Jakarta: Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek menilai kurang gizi kronis (stunting) bisa mengganggu intelektualitas anak. Pemerintah serius menagani kasus itu.
"Anak (stunting) itu akan kerdil, pendek, tapi masalahnya otaknya juga ikut kerdil. Perkembangan otak terganggu. IQ juga terganggu sehingga anak ini tidak akan menjadi anak cerdas. Ini tentu merugikan," kata Nila di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis, 5 April 2018.
Nila menjelaskan stunting disebabkan kekurangan nutrisi kronis. Anak berpeluang stunting ketika ibu hamil kekurangan gizi.
"Yang jeleknya dia sampai umur 2 tahun tidak menyadari, tidak memberikan ASI eksklusif, berikan makanan pendamping," ucap Nila.
Nila menjelaskan hasil riset kesehatan pada 2013 menunjukkan 37,2 persen atau 8-9 juta anak Indonesia mengalami stunting. Mereka juga berpotensi melahirkan anak stunting bila kondisi itu terus dibiarkan.
Kondisi itu paling banyak terjadi di wilayah timur Indonesia, eperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Barat (Sulbar). Sementara daerah yang cukup baik ialah di Jakarta dan Bali.
"Jawa Barat juga tinggi karena penduduk padat," jelas dia.
Baca: Obat Cacing Diklaim Bisa Cegah Stunting
Masalah ini harus ditangani lintas kementerian. Intervensi melalui makanan bergizi tak akan cukup. Pemberian akses air bersih, sanitasi, dan transportasi diperlukan untuk mencegah stunting.
Pemerintah, kata dia, memutuskan desa-desa membuat padat karya tunai. Salah satu fokus program ini merevitalisasi pos pelayanan terpadu (posyandu).
"Saya minta masyarakat kita ingin dong, saya sederhana saja deh, kita ingin sepak bola menang, tapi lihat dong postur kita dengan postur orang asing bedanya jauh. Nah, sekarang kalau ingin menang perhatikan gizi anak," tegas Nila.
Jakarta: Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek menilai kurang gizi kronis (stunting) bisa mengganggu intelektualitas anak. Pemerintah serius menagani kasus itu.
"Anak (stunting) itu akan kerdil, pendek, tapi masalahnya otaknya juga ikut kerdil. Perkembangan otak terganggu. IQ juga terganggu sehingga anak ini tidak akan menjadi anak cerdas. Ini tentu merugikan," kata Nila di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis, 5 April 2018.
Nila menjelaskan stunting disebabkan kekurangan nutrisi kronis. Anak berpeluang stunting ketika ibu hamil kekurangan gizi.
"Yang jeleknya dia sampai umur 2 tahun tidak menyadari, tidak memberikan ASI eksklusif, berikan makanan pendamping," ucap Nila.
Nila menjelaskan hasil riset kesehatan pada 2013 menunjukkan 37,2 persen atau 8-9 juta anak Indonesia mengalami stunting. Mereka juga berpotensi melahirkan anak stunting bila kondisi itu terus dibiarkan.
Kondisi itu paling banyak terjadi di wilayah timur Indonesia, eperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Barat (Sulbar). Sementara daerah yang cukup baik ialah di Jakarta dan Bali.
"Jawa Barat juga tinggi karena penduduk padat," jelas dia.
Baca: Obat Cacing Diklaim Bisa Cegah Stunting
Masalah ini harus ditangani lintas kementerian. Intervensi melalui makanan bergizi tak akan cukup. Pemberian akses air bersih, sanitasi, dan transportasi diperlukan untuk mencegah stunting.
Pemerintah, kata dia, memutuskan desa-desa membuat padat karya tunai. Salah satu fokus program ini merevitalisasi pos pelayanan terpadu (posyandu).
"Saya minta masyarakat kita ingin dong, saya sederhana saja deh, kita ingin sepak bola menang, tapi lihat dong postur kita dengan postur orang asing bedanya jauh. Nah, sekarang kalau ingin menang perhatikan gizi anak," tegas Nila.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)