Jakarta: Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) meminta pemerintah dan DPR merevisi UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Permintaan ini seiring penandatanganan Kesepakatan Perlindungan Pekerja Migran ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Manila, Filipina, tiga hari lalu.
CIPS menilai UU yang disahkan oleh DPR pada 25 Oktober 2017 itu belum mengatur kurikulum pelatihan bagi pekerja migran.
"Kurikulum pelatihan ini menyangkut peningkatan skill, kemampuan berbahasa dan pengetahuan mengenai hak, serta kewajiban pegawai migran," kata Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hizkia Respatiadi, melalui siaran pers di Jakarta, Rabu 15 November 2017.
Para pekerja migran, kata Hizkia, seharusnya diberikan pemahaman hak dan kewajiban sejak mereka masih di Indonesia. Pemahaman tersebut, lanjutnya, akan membantu pekerja migran untuk mengerti isi kontrak kerja dan melaksanakan tugasnya dengan baik.
Selain itu, pemerintah sebaiknya menetapkan kurikulum sebagai acuan yang bisa digunakan oleh semua balai pelatihan agar pekerja migran memiliki standar yang sama.
Poin penting lainnya yang harus ditambahkan ke dalam UU, menurut Hizkia, yakni mengenai hak-hak pekerja migran. Hak pekerja migran yang diatur dalam ASEAN Consensus adalah mengenai hak wajib memegang paspor, hak mendapatkan perlakuan dan penghasilan yang adil di lingkungan kerja, serta hak untuk berkomunikasi dan freedom of movement.
Selain itu, hak untuk berpartisipasi pada asosiasi maupun serikat pekerja di negara penerima, hak untuk mengajukan kasus apabila terjadi pelanggaran kontrak kerja, dan hak untuk menerima kunjungan dari keluarga.
Dengan menandatangani ASEAN Consensus, pemerintah perlu mengimplementasikan nilai-nilai yang menjadi poin penting dalam kesepatan ini ke dalam UU PPMI.
"Kita bisa memperkuat payung hukum untuk para pekerja migran. Dengan cara memberikan kurikulum pelatihan. Poin-poin ini bisa diterjemahkan dan disesuaikan ke dalam UU PPMI," kata Hizkia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/8koYQYWN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) meminta pemerintah dan DPR merevisi UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Permintaan ini seiring penandatanganan Kesepakatan Perlindungan Pekerja Migran ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Manila, Filipina, tiga hari lalu.
CIPS menilai UU yang disahkan oleh DPR pada 25 Oktober 2017 itu belum mengatur kurikulum pelatihan bagi pekerja migran.
"Kurikulum pelatihan ini menyangkut peningkatan skill, kemampuan berbahasa dan pengetahuan mengenai hak, serta kewajiban pegawai migran," kata Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hizkia Respatiadi, melalui siaran pers di Jakarta, Rabu 15 November 2017.
Para pekerja migran, kata Hizkia, seharusnya diberikan pemahaman hak dan kewajiban sejak mereka masih di Indonesia. Pemahaman tersebut, lanjutnya, akan membantu pekerja migran untuk mengerti isi kontrak kerja dan melaksanakan tugasnya dengan baik.
Selain itu, pemerintah sebaiknya menetapkan kurikulum sebagai acuan yang bisa digunakan oleh semua balai pelatihan agar pekerja migran memiliki standar yang sama.
Poin penting lainnya yang harus ditambahkan ke dalam UU, menurut Hizkia, yakni mengenai hak-hak pekerja migran. Hak pekerja migran yang diatur dalam ASEAN Consensus adalah mengenai hak wajib memegang paspor, hak mendapatkan perlakuan dan penghasilan yang adil di lingkungan kerja, serta hak untuk berkomunikasi dan
freedom of movement.
Selain itu, hak untuk berpartisipasi pada asosiasi maupun serikat pekerja di negara penerima, hak untuk mengajukan kasus apabila terjadi pelanggaran kontrak kerja, dan hak untuk menerima kunjungan dari keluarga.
Dengan menandatangani ASEAN Consensus, pemerintah perlu mengimplementasikan nilai-nilai yang menjadi poin penting dalam kesepatan ini ke dalam UU PPMI.
"Kita bisa memperkuat payung hukum untuk para pekerja migran. Dengan cara memberikan kurikulum pelatihan. Poin-poin ini bisa diterjemahkan dan disesuaikan ke dalam UU PPMI," kata Hizkia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)