Ilustrasi. Anggota kepolisian mengamankan Mako Brimob Kelapa Dua, pascabentrok antara petugas dengan tahanan di Depok, Jawa Barat, Rabu (9/5). Foto: Antara/Akbar Nugroho
Ilustrasi. Anggota kepolisian mengamankan Mako Brimob Kelapa Dua, pascabentrok antara petugas dengan tahanan di Depok, Jawa Barat, Rabu (9/5). Foto: Antara/Akbar Nugroho

BIN: Teror di Mako Brimob tak Ganggu Keamanan Nasional

10 Mei 2018 13:33
Jakarta: Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan menyatakan tindakan perlawanan narapidana terorisme di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, merupakan kerusuhan domestik. Peristiwa itu, kata dia, bisa dikendalikan dan tak menimbulkan stabilitas keamanan nasional.
 
“Namun, tindakan itu merupakan pesan nyata bahwa terorisme adalah ancaman laten yang terus terjadi. Ini menuntut kerja sama semua pihak untuk menanganinya secara tegas dan tuntas,” kata Budi melalui keterangan tertulis, Kamis, 10 Mei 2018.
 
Ia meminta semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan sebagai bagian dari cara efektif memperkuat ketahanan nasional. “Banyak narapidana dan teroris yang lahir dari cara berpikir dan cara pandang intoleran,” katanya.
 
Budi menyatakan terorisme tumbuh dari intoleransi dan tindakan radikal yang dibiarkan. “Maka, kita tidak boleh memberikan ruang sekecil apa pun bagi menguatnya intoleransi.”
 
Selanjutnya, ia mengajak semua pihak untuk tak mudah mempercayai informasi yang beredar dan diragukan validitasnya.
 
“Demi menjaga ketahanan sosial, jangan politisasi peristiwa kerusuhan ini untuk tujuan-tujuan politik pragmatis yang justru dapat memperkuat kelompok-kelompok intoleran, radikal, dan teroris,” dia berpesan.
 
Evaluasi sistem penjara
 
Menyikapi kerusuhan di Mako Brimob, Ketua Setara Institute, Hendardi, menyarankan ada evaluasi terhadap sistem penjara narapidana teroris. Menurutnya, narapidana teroris tak bisa lagi ditangani secara biasa.
 
"Narapidana teroris masuk kategori risiko tinggi dan perlu penanganan khusus," kata dia.
 
Menurut Hendardi, penyerangan napi terorisme menunjukkan bahwa kekuatan kelompok teror masih eksis dan efektif dan terus menjadi ancaman bagi keamanan.
 
"Peristiwa ini mengingatkan semua pihak untuk tidak berkompromi dengan radikalisme dan terorisme yang mengancam keamanan dan ideologi bangsa," katanya.
 
Hendardi menyarankan penyikapan atas terorisme harus dimulai dari hulunya, yakni intoleransi.
 
"Semua pihak harus menghentikan politisasi isu intoleransi dan radikalisme hanya untuk kepentingan politik elektoral 2018 dan 2019. Ini justru memberikan ruang bagi kebangkitan kelompok ekstremis," kata Hendardi.
 
Baca: Kronologi Penaklukan Teroris di Mako Brimob
 
Kerusuhan disebut bermula karena adanya insiden kecil di blok narapidana teroris, Rumah Tahanan cabang Salemba, Mako Brimob, Depok, Selasa, 8 Mei 2018 malam. Namun, insiden itu berubah menjadi teror yang menyebabkan lima anggota polisi gugur dan empat lainnya terluka.
 
Seorang anggota polisi sempat disandera dan para narapidana mampu menguasai seluruh blok di rutan itu selama sekitar 36 jam. Melalui sejumlah pendekatan, sebanyak 145 dari total 155 narapidana akhirnya menyerah.
 
Kemudian, 10 narapidana yang menolak menyerah diserbu aparat keamanan. "Dengan tembakan, bom, granat asap, granat air mata, ternyata 10 teroris yang tersisa ikut menyerah. Dengan demikian lengkap 155 tahanan teroris telah menyerah kepada aparat keamanan Indonesia," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto.
 
Ia menjamin penyerbuan yang dilakukan pada Kamis, 10 Mei pagi, tersebut sudah sesuai standar operasional internasional. Ia juga memastikan tak ada korban jiwa saat penyerbuan.
 


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan