medcom.id, Jakarta: Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Adhi S Lukman, mengungkapkan industri makanan dan minuman diperkirakan masih akan menghadapi sejumlah tantangan pada 2014.
Meskipun ada peluang konsumsi masyarakat meningkat seiring hajatan Pemilu 2014, berbagai kebijakan dan kondisi perekonomian nasional masih akan berpotensi menekan pertumbuhan sektor ini.
"Mulai dari nilai tukar rupiah yang terus melemah dan berdampak pada harga pokok produksi (HPP). Tercatat hingga akhir 2013, nilai kurs per satu US$ mencapai Rp12.000, menurun tajam dibandingkan awal tahun 2013 yang hanya Rp9.500 per dolar," kata Adhi lewat siaran pers yang diterima Metrotvnews.com di Jakarta, Kamis (25/5/2014).
Pelemahan rupiah, berdampak pada pembelian bahan baku industri makanan dan minuman, seperti gandum, gula, susu, dan kedele yang diimpor. Selain itu, kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) rata-rata 9-30 persen pada 2014 memaksa pelaku usaha melakukan penyesuaian pada komponen biaya produksi.
"Tahun ini ancaman kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) juga sudah di depan mata, industri makanan minuman (industri yang go public) yang ada dalam golongan I3 akan naik sekitar 38 persen. Belum lagi kenaikan BI rate hingga 7,5 persen pada akhir 2013 menyebabkan naiknya suku bunga pinjaman," papar Adhi
Kondisi itu tidak hanya memukul pengusaha besar, tapi juga berdampak pada usaha mikro, kecil-menengah (UMKM) makanan dan minuman yang kebanyakan masih informal. Selain harus mampu bersaing dengan produk-produk lokal, UMKM dihadapkan pada membanjirnya produk impor ke pasar Indonesia.
Adhi memaparkan, data ekspor-impor Kementerian Perdagangan untuk katagori makanan jadi dan setengah jadi hingga Desember 2013 ada trend ekspor naik sebesar 11,26 persen, impor naik 8,68 persen dibandingkan tahun 2012. "Namun demikian, neraca perdagangan masih defisit 1,62 milliar dolar AS," ujar Adhi.
Pengusaha makanan dan minuman membutuhkan seorang pemimpin yang dapat menjembatani antara para pengusaha dan pemerintah, sehingga para pengusaha mendapatkan kepastian dalam berwirausaha di Indonesia.
"Diharapkan pemerintah mendatang bisa membantu Indonesia dalam memperkuat ekonomi nasional menghadapi pasar global melalui kepastian kepada kami," tegas Adhi.
medcom.id, Jakarta: Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Adhi S Lukman, mengungkapkan industri makanan dan minuman diperkirakan masih akan menghadapi sejumlah tantangan pada 2014.
Meskipun ada peluang konsumsi masyarakat meningkat seiring hajatan Pemilu 2014, berbagai kebijakan dan kondisi perekonomian nasional masih akan berpotensi menekan pertumbuhan sektor ini.
"Mulai dari nilai tukar rupiah yang terus melemah dan berdampak pada harga pokok produksi (HPP). Tercatat hingga akhir 2013, nilai kurs per satu US$ mencapai Rp12.000, menurun tajam dibandingkan awal tahun 2013 yang hanya Rp9.500 per dolar," kata Adhi lewat siaran pers yang diterima Metrotvnews.com di Jakarta, Kamis (25/5/2014).
Pelemahan rupiah, berdampak pada pembelian bahan baku industri makanan dan minuman, seperti gandum, gula, susu, dan kedele yang diimpor. Selain itu, kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) rata-rata 9-30 persen pada 2014 memaksa pelaku usaha melakukan penyesuaian pada komponen biaya produksi.
"Tahun ini ancaman kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) juga sudah di depan mata, industri makanan minuman (industri yang go public) yang ada dalam golongan I3 akan naik sekitar 38 persen. Belum lagi kenaikan BI rate hingga 7,5 persen pada akhir 2013 menyebabkan naiknya suku bunga pinjaman," papar Adhi
Kondisi itu tidak hanya memukul pengusaha besar, tapi juga berdampak pada usaha mikro, kecil-menengah (UMKM) makanan dan minuman yang kebanyakan masih informal. Selain harus mampu bersaing dengan produk-produk lokal, UMKM dihadapkan pada membanjirnya produk impor ke pasar Indonesia.
Adhi memaparkan, data ekspor-impor Kementerian Perdagangan untuk katagori makanan jadi dan setengah jadi hingga Desember 2013 ada trend ekspor naik sebesar 11,26 persen, impor naik 8,68 persen dibandingkan tahun 2012. "Namun demikian, neraca perdagangan masih defisit 1,62 milliar dolar AS," ujar Adhi.
Pengusaha makanan dan minuman membutuhkan seorang pemimpin yang dapat menjembatani antara para pengusaha dan pemerintah, sehingga para pengusaha mendapatkan kepastian dalam berwirausaha di Indonesia.
"Diharapkan pemerintah mendatang bisa membantu Indonesia dalam memperkuat ekonomi nasional menghadapi pasar global melalui kepastian kepada kami," tegas Adhi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DOR)