Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berkomitmen segera menyelesaikan konflik agraria di sekitar hutan. Tercatat, saat ini masih ada 320 konflik penguasaan tanah di kawasan hutan.
"Sebanyak 45 kasus di antaranya sudah diselesaikan melalui mediasi. Dan sebanyak 39 kasus telah mencapai kesepakatan dalam bentuk kerja sama," kata Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Rabu, 13 Juni 2019.
Sisanya, lanjut dia, sebanyak 131 kasus tengah dianalisis dan dalam proses penyelesaian, sedangkan 105 kasus berstatus belum lengkap berkas atau dokumennya. "Kami berkomitmen menyelesaikan semua kasus melalui sejumlah skema sesuai peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Beberapa skema penyelesaian yang dijalankan KLHK antara lain melalui perubahan batas kawasan hutan melalui pelepasan kawasan hutan; tukar-menukar kawasan hutan; resettlement (pemindahan penduduk dari kawasan hutan), dan perhutanan sosial. Skema itu diatur melalui Perpres No 88 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan.
Penyelesaian konflik, lanjut Siti, juga bisa dilakukan dengan skema reforma agraria. Skema ini memungkinkan masyarakat bisa memiliki sertifikat tanah sendiri.
Instrumen lain ialah identifikasi dan penetapan hutan adat. KLHK mendata ada 6.551.305 hektare hutan yang berpotensi ditetapkan menjadi hutan adat. "Untuk itu, dibutuhkan dasar hukum yang jelas sesuai UU Kehutanan (UU No 41 Tahun 1999)," katanya.
Instrumen lain, lanjut dia, ialah spontanitas uluran tangan dari dunia usaha. Meliputi, identifikasi wilayah konflik dalam areal konsesi dan pembebasan wilayah dari areal konsesi dengan cara addendum izin.
"Melalui sejumlah skema dan instrumen itu saya optimistis konflik tenurial kawasan hutan bisa segera diselesaikan," kata Siti.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berkomitmen segera menyelesaikan konflik agraria di sekitar hutan. Tercatat, saat ini masih ada 320 konflik penguasaan tanah di kawasan hutan.
"Sebanyak 45 kasus di antaranya sudah diselesaikan melalui mediasi. Dan sebanyak 39 kasus telah mencapai kesepakatan dalam bentuk kerja sama," kata Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Rabu, 13 Juni 2019.
Sisanya, lanjut dia, sebanyak 131 kasus tengah dianalisis dan dalam proses penyelesaian, sedangkan 105 kasus berstatus belum lengkap berkas atau dokumennya. "Kami berkomitmen menyelesaikan semua kasus melalui sejumlah skema sesuai peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Beberapa skema penyelesaian yang dijalankan KLHK antara lain melalui perubahan batas kawasan hutan melalui pelepasan kawasan hutan; tukar-menukar kawasan hutan; resettlement (pemindahan penduduk dari kawasan hutan), dan perhutanan sosial. Skema itu diatur melalui Perpres No 88 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan.
Penyelesaian konflik, lanjut Siti, juga bisa dilakukan dengan skema reforma agraria. Skema ini memungkinkan masyarakat bisa memiliki sertifikat tanah sendiri.
Instrumen lain ialah identifikasi dan penetapan hutan adat. KLHK mendata ada 6.551.305 hektare hutan yang berpotensi ditetapkan menjadi hutan adat. "Untuk itu, dibutuhkan dasar hukum yang jelas sesuai UU Kehutanan (UU No 41 Tahun 1999)," katanya.
Instrumen lain, lanjut dia, ialah spontanitas uluran tangan dari dunia usaha. Meliputi, identifikasi wilayah konflik dalam areal konsesi dan pembebasan wilayah dari areal konsesi dengan cara addendum izin.
"Melalui sejumlah skema dan instrumen itu saya optimistis konflik tenurial kawasan hutan bisa segera diselesaikan," kata Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)