medcom.id, Depok: Untuk dapat melaksanakan arah kebijakan pembangunan kelautan pada 2015-2019 diperlukan kerangka regulasi yang kuat sebagai dasar utama.
Saat ini, untuk tata kelola laut sebenarnya sudah terdapat regulasi yakni Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, namun masih diperlukan UU yang bisa mengadopsi semua kepentingan di laut, yakni UU kelautan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Syarif Widjadja mengungkapkan bahwa dengan adanya UU Kelautan ini dapat menunjukkan besarnya komitmen negeri untuk menetapkan politik pembangunan terkait kelautan.
"Ini (UU Kelautan) juga dapat mendukung penataan ruang wilayah kelautan dan penjagaan kedaulatan serta terwujudnya industri kelautan yang maju secara berkesinambungan," ucap Syarif Widjadja sesaat setelah acara Forum Discussion Group tentang Arah Kebijakan Pembangunan Kelautan 2015-2025 di Ruang BSM Fakultas MIPA, Kampus UI Depok, Jumat (30/5/2014).
Syarif menambahkan bahwa nantinya UU kelautan ini akan dimasukkan satu visi kelautan kepada semua sektor. "Tidak hanya KKP, tetapi juga pada migas, perhubungan dan seterusnya. Kita berpikir bersama untuk menyusun undang undang ini," ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa dalam mendukung tata kelola laut, diperlukan pula regulasi yang lain seperti Peraturan Presiden tentang Kebijakan Kelautan Indonesia, PP tentang Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan Pemanfaatan Dumber Daya Perairan Pesisir, serta Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K).
UU Kelautan yang sedang dirancang dan sudah masuk Prolegnas pada tahun ini diharapkan akan dapat diundangkan pada akhir tahun ini. Karena menurut Syarif, rancangan UU Kelautan ini sudah dimulai sejak 2007, sehingga sudah saatnya untuk mulai menoleh pada potensi yang terdapat di kelautan secara bersama dan sinergi agar tidak terjadi tabrakan antarkementerian.
"Harapan kami nantinya kebijakan kelautan Indonesia ini dapat mendorong semua sektor untuk ikut berpartisipasi dalam mengatur potensi kelautan kita. Seperti persoalan tata ruang, sumber daya, budaya bahari, pertahanan keamanan, lingkungan. Pokoknya semuanya akan kita sinergikan," tegas Syarif.
Ditemui di saat yang bersamaan, Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Narmoko Prasmadji mengungkapkan bahwa harus ada penguatan pada kelembagaan apabila RUU ini menjadi UU yang telah disahkan.
Seperti penguatan lembaga pada Wilayah Pengelolaan Perikanan, penguatan pada Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, penguatan lembaga Pengelolaan Kelautan Nasional, serta pembentukan lembaga Alih Teknologi untuk Pusat dan Daerah.
"Sehingga nantinya UU ini dapat bersinergi antara satu sama lain dan tidak berbenturan antara pusat dan yang di bawah," ungkapnya.
medcom.id, Depok: Untuk dapat melaksanakan arah kebijakan pembangunan kelautan pada 2015-2019 diperlukan kerangka regulasi yang kuat sebagai dasar utama.
Saat ini, untuk tata kelola laut sebenarnya sudah terdapat regulasi yakni Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, namun masih diperlukan UU yang bisa mengadopsi semua kepentingan di laut, yakni UU kelautan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Syarif Widjadja mengungkapkan bahwa dengan adanya UU Kelautan ini dapat menunjukkan besarnya komitmen negeri untuk menetapkan politik pembangunan terkait kelautan.
"Ini (UU Kelautan) juga dapat mendukung penataan ruang wilayah kelautan dan penjagaan kedaulatan serta terwujudnya industri kelautan yang maju secara berkesinambungan," ucap Syarif Widjadja sesaat setelah acara Forum Discussion Group tentang Arah Kebijakan Pembangunan Kelautan 2015-2025 di Ruang BSM Fakultas MIPA, Kampus UI Depok, Jumat (30/5/2014).
Syarif menambahkan bahwa nantinya UU kelautan ini akan dimasukkan satu visi kelautan kepada semua sektor. "Tidak hanya KKP, tetapi juga pada migas, perhubungan dan seterusnya. Kita berpikir bersama untuk menyusun undang undang ini," ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa dalam mendukung tata kelola laut, diperlukan pula regulasi yang lain seperti Peraturan Presiden tentang Kebijakan Kelautan Indonesia, PP tentang Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan Pemanfaatan Dumber Daya Perairan Pesisir, serta Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K).
UU Kelautan yang sedang dirancang dan sudah masuk Prolegnas pada tahun ini diharapkan akan dapat diundangkan pada akhir tahun ini. Karena menurut Syarif, rancangan UU Kelautan ini sudah dimulai sejak 2007, sehingga sudah saatnya untuk mulai menoleh pada potensi yang terdapat di kelautan secara bersama dan sinergi agar tidak terjadi tabrakan antarkementerian.
"Harapan kami nantinya kebijakan kelautan Indonesia ini dapat mendorong semua sektor untuk ikut berpartisipasi dalam mengatur potensi kelautan kita. Seperti persoalan tata ruang, sumber daya, budaya bahari, pertahanan keamanan, lingkungan. Pokoknya semuanya akan kita sinergikan," tegas Syarif.
Ditemui di saat yang bersamaan, Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Narmoko Prasmadji mengungkapkan bahwa harus ada penguatan pada kelembagaan apabila RUU ini menjadi UU yang telah disahkan.
Seperti penguatan lembaga pada Wilayah Pengelolaan Perikanan, penguatan pada Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, penguatan lembaga Pengelolaan Kelautan Nasional, serta pembentukan lembaga Alih Teknologi untuk Pusat dan Daerah.
"Sehingga nantinya UU ini dapat bersinergi antara satu sama lain dan tidak berbenturan antara pusat dan yang di bawah," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIT)