di Indonesia dapat berjalan lebih baik dan bebas dari disinformasi,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)