medcom.id, Jakarta: Perolehan suara PDI Perjuangan versi hitung cepat dalam Pemilu Legislatif 2014 menuai kritik. Sejumlah lembaga survei menyatakan PDI Perjuangan gagal mendapat di atas 20% suara.
Ini membuat PDI Perjuangan tidak otomatis mengusung calon presiden tanpa koalisi karena syarat untuk itu haruslah meraih suara minimal 20%.
Pengajar Ilmu Politik dari Universitas Indonesia, Ari Junaedi, mengatakan kegagalan itu merupakan bentuk kurang maksimalnya partai dalam menyosialisasikan figur calon presiden Joko Widodo.
Menurutnya, iklan-iklan partai berlambang moncong putih seharusnya menjual figur Jokowi. Pasalnya, Jokowi merupakan figur utama yang nantinya akan menjadi orang nomor satu di Indonesia.
"Iklan PDI Perjuangan seharusnya bukan menonjolkan Ketua Umum Megawati Seokarnoputri atau Ketua Bappilu Puan Maharani. Ibarat film seharunya aktor utama yang ditonjolkan bukan figuran apalagi tukang rias," ujar Ari di Jakarta, Rabu (9/4/2014).
Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, juga menyampaikan hal senada. Menurut Yunarto, kampanye yang dilakukan PDI Perjuangan terbelah antara Jokowi dan Puan Maharani.
"Jokowi effect mengalami kendala karena dibatasi dalam kalangan internalnya sendiri. Itu problem," tandasnya. (*)
medcom.id, Jakarta: Perolehan suara PDI Perjuangan versi hitung cepat dalam Pemilu Legislatif 2014 menuai kritik. Sejumlah lembaga survei menyatakan PDI Perjuangan gagal mendapat di atas 20% suara.
Ini membuat PDI Perjuangan tidak otomatis mengusung calon presiden tanpa koalisi karena syarat untuk itu haruslah meraih suara minimal 20%.
Pengajar Ilmu Politik dari Universitas Indonesia, Ari Junaedi, mengatakan kegagalan itu merupakan bentuk kurang maksimalnya partai dalam menyosialisasikan figur calon presiden Joko Widodo.
Menurutnya, iklan-iklan partai berlambang moncong putih seharusnya menjual figur Jokowi. Pasalnya, Jokowi merupakan figur utama yang nantinya akan menjadi orang nomor satu di Indonesia.
"Iklan PDI Perjuangan seharusnya bukan menonjolkan Ketua Umum Megawati Seokarnoputri atau Ketua Bappilu Puan Maharani. Ibarat film seharunya aktor utama yang ditonjolkan bukan figuran apalagi tukang rias," ujar Ari di Jakarta, Rabu (9/4/2014).
Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, juga menyampaikan hal senada. Menurut Yunarto, kampanye yang dilakukan PDI Perjuangan terbelah antara Jokowi dan Puan Maharani.
"Jokowi
effect mengalami kendala karena dibatasi dalam kalangan internalnya sendiri. Itu problem," tandasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NAV)